Bab 9 Bertemu Teman Lama
Bab 9 Bertemu Teman Lama
Margo sedang menjentikkan jempol dan jari telunjuk kanannya berulang kali. Hal tersebut memang kerap dilakukan perempuan bersurai pirang itu saat berpikir dan mencerna sesuatu yang menggumpal di dalam hatinya, perasaan yang begitu membuatnya merasa sesak. Kini tangan kirinya memegang sebuah gagang cangkir berukuran mini, aroma kopi mocaccino menyambar-nyambar dan memenuhi ruangan bercat perak tersebut.
"Garda telah membohongiku!" keluhnya dengan mata yang nyalang.
'Bip-bip!'
HP Margo bergetar, hingga layar benda pipih itu berkedip-kedip. Margo berhenti dari aktivitas menjentikkan jari, matanya melirik nama di dalam layar, 'Ayumi'.
"Hi, Margo. Bagaimana kabarmu?"
Ayumi adalah teman Margo saat SMA di Perancis. Dia adalah perempuan keturunan China dan Perancis, tapi wajahnya lebih menuruni gen mata sipit dari ayahnya.
"Hai," balas Margo agak terkejut.
"Ada apa?" imbuhnya saat menyadari sedetik keheningan di antara dia dan Ayumi. Margo bertanya seperti itu karena merasa kalau nada bicaranya terkesan kaku.
"Huaaa ... aku ingin bertemu denganmu! Bisakah kamu datang ke Taruko cafe&resto? Aku akan menunggumu di sana, tidak pakai tapi dan tidak pakai lama. Ok?"
"Tunggu ..." protes Margo dan sayang sekali Ayumi sudah mematikan sambungan telepon tersebut.
Margo seperti terpaku beberapa saat. Dia tengah berusaha menyadarkan dirinya.
"Apa yang Ayumi lakukan di Bukittinggi? Kenapa dia menyuruhku kesana? Dan kalimat terakhir dari Ayumi itu ... sangat meyakinkan kalau itu memang dia!" desah Margo dengan berkacak pinggang dengan tangan kanan dia arahkan pada mulut untuk menggigiti kuku jemari tangan kanannya.
Margo mengingat kembali kalimat terakhir dari Ayumu, 'tidak pakai tapi dan segera untuk pergi ke cafe resto Taruko.'
'Bip'
Margo menilik layar HP-nya lagi. Pesan dari Ayumi.
[Wear a sexy dress! After that, I'll take you to the club, OK?]
[Pakai pakaian yang seksi! Aku akan mengajakmu ke klub setelah dari sana, okay?]
Margo terkekeh setelah membaca pesan singkat dari sahabat SMA-nya itu. Ayumi memang gadis yang periang, juga mudah bergaul. Di mana pun dia berada, Ayumi akan mencari titik tergelap kota, alias klub malam. Margo di mata Ayumi adalah gadis udik yang takut akan seks namun, gadis bermata sipit itu tahu kalau sahabatnya tidak akan pernah bisa untuk menolak ajakannya!
Tersebab Ayumi adalah satu-satunya teman yang mau mengunjungi Margo saat dirinya terkena penyakit cacar. Margo tidak punya banyak teman, dia bahkan kerap menjadi korban bully di sekolah, hanya gara-gara Margo tidak sekali pun terlihat melakukan seks di sekolah SMA-nya. Bagaimana Margo mau melakukan hal itu? Dia tengah berada pada fase trauma!
Setelah menyadari kalau Ayumi sekarang benar-benar berada di Bukittinggi dan tengah menunggunya, Margo pun langsung pergi bersiap. Namun ada yang mengganjali hatinya, yaitu berpakaian seksi.
Sekarang Margo sedang berdiri di depan cermin rias. Dia tengah mematut dirinya namun, rasa percaya diri perempuan berhidung bangir itu sangat minim kali ini, sebab dia merasa tidak nyaman mengenakan pakaian yang membalut tubuh langsingnya tersebut.
"Ah apa aku benar-benar akan mengenakan pakaian seperti ini?" gumamnya. Dress hitam dengan bahan kurang itu ... maaf karena beberapa orang menyebutnya demikian. Dan Margo benar-benar insecure.
Pakaian yang dikenakan oleh Margo adalah pemberian dari Ayumi, sebagai tanda perpisahan mereka saat SMA. Harganya serupa satu unit sepeda motor, hingga Margo masih tetap menyimpannya. Seingat Margo dia sudah mengenakan gaun tersebut saat diminta oleh Garda beberapa tahun yang lalu untuk menari eksotis di dalam kamar. Hanya Garda yang melihatnya.
Dalam perjalanan mengendarai Fortuner, Margo masih sempat terpikir pada Garda. Menimang-nimang, apa dirinya harus meminta izin kepada suaminya atau tidak. Setelah cukup lama berpikir akhirnya sambil menyetir, Margo mengetik pesan untuk Garda.
[Aku pergi menemui teman lama. Makanan sudah kusiapkan dan kuletakkan di dalam kulkas, kamu tinggal memanasinya saja nanti.]
Margo merasa lebih lapang, paling tidak dia berpikir kalau dirinya bukanlah tipe istri penelantar suami.
[Iya, Sayang. Buatlah dirimu bahagia dan malam ini mari kita bercinta!] Garda membalas pesan dari Margo dengan tersenyum jahil. Dia sungguh membayangkan wajah istrinya tersipu ketika membaca pesan singkat darinya tersebut.
Margo tersenyum miring, meskipun sesaat seperti ada aliran listrik menyentakkan dirinya dan bulu-bulu pada tubuhnya meremang hanya dengan membaca pesan dari Garda.
Margo merasa sudah lama tidak mengunjungi Taruko Cafe Resto. Dia menggoyang-goyangkan kepalanya dengan diiringi musik Jaz yang berdentum dari alat pemutar musik di dashboard mobilnya.
Sebuah alunan itu seolah-olah menghantarkan Margo pada suatu dimensi kenyamanan yang luar biasa.
***
Nobody stands in between me and mu man, it's me
And Mr Jones (Me and Mr Jones)
What kind of fuckery is this?
You made me miss the Slick Rick gig (oh Slick Rick)
You thought I didn't love you when I did (when I did)
Can't believe you played me out like that (Ahhh)
***
Brass section yang mengiringi sepanjang lagu dari Amy Winehouse tersebut kata orang mampu merangsang untuk menemukan ide atau mendamaikan diri sendiri.
Margo sendiri memang menyukai lagu 'Me & Mr Jones' itu, seakan dia membayangkan tentang sosok laki-laki lain yang mendayukan sampan pada perahu yang dia naiki bersama Garda. Ya, lagu tersebut seakan mengajarkan tentang sebuah perselingkuhan bagi penikmatnya.
Melewati beberapa pohon Akasia yang berjajar di kanan dan kiri jalanan, Margo menjadi semakin terhanyut dengan suasana segar alam Bukittinggi. Perempuan bersurai pirang itu menyandarkan punggungnya dengan sangat rileks pada sandaran tempat duduknya.
"Masih satu kilometer lagi!" desahnya setelah melihat papan banner penunjuk arah untuk sampai ke Taruko Cafe&Resto yang berlokasi di kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Rumah Margo yang berada di pusat kota Bukittinggi harus menempuh perjalanan selama hampir setengah jam untuk sampai di Taruko Cafe Resto dan itu bukanlah perjalanan yang melelahkan baginya, tersebab Margo sudah membayangkan panorama alam yang akan dilihatnya sesampainya di sana nanti.
Jalanan yang berkelok-kelok tak menyurutkan sedikit pun kemantapan hati Margo untuk menemui Ayumi. Batinnya benar-benar terasa lapang, saat mata hazelnya menangkap pemandangan indah berupa aliran bening sungai-sungai kecil dan pepohonan berukuran besar di sepanjang perjalanan yang merupakan lembah Maninjau dari gugusan Ngarai Sianok dan Tabiang Takuruang.
"Tak kusangka, aku akan ke tempat itu tanpa Garda," desahnya setelah tadi memutuskan mengambil arah ke Ngarai Sianok.
Biasanya memang Margo dan Garda selalu bersama mengunjungi tempat ngopi dan makan tersebut, ditambah Garda juga mendistribusikan beberapa kopi dari perkebunannya untuk Taruko Cafe Resto.
Mata Margo membesar saat melihat persimpangan kecil yang di mana di pinggir jalan tersebut terdapat banner bertulis '500 meter lagi Taruko Cafe Resto' Margo pun menarik seulas senyum.
'Bip-bip'
Sebuah pesan dari Ayumi masuk pada HP milik Margo, tangan kirinya pun menggeser layar berukuran 10x35 cm tersebut.
[Jangan bandel, kamu harus berpakaian seksi. Kalau kamu mau menemuiku.]
"Cccckk ...!" seru Margo menertawakan Ayumi yang selalu setia pada apa yang telah diucapkannya.