Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 20 Aku Sangat Mencintaimu Sayang

Bab 20 Aku Sangat Mencintaimu Sayang

Mata Garda melihat kedatangan istrinya, dengan sigap dia segera menghentikan aktivitasnya tersebut. Margo menarik bibirnya serupa garis lurus dengan otot yang menegang karena merasa suaminya sedang marah padanya. Melihat Margo yang terdiam mengamatinya–kikuk, hingga mirip anak-anak yang ketahuan melakukan kesalahan, Garda tersenyum miring.

"Kemarilah, Sayang!" ajak Garda merentangkan kedua tangannya.

Margo segera menghampiri lelaki yang telah dinikahinya sembilan tahun tersebut dan Garda mulai membimbing tangan Margo agar memberikan kenyamanan atas dirinya.

Dengan sangat lihai dan menikmati simfoni erangan yang bersahutan, keduanya terbuai dalam roman pernikahan disertai napas yang terengah-engah. Setelahnya, tangan besar Garda meletakkan shampo pada rambut Margo, hingga segera mengusap-ngusapnya agar busanya menjadi semakin banyak.

"Terimakasih, Garda!" gumam Margo yang hatinya ditumbuhi bunga-bunga.

Kini tangan kekar suaminya mengambil handuk putih yang terlihat di atas sisi bersih kamar mandi. Dengan sangat lembut, Garda mengusap-ngusap rambut Margo yang basah dengan handuk berbulu lembut tersebut. Hingga Margo merasa sangat senang akan waktu yang berbaik hati seakan menyuguhkan kebahagiaan baginya. Dia sangat bersyukur tersebab Garda sangat mencintainya.

Seusai melihat rambut Margo mengering, Garda segera memeluk tubuh istrinya dan membenamkan wajahnya di tubuh perempuan bersurai pirang itu.

"Kamu wangi!" seru Garda menghidu aroma tubuh istrinya.

Garda terkekeh pelan, semakin dibenamkanlah wajahnya di tubuh wanita yang begitu membuatnya tergila-gila tersebut. Hingga hidung bangirnya terus menghidu aroma tubuh istrinya yang kerap membuatnya bergairah. Mendapatkan perlakuan demikian, Margo tersenyum dan membelai lembut kepala suaminya dengan sayang.

"Garda," ucap Margo hati-hati.

"Hmm ..." balas Garda dengan gumaman.

"Bagiamana jika kita tidak bisa memiliki anak?" tanya Margo ragu-ragu dengan suara seperti kucing yang mengerang pelan tersebab takut.

Garda mengangkat kepalanya untuk melihat kepada istrinya.

"Jangan terlalu dipikirkan! Insya Allah nanti kita juga akan segera dikaruniai seorang anak," cetus Garda optimis.

"Aku juga berharap begitu. Hmm, seandainya aku tidak bisa memberikanmu seoranga anak, apa kamu akan tetap mencintaiku?" tanya Margo lagi.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu?" balas Garda agak emosi.

"Sampai kapan pun aku akan tetap mencintaimu, Margo. Ada anak atau tidak, cintaku padamu tak akan pernah berkurang," imbuhnya lagi dengan sangat lugas.

"Benarkah itu, Garda?" tanya Margo sembari membelai wajah suaminya.

"Ya, aku berjanji padamu. Aku tidak akan mengkhianati cinta dan pernikahan kita!" tekad Garda dengan pupil mata yang melebar. Sejenak Margo merasa yakin dengan pernyataan suaminya, akan tetapi dewi batinnya menertawakan dirinya yang kemarin terjatuh dalam pelukan hangat Bastian.

"Terima kasih, Garda!" cicit Margo yang segera memeluk suaminya untuk menepis jarak di antara keduanya. Dalam sesaat, batinnya merasa lega, tersebab Garda mencintainya dengan sangat banyak. Hingga mampu mengabaikan percik api perselingkuhan yang dirinya pernah lakukan.

Garda mengelus punggung istrinya dengan sayang, lembut sekali. Dia tahu apa yang mengganggu pikiran perempuan tersebut. Meski lelaki bertubuh tegap itu juga tidak bisa berbuat banyak, karena keduanya sudah berusaha sebisa mungkin.

"Sebaiknya kita sarapan!" anjur Garda mengelus rambut Margo yang masih agak basah.

Margo mengangguk setuju. Tersebab cacing-cacing di perutnya sudah melakukan demonstrasi massal, meminta asupan makanan yang bergizi. Masih di dalam pelukan suaminya, perempuan tersebut malah semakin merapatkan dirinya pada Garda. Dia ingin mengingat dengan sangat banyak aroma tubuh lelaki yang telah membersamainya selama sembilan tahun pernikahan tersebut. Garda tersenyum dan memejamkan matanya sejenak, lalu juga mengeratkan tubuhnya pada Margo.

"Ayo lomba berganti pakaian. Siapa yang kalah, harus memasakkan sarapan untuk yang menang!" ujar Garda tergesa-gesa melepaskan pelukan di antara mereka.

Margo terkesiap dan mengerucutkan bibirnya. Dia membayangkan dirinya yang selalu saja kalah, tatkala diajak lomba tak bermutu yang selalu dicetuskan tiba-tiba oleh Garda, akan tetapi dirinya diliputi kelegaan karena paginya yang indah semerbak. Garda menyadari perubahan air muka istrinya dan segera mengecup singkat bibir Margo hingga perempuan bersurai pirang itu kepalanya terhuyung ke belakang.

"Selamat Pagi!" seru Garda berteriak dan mulai setengah berlari untuk keluar dari kamar mandi.

"Selamat Pagi!" balas Margo lemah dengan raut wajah yang merona dan mata menyipit sesaat.

Garda telah menunggu di ruang makan dengan secangkir kopi hitam yang aromanya menyambar-nyambar indera penciuman dan seluruh ruangan lantai bawah rumahnya. Margo mendesah sembari berjalan lesu ke arah dapur.

"Hei, apa aku membuat pangkal pahamu menjadi nyeri, Sayang?" sindir Garda dengan kekehan pelan.

"Pertanyaan macam apa itu? Kukira kamu bahkan tak peduli akan hal itu!" gerutu Margo yang memang merasakan sangat nyeri pada pusat tubuhnya, tersebab Garda pagi ini mengajaknya naik perahu dengan mendayung sampan sangat kuat sekali.

Garda menatap lekat mata hazel milik istrinya, "Lain kali aku akan melakukannya hati-hati. Kumohon maafkan aku, Sayang! Bukankah kita harus berusaha?" kata Garda dengan suara yang parau tersebab belum ada cairan yang memasuki kerongkongannya pagi ini.

Wajah Margo bersemu merah, tanpa sadar dia menggigit bibirnya. Pelan sebuah anggukan persetujuan terlaku olehnya, hingga Garda menyukai pemandangan tersebut.

"Tolong jangan menggigit bibir, Sayang! Aku sedang lapar, dan aku butuh stamina untuk memuaskanmu," tukas Garda menahan tawa tersebab cacing-cacing di perutnya bernyanyi 'krucuk-krucuk!'

Seketika Margo meringis, pusat tubuhnya berdenyut akibat perkataan suaminya yang cenderung mesum. Wajahnya bersemu kembali, "Aku akan buat sarapan dan kumohon jangan mengganggu atau kamu tidak akan mendapatkan sarapan," desis Margo mengabaikan tatapan lapar penuh nafsu dari suaminya.

"Baiklah, Sayang! Tapi jangan lebih dari sepuluh menit!" tawar Garda mendesah.

Garda terus mengamati punggung istrinya. Dia membayangkan tubuh yang dibalut kaos putih ketat dan celana pantai tersebut melengkung akibat ulahnya. Samar, Garda menggulung senyum dan menggeleng, menyadari pikirannya yang terlampau mesum.

Saat mengambil kismis, Margo berbalik. Sekilas dia melihat suaminya yang senyam-senyum tak jelas. Seketika perempuan yang memakai bando berbulu lembut merah muda dengan aksen bunga lili itu mengernyitkan dahinya. Terheran-heran dengan tingkah ajaib suaminya.

"Ada apa?" desis Margo menatap garang pada Garda.

Garda menekuk mulutnya, lalu menggeleng penuh arti. "No bad, Sayang. Aku hanya sedang membayangkan indahnya dirimu!" akunya mengangguk dengan menaikkan satu alisnya dengan riang.

"Dasar!" tukas Margo yang tidak bisa menutupi sikapnya yang grogi dan wajah bersemunya itu.

Margo meletakkan kismis bersama racikan biji gandum yang telah diopen sebelumnya, lalu tangan kirinya menuangkan susu putih segar. Beberapa irisan pisang, strawberry, kacang almond, juga turut memenuhi mangkuk besar putih polos yang berada dalam kuasanya tersebut.

"Kamu mau membuat sereal?" tanya Garda menerka.

Margo mengangguk tanpa menoleh pada suaminya. Dia asyik mengaduk makanan yang sudah menggugah air liurnya. "Apa kamu mau makanan yang lain?" tanya Margo kemudian.

"Hmm, bagaimana kalau omelette?" imbuh Margo.

"Boleh, Sayang. Pakai telor ayam kampung saja, ya!" saran Garda.

"Atau telor bebek?" tawar Margo menahan senyumnya.

"Jangan, aku ingin telor ayam kampung saja. Tolong panggangkan roti dengan selai cokelat kacang!" pinta Garda.

"Kukira telor bebek bikin kamu kuat!" bisik Margo berbalik tiba-tiba untuk menghadap pada Garda, dengan satu punggung tangan dia dekatkan pada mulut.

"Hahhaha, astaga ... kamu tahu staminaku, Sayang! Aku sedang ingin telor ayam kampung kali ini, lain kai saja buatkan aku jamunya!" seru Garda tertawa.

Bunyi langkah kaki terdengar saat Garda menghentikan tawanya. Hingga Margo dan suaminya saling pandang penuh arti.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel