Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Hubungan yang Rumit

Bab 1 Hubungan yang Rumit

"Istrimu itu mandul, Garda!" sergah sang ibunda saat melihat anak lelakinya begitu terlihat bodoh di matanya. Garda sedang mencuci piring, sekedar membantu Margo yang tengah sibuk membeli peralatan memasak untuk kursus membuat salad besok.

"Ibu," tukas Garda dengan mata yang basah, nada suaranya bergetar. Ubin yang menjadi tempatnya berdiri seolah sangat licin dan dengan satu pergeseran kaki, cukup mampu membuatnya terjatuh.

Garda memilih diam, membeku di tempatnya berdiri. Benar-benar pilihan yang cerdas. Dia tak sanggup untuk memperlihatkan rona nelangsa pada sang ibu, apalagi amarahnya.

"Berhentilah mencuci piring, Garda! Kamu bukan pembantu, ke sinilah ada beberapa yang ingin ibu perlihatkan padamu!" ujar Lasmini dengan sangat lugas dan bernada memerintah tanpa mau dibantah.

Garda menurut, biar bagaimanapun titah ibu adalah keramat baginya. Dulu dia sudah sangat menentang–perjodohan. Sekarang waktunya berbakti, begitu pikirnya.

Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Garda lebih dulu mengelap tangan basahnya, lalu memutar tubuh yang mulai dapat dia kuasai, menuju tempat Lasmini duduk dengan sangat anggun di atas sofa empuk kain berwarna cokelat keemasan.

"Ada apa, Bu?" tanya Garda hati-hati.

“Mulai sekarang kamu harus dengar dan lakukan apa yang ibu katakan padamu. Sudah cukup kamu melakukan semuanya sesukamu selama ini. Karena perbuatanmu, keluarga kita menjdai gunjingan orang lain. Apa kamu tidak sadar akan hal itu?”

“Bu, bukanlah kita sudah membahas ini sebelumnya?”

“Ya, dan ibu sudah tidak tahan lagi dengan semua itu. Kamu seharusnya bisa mengatasi masalah tersebut. Tapi, lihat ... apa kamu mengatasinya? Tidak. Kamu tidak mengatasi masalah itu. Kamu justru terlihat menikmati semua itu.”

“Bu, seperti itu kita harus bersabar. Tidak bisa dipaksakan sepenuhnya. Karena ini, kuasa yang di atas. Bukan kita yang menentukan,” elak Garda memberikan pengertian.

“Ibu tahu itu. Tapi, juga harus berusaha.”

“Berusaha? Aku sudah berusaha, Bu. Tapi, nyatanya kami memang belum diberi kepercayaan.”

“Halaahh ... itu jawaban terbodoh yang ibu dengar. Kamu bisa mendapatkan keturunan jika kamu mengikuti apa perkataan ibu dulu. Tapi, kamu justru memilih berdasarkan pilihanmu sendiri. Sekarang lihat apa yang terjadi? Sembilan tahun sudah usia pernikahan kamu, tapi kamu, belum memiliki keturunan. Istrimu itu mandul, Garda. Mandul!”

“Bu ...”

“Sekarang, Ibu ingin kamu mengikuti perkataan Ibu. Menikahlah dengan gadis pilihan ibu. Dia akan memberikan keturunan yang baik untuk kamu.”

Bagai disambar petir, Garda terkejut dengan kalimat yang ibunya katakan. Bagaimana bisa perempuan yang dia hormati melayangkan pernyataan yang tidak masuk akal. Saat ini dirinya bahkan sudah memiliki istri, namun dengan entengnya sang ibu menawarkan gadis lain untuk dia nikahi.

“Astaga Ibu ... Bu ... aku laki-laki beristri. Di mana nurani Ibu saat mengatakannya? Bagaimana kalau Margo mendengarnya, Bu? Apa Ibu tidak memikirkan perasaannya? Dia menantu Ibu. Seharusnya Ibu—”

“Seharusnya Ibu apa? Yang seharusnya memikirkan perasaan itu dia, Garda. Margo harusnya tahu diri kalau dia tidak bisa memberikan keturunan untuk kamu. Dia itu mandul!”

“Bu ... Margo tidak mandul. Kami sehat dan baik-baik saja.”

“Kalau kalian sehat, lantas kenapa tidak ada bukti yang menunjukkannya?” cecar Lasmini. Dia terus memojokkan Garda hingga membuat laki-laki itu mengurut kedua pelipisnya. Ibunya benar-benar telah menambah satu pikiran lagi untuknya. “Sudah ... mulai sekarang kamu harus mengikuti apa yang Ibu katakan. Besok, temui gadis itu. Ibu akan atur pertemuan itu untuk kalian.”

“Bu ... ak—”

“Ibu tidak mau dengar alasan kamu, Garda.” Lasmini memotong ucapan anak laki-lakinya itu dengan cepat. Lalu berdiri dan pergi dari rumah milik Garda itu, membiarkannya dengan pikiran yang kalut.

Garda tidak bisa berbuat banyak kali ini. Dirinya tidak akan bisa melawan sang ibu jika sudah seperti itu. Lasmini tidak akan membiarkan Garda melawannya. Jika dia melawan, ibunya itu pasti akan berbuat sesuatu yang akan semakin menambah masalah untuknya.

Garda pun mengacak rambutnya karena tidak bisa menemukan jalan keluar untuk masalah yang dia hadapi. Sekarang apa yang harus dia lakukan?

Di sisi lain, Margo baru saja pulang dari pasar. Perempuan tersebut membawa beberapa kantong plastik yag dia tenteng di kedua tangannya. Kantung-kantung itu berukuran besar yang membuat langkahnya terasa berat. Melihat hal itu, Garda segera menghampirinya. Lalu meraih kantung belanjaan itu.

“Kamu kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?” selidik Margo yang melihat raut wajah Garda kusut, masam.

“Tidak. Tidak ada sesuatu yang terjadi,” elak Garda. Dia tidak ingin Margo tahu jika ibunya, datang ke rumah mereka.

“Benarkah?”

Garda menganggukkan kepalanya pelan. “Ya, tidak ada sesuatu yang terjadi,” tegasnya meyakinkan.

Margo berusaha untuk memercayai ucapan suaminya itu. Namun, pemandangan yang tadi dilihatnya, membuatnya urung. “Tadi, aku melihat Ibu keluar dari pekarangan rumah kita.”

***

Garda adalah seorang anak dari seorang perempuan bernama Lasmini yang menikahi laki-laki yang masih memiliki darah keturunan keraton Solo. Ibunya bukanlah wanita asli Bukittinggi, melainkan keturunan Jawa asli, tepatnya Ngawi. Dia diajak pindah oleh Sunaryo ke Sumatera karena menghindari teror dari keluarga keraton Solo.

Saat itu Sunaryo melakukan perbuatan yang akhirnya terdengar sampai ke telinga keluarga keraton, dan dengan tidak terhormat, Sunaryo diusir begitu saja. Sementara Lasmini, merupakan anak orang kaya yang tinggal di dekat petilasan DR. Radjiman Widyodiningrat, dia masih terhubung kerabat dekat keraton Solo. Saat kuliah di Jogja, di situlah awal pertemuannya dengan Sunaryo dan berjanji akan menikah suatu hari nanti.

Sunaryo menjadi laki-laki biasa karena dibuang keluarganya, tetapi keluarga Lasmini tetap menganggap memantunya adalah anak baik-baik yang memilih untuk hidup bebas dari peraturan yang ketat. Itulah sejarah singkat keluarga Garda.

Garda sendiri adalah anak yang lahir di Bukittinggi, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dia cenderung kurang patuh pada apa yang menjadi aturan di keluarganya sejak kecil, termasuk menentang perjodohan yang dilakukan kedua ornag tuanya.

Kala itu kedua orang tua Garda berniat menjodohkannya dengan anak salah satu rekan bisnis Sunaryo. Nmaun, rencana itu ditentang Garda dengan cara laki-laki itu meninggalkan Bukittinggi. Merantau ke Jawa untuk melepaskan diri dari desakan kedua orang tuanya.

Di perantauan itu, Garda bertemu dengan Margo di sebuah restoran. Saat itu, dia bersama dengan teman-teman satu kantornya sedang makan siang dan tidak sengaja menabrak Margo yang sedang membawa tray yang berisi pesanan makanan pelanggannya.

Margo sendiri adalah pegawai part time di restoran itu. nN’asnya lagi, hari di mana kejadian itu berlangsung adalah hari pertamanya bekerja, dan Garda mengacaukannya. Dengan menahan geram, Margo mengucapkan permintaan maaf telah mengotori kemeja yang dikenakan Garda.

Dari pertemuan tersebut, akhirnya membuat Garda yakin untuk menjadikan Margo sebagai teman hidupnya. Pendamping yang sempurna untuknya. Namun, apa yang Garda harapkan tidak pernah berjalan mulus. Peristiwa beberapa tahun yang lalu, ternyata menyisakan rasa yang tidak pernah padam. Kedua orang tuanya menentang keinginannya. Ya, mereka menentang keinginan Garda. Terutama Lasmini. Dia adalah penentang terbesar hubungan Garda dan Margo.

Alasan yang diberikan ibunya itu sungguh membuat Garda tidak habis pikir. Ibunya tidak merestui hubungan itu karena Margo bukan keturunan pribumi. Maro adalah perempuan berdarah campur, Bali-Perancis. Ayah Margo, Alexandre Steve adalah laki-laki berkebangsaan Perancis yang menikah dengan Ria Rindi Kumalasari, dara dari Bali yang sangat anggun.

Sayang, Margo bukan ibunya, dia cukup nyaman dengan kebudayaan sang ayah. Masa sekolah dasar hingga SMA, dia habiskan di Perancis. Baru saat kuliah, dia pindah ke Indonesia bersama ayah, ibu, dan kedua adiknya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel