Bab 19 Maafkanlah Aku!
Bab 19 Maafkanlah Aku!
Saat pagi Margo terbangun, gendang telinganya mendengar suara alarm dari jam walker yang berada di atas nakas, samping tempat tidurnya. Badan langsingnya menggeliat dan mulai meluruskan kakinya. Tangan kurusnya bergerak malas meraih benda penunjuk waktu yang berdering keras tersebut. Tubuh ringkihnya pun beringsut untuk segera mematikan dering yang memekakkan indera pendengarannya.
"Astaga aku tidur dalam keadaan telanjang!" keluh Margo merasakan badannya begitu dingin disapu udara yang mengalir dari air cinditioner saat selimut berbulu lembut yang dikenakannya tersibak akibat pergerakan yang dia lakukan.
"Sayang kau sudah bangun?" sapa Garda yang membelai lengan Margo dengan sayang.
Sejenak Margo bergeming tanpa berkedip. Dia begitu tak menyangka suaminya semalam tidur di atas ranjang yang sama dengan dirinya.
"Beri aku one kiss, Sayang!" pinta Garda tersenyum jahil dengan mata yang nanar.
Margo tertegun dengan posisi masih mengamati Garda. Perlahan sebuah senyum mengejek dia hamparkan, sesungguhnya lengkungan bibir istri Garda itu adalah sebuah alasan dari kekecewaannya semalam.
"Ayo mendekat, Sayang! Aku sepertinya akan bolos kerja hari ini, " bujuk Garda meraih pinggang langsing Margo.
Margo megerjap, dia tidak ingin air matanya tumpah karena terharu dan kesal sekaligus.
'Apa aku harus marah dengan suamiku?' tanya Margo dalam hati.
"Jangan marah, Sayang! Aku semalam hanya ingin memberimu kejutan dan ingin bercinta semalaman setelah menyelesaikan beberapa file yang kubawa pulang, akan tetapi saat aku kembali kamu sudah tertidur," desah Garda menjelaskan.
Margo memandang lekat suaminya, seolah-olah ragu akan pernyataan yang dilontarkan dari bibir suaminya. Sejurus kemudian istri Garda tersebut tertawa getir, hingga sosok lelaki di hadapannya mengerutkan kening.
"Hei, ada apa? Tolong maafkan aku, Sayang. Please ... ku mohon!" pinta Garda dengan mata yang penuh harap.
Margo menggeleng lemah.
"Kamu tak mau memaafkanku?" tanya Garda cemberut.
Perlahan senyuman terbit dan melengkung sempurna di bibir tipis Margo.
Kini Margo menatap mata Garda sangar lekat, "Tidak apa-apa, Garda. Aku senang mengetahui kalau yang kutangisi semalam adalah bukan kenyataan. Dan ..."
Seketika Garda merasa lega, tetapi
mengetahui kalau istrinya tidak melanjutkan perkataannya membuatnya risau.
Garda menaikkan kedua alisnya, "Dan?" cecarnya geram menunggu kelanjutan kalimat dari Margo.
"Dan kata dokter rahimku sehat. Saat ini aku sedang dalam kondisi subur," cicit Margo mengulum senyumnya malu-malu.
Garda tersenyum simpul mendengar kabar baik itu, "Aku tahu semua akan baik-baik saja, Sayang!" ujarnya mendekat ke arah Margo dan mengecup singkat bibir tipis istrinya.
Margo tersenyum getir. Dia ingin mengatakan tentang siapa yang mandul di sini, tetapi jauh di dalam lubuk hatinya, perempuan yang matanya sembap itu tak ingin menyakiti hati suaminya. 'Toh semuanya ada solusinya, kan?' bisiknya dalam hati. Mengubah infertillitas menjadi kesuburan akan mampu dijawab dengan teknologi. Setidaknya pikiran itu selalu dia tanamkan dalam benaknya.
"Tapi bagaimana jika Ibu ...?" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, bibir Margo sudah dilahap oleh Garda dengan sangat antusias dan intim. Pagutan yang dalam sekaligus menuntut.
"Sssttt ... kita akan segera memberikan Ibu cucu," desah Garda saat sejenak pertukaran saliva mereka terjeda.
Garda memeluk tubuh Margo dengan sangat posesif, lidahnya menari liar untuk mendemostrasikan air liurnya pada tiap jengkal lekuk tubuh istrinya. Dengan gusar dan tak melepas pagutan pada bibir perempuan yang rambutnya semrawut itu, tangan liatnya membuka pakaiannya.
"Garda," bisik Margo dengan gaya sensual yang makin membuat dirinya semakin menarik di mata Garda.
"Apa, Sayang?" tanya Garda penuh cinta dengan mata yang berbinar.
Margo memejamkan matanya sembari tersenyum dan menggeleng.
"Bukankah kamu ingin memberikan Ibu cucu, huh?" cecar Garda dengan suara berat akibat kabut gairah yang menguasainya.
Margo mengangguk, akan tetapi kemudian menggeleng kuat.
"Ya aku memang ingin, tapi jangan sekarang, ya?" gumamnya yang tak kuasa menahan hasratnya untuk buang air besar.
"Kamu kentut?" desak Garda saat hidung mancungnya tertusuk bau busuk yang menyekat.
Margo nyengir, "Kan sudah kubilang tadi,"
Garda segera duduk dan menyumbat hidungnya, setelah melihat Margo berlari tanpa busana ke kamar mandi dia tersenyum geli sembari mengibas-ngibaskan tangannya menghalau aroma kentut yang menyelimuti udara kamarnya . "Astaga kamu lucu, Margo. Padahal aku pengen," desahnya mengerucutkan bibir dengan tangan yang beralih untuk menyugar rambut hitamnya ke belakang.
"Jangan lupa mandi, badanmu bau!" teriak Garda menggoda istrinya.
"That's right!" teriak Margo sembari mengeratkan otot duburnya untuk segera mengeluarkan kapsul kuning yang mendesak keluar dari saluran pencernaannya.
"Ahhh," desah Margo merasa lega. Dia mulai mengendus-ngendus aroma tubuhnya dan mengeryitkan hidungnya sendiri.
"Asataga, aku bau alkohol!" erangnya menggeleng.
Garda memilih untuk duduk di atas meja rias dan menempeli bulu halus di wajahnya dengan cream untuk bercukur.
Suara gemericik air yang berasal dari dalam kamar mandi menjelaskan kalau Margo memulai ritual membersihkan diri.
Dengan langkah mengendap-ngendap Garda membuka pintu kamar mandi untuk merealisasikan keinginan jahilnya yaitu bercinta di dalam kamar mandi.
"Wah, bau apa ini?" goda Garda yang membuat tubuh Margo berjengit akibat merasa kaget akan tingkah suaminya tersebut.
"Tidak, aku tidak bau!" tukas Margo tanpa ingin membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan sang suami.
Garda terkekeh dan mulai berjalan menuju istrinya dengan darah yang bedesir hebat akibat gairahnya yang kembali bergolak. Perlahan dengan sangat lembut dia menghidu aroma tubuh Margo. Wangi sabun mandi cair yang selalu sama dan membuatnya candu, lavender.
Cumbuan itu makin intens, hingga Garda sudah memosisikan wajahnya untuk berhadapan dengan Margo. Lelaki yang masih memakai boxer berwarna nila tersebut mengecup sesuatu yang pantas untuk dikecupnya dan membuat tubuh istrinya bergetar karena ingin mendapatkan pelepasannya.
"Jadi kamu ingin ku mandikan, huh? Kamu benar-benar membuatku merasa gemas, Sayang!" bisik Garda pada telinga Margo dengan desahan napas dan suara yang sensual.
Seketika wajah Margo bersemu merah dan tangan kurusnya tanpa sadar ingin mendorong tubuh Garda untuk menjauh darinya.
Hingga membuat Garda terperangah dan menaikkan kedua alisnya sebagai kode, 'ada apa?'
"Jangan menuduhku! Aku bisa mandi sendiri," balas Margo lemah dengan perasaan yang entah.
"Baiklah kalau kamu ingin mandi sendiri," tukas Garda merajuk dan mulai memunggungi istrinya.
Margo tersenyum getir, mengabaikan lututnya yang terasa melemas. 'Seharusnya aku yang marah, tapi kenapa malah Garda?' ujarnya dalan hati merasa makan buah simalakama.
Tetes-tetes air nampak berjatuhan dari rambut Margo yang basah. Setelah berpikir ulang, Margo akhirnya berjalan untuk mendekati suaminya. Dia ingin merayu sekaligus menikmati apa yang seharusnya dinikmati selayaknya pasangan suami istri.
Margo hampir menjerit kala melihat Garda tengah mengerang dengan mengurut senjatanya. Sejenak dirinya diliputi perasaan iba.
Tangan ringkihnya memeluk Garda, "Maafkan aku, Garda. Cairan cintamu pasti sudah matang. Ini sudah tiga hari semenjak sesi percintaan kita waktu itu," gumam Margo yang mulai menggigit bibirnya.
"Apa yang kamu lakukan?" gertak Garda dengan suara beratnya.
