Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Rencana Pulang

Bab 5 Rencana Pulang

Suara adzan subuh membangunkan Ama dan Beeva serta penghKakak rumah lainnya yang langsung bergegas menunaikan ibadah di kamar masing-masing. Udara pagi yang dingin di Bukit Tinggi antara 20-22 derajat celsius, karena letaknya di kaki Gunung Marapi dan Singgalang membuat tubuh enggan beraktivitas.

Beeva menatap Ama yang masih memakai mukena dan khusyuk menaikkan doa sedang dirinya sudah melipat mukena. Ia duduk menunggu sampai selesai dan akan menemani apa pun yang akan Ama lakukan setelahnya.

"Ama, pagi ini kita mau kemana?" ia bertanya sambil membantu Ama melipat sejadah yang baru saja dipakai.

"Kita bisa lihat di belakang membantu Kakakmu menyiapkan sarapan. Setelah itu Ama mau ziarah ke makam Abak," jawab Ama seraya meletakkan mukena kembali di tempatnya dan merapikan kerudungnya.

"Baik Ama, nanti Bee temani."

Seperti dugaan Ama, ternyata Nona dan Nisel sudah sibuk di belakang ditemani Abrar yang terlihat sedang menuangkan kopi di cangkir yang ada di atas meja.

"Biar Bee bantu Bang," ia segera meraih teko yang dipegang oleh Abangnya.

"Setelah itu bisa tolong diantar ke depan saja Bee, untuk Mamak dan yang lainnya."

"Iya Kak."

"Ama bantu apa lagi untuk menyiapkan sarapan kita?"

"Semuanya sudah hampir matang Ama. Ama bisa menunggu di depan bersama bapak-bapak, nanti kami yang bawakan," jawab Nona.

"Ama bisa tolong Bee membawa pisang rebus dan keripik ini saja sekalian? Kopinya Bee yang bawa," Bee memandang ibunya dengan sedikit meminta maaf. Arsy meraih dua nampan dari tangan putri bungsunya.

"Terima kasih Ama." Arsy tersenyum untuk menjawab ucapan penuh hormat itu.

Anak dan Ibu itu beriringan menuju ruang depan di mana sebagian keluarga yang menginap sedang berkumpul.

"Arsy, duduklah di sini sebentar," panggil Mamak agar Ibu mendekat menunggu yang lainnya agar mereka bisa sarapan bersama melingkar di atas karpet di ruang tamu.

"Selamat Pagi Beeva," sapa Riz lirih saat gadis itu menyuguhkan kopi di hadapan setiap orang.

Beeva hanya melempar senyum datar sekilas lalu mengabaikan pemuda itu dan kembali sibuk dengan tugasnya. Beeva kembali ke dapur untuk membantu Nona dan Nizel membawa semua menu yang akan disantap bersama ke depan.

"Bee, bisa tolong belikan telur karena Ama tidak bisa makan rendang. Kakak lupa ternyata telurnya sudah habis."

"Iya Kakak."

"Tunggu sebentar. Aku minta Riz mengantarmu biar cepat karena kios terdekat pasti belum buka," Nisel bergegas ke depan tanpa menunggu persetujuan sepupunya. Tak lama kemudian kembali dan menyampaikan kalau Riz sudah siap dengan motornya di depan.

"Kalau memang sampai pasar berarti dibeli satu kotak saja telurnya Bee."

"Baik Kak. Bee pergi dulu."

Beeva hanya tidak ingin berdebat dengan Nisel di pagi hari sehingga menuruti perkataan sepupunya dan naik ke boncengan motor Riz. Mereka sampai ke pasar tradisional yang hanya lima menit jauhnya jika dijangkau dengan kendaraan.

Sambil menunggu pedagang menyiapkan telur pesanannya Riz mencoba membuka percakapan di antara mereka, "Beeva, berapa lama kamu akan tinggal di sini?"

"Aku harus kembali untuk menyelesaikan kuliahku," sahut Beeva datar.

"Kamu kuliah di mana?"

"Di Yogya."

"Kapan kamu balik ke sana?"

"Belum tahu. Belum beli tiketnya."

Percakapan mereka terhenti karena Beeva sudah mendapatkan belanjaannya dan langsung menuju ke belakang motor sebagai tanda ia ingin cepat pulang karena Kakaknya sudah menanti.

Begitu tiba di rumah, Beeva hanya mengucapkan terima kasih dan langsung menuju dapur menemui Nona dan membantu menyiapkan hidangan terakhir dengan bahan telur agar mereka bisa sarapan karena semua orang sudah menunggu.

Tepat pukul tujuh semua menu sarapan sudah siap. Mereka semua duduk melingkari hidangan yang tersedia. Ada pilihan nasi kKakakng juga nasi putih, lalu rendang, kerupuk, daun singkong, telur goreng dan juga sambal cabai hijau.

Nisel mengajak Beeva untuk duduk di samping kanannya sedangkan Riz berada di samping kirinya. Mamak memimpin doa makan lalu mereka mulai santap bersama.

Begitu doa selesai, Nisel pura-pura pamit ke belakang dan begitu ia kembali ia tidak duduk di tempatnya semula tapi malah pindah duduk bersimpuh di samping Nona membuat Beeva lagi-lagi harus berdekatan dengan Riz.

‘Apa sih maunya Nisel. Dari awal ia selalu saja mendekatkan aku dengan pemuda ini. Kenapa juga aku benar-benar lupa dengan Riz. Tak ada satu pun kenangan yang membekas tentang kebersamaan kami,’ batin Beeva sambil makan dalam hening.

"Bee, kapan kamu berencana pulang ke Yogya?" tanya Mamak begitu mereka sudah selesai makan tapi masih duduk santai.

"Bee belum tahu Mak. Masih cek tiket dulu biar dapat yang tidak terlalu mahal," balas Beeva menatap Mamaknya.

"Cepatlah kau selesaikan kuliahmu. Seperti yang Mamak selalu ingatkan, kau hentikan kesukaanmu naik gunung itu supaya bisa cepat sekolahmu sesuai pesan Abakmu."

"Iya Mak."

"Nanti kita berbicang lagi. Arsy dan Bee mau ke makam dulu," Amanya menyela pembicaraan sang kakak dan memberikan tanda pada Beeva untuk segera mengikutinya ke dalam sambil membawa beberapa peralatan bekas makan untuk dicuci.

Sambil menunggu Amanya membersihkan diri, Beeva mencuci semua piring yang kotor termasuk peralatan bekas masak. Setengah jam kemudian Beeva sudah menggandeng Amanya dan berjalan perlahan menuju makam Abaknya.

Kurang dari sepuluh menit mereka sudah sampai di tempat tujuan dan keduanya bersimpuh dari dua sisi yang berbeda sehingga bisa saling berhadapan sambil memegang gundukan tanah hitam yang penuh dengan taburan bunga, "Abak, Bee akan kembali ke Yogya untuk menyelesaikan kuliah Bee seperti permintaan Abak. Doakan Bee agar berhasil ya Abak."

"Abak, Ama tahu pasti Abak kesepian karena sendirian tapi Abak jangan khawatir, kami mendoakan Abak selalu," ucap Arsy mengelus perlahan nisan dari suaminya.

"Bee, di depan makam Abak, Ama mau bilang kalau kami minta maaf tidak bisa lanjut membiayai kuliah kamu. Abak tidak punya banyak tabungan karena hampir semuanya sudah dipakai untuk berobat Abakmu. Kamu bisa kan mencari kerja untuk bisa menyelesaikan kuliah kamu?" pinta Amanya dengan berlinangan air mata.

"Ama…," sahut Bee denga tergesa berdiri dan pindah ke samping Ibunya dan merangkul pundak sang ibu untuk menghentikan tangisnya.

‘Rasanya begitu sakit melihat pengorbanan mereka selama ini. Aku tidak boleh mengecewakan Ama dan Abak juga,’ batin Beeva sambil merangkul sang Bunda dan mengusap lembut pundaknya.

Ada getir dan sakit yang sama yang Beeva rasakan tapi ia tidak boleh cengeng di depan Amanya. Ia harus menunjukkan kalau ia mampu. Ia harus segera mengatur rencana kepulangannya. Ia sudah punya tiket pulang hanya tanggalnya yang belum ia tentukan karena ia ingin memastikan keadaan Amanya terlebih dahulu.

"Ama jangan khawatir ya. Bee memiliki pekerjaan di sana, karena itu Bee minta maaf Ama, tidak bisa menemani Ama lebih lama. Bee harus kembali agar pekerjaan Bee tidak diberikan kepada orang lain. Mereka hanya mengizinkan Bee untuk izin seminggu saja. Bee akan berusaha memenuhi permintaan Abak dan Bee yakin Allah SWT akan menyertai Bee."

"Iya Bee. Ama tidak akan menahan kamu lebih lama di sini. Abak juga pasti mengerti kalau kamu harus menyelesaikan studimu. Ama kuat dan masih ada Kakakmu dan Abangmu yang akan menjaga Ama jadi kamu tidak usah khawatir."

"Iya Ama. Setelah ini Bee akan menyiapkan diri untuk pulang ke Yogya."

Ibu dan anak itu bercengkerama di depan pusara sang ayah hampir dua jam lamanya. Mereka bercerita diselingi dengan tangisan dan juga tawa. Walau pun berduka tapi mereka juga sadar bahwa semua manusia lambat atau cepat akan kembali bertemu dengan Sang Pencipta sehingga kesedihan yang berlarut-larut tidak akan ada gunanya.

*Bersambung*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel