Ringkasan
Di dunia bernama Zhenlong, para kultivator berlomba-lomba mencapai puncak kekuatan. Setiap individu berjuang menembus batas tubuh, jiwa, dan pikiran melalui perjalanan yang penuh bahaya dan pengorbanan. Tingkatan kultivasi dimulai dari Bumi, Langit, Surga, Kaisar, Pertapa, Pertapa Suci, Spiritual, Dewa, Dewa Bumi, Dewa Langit, hingga Kaisar Dewa. Masing-masing tingkatan terdiri dari sembilan tahap, dan setiap tahap mengubah tubuh dan jiwa menjadi lebih kuat. Namun, mencapai puncak bukanlah akhir; terdapat tingkatan yang lebih tinggi yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang benar-benar memahami rahasia dunia ini. Tokoh Utama: Tokoh utama, seorang pemuda bernama Shin Hayato, adalah yatim piatu yang tumbuh dalam bayang-bayang tirani klan besar di Benua Timur. Setelah desa tempat tinggalnya dihancurkan oleh perang antarklan, Hayato memutuskan untuk menjadi kultivator terkuat agar bisa menghentikan kekacauan yang terjadi di dunia. Berbekal kitab kuno yang ditemukan di reruntuhan, ia memulai perjalanannya menuju kekuatan yang tak tertandingi.
Bab 1. Awal yang Tak Terlihat
Hayato memulai harinya seperti biasa di Desa Kirigane, desa kecil yang damai di pinggiran Benua Timur. Kehidupan sederhana di desa itu memberinya rasa tenang, meskipun ia tahu bahwa di luar sana, dunia dipenuhi para kultivator kuat dan kekuatan besar yang saling bertarung untuk kekuasaan.
Namun, kedamaian itu sirna ketika pasukan klan besar datang menyerbu desa, mencari seorang pemberontak yang bersembunyi di antara penduduk. Tanpa belas kasihan, pasukan itu membakar rumah-rumah, membantai penduduk, dan meninggalkan jejak kehancuran. Hayato, yang berusaha melindungi seorang anak kecil, terluka parah dan hampir tewas.
Dalam pelariannya, ia tersesat di sebuah gua misterius yang tersembunyi di tengah hutan lebat. Di dalamnya, ia menemukan sebuah kitab kuno yang bersinar samar di atas altar batu. Kitab itu berjudul Kitab Bayangan Abadi, sebuah artefak yang katanya diciptakan oleh kultivator legendaris yang mampu menyembunyikan keberadaannya bahkan dari para Dewa.
Dengan luka-lukanya yang hampir merenggut nyawa, Hayato memutuskan untuk menggunakan isi kitab itu sebagai jalan terakhirnya untuk bertahan hidup. Teknik pertama yang ia pelajari adalah Teknik Napas Bayangan, yang memungkinkan tubuhnya menyerap energi dari sekeliling tanpa mengandalkan makanan atau obat-obatan. Teknik ini menyelamatkan hidupnya dan menjadi dasar perjalanan kultivasinya.
Di gua itu, Hayato bersumpah bahwa ia tidak akan lagi menjadi korban. Ia akan melatih dirinya, menembus batas setiap tahap, dan suatu hari menjadi sosok yang tidak bisa dilihat atau disentuh oleh siapa pun—seperti bayangan yang tak pernah bisa ditangkap.
Suara tetesan air memecah keheningan gua, menggema di sekitarnya seperti bisikan alam. Hayato membuka kitab kuno itu dengan tangan gemetar, masih merasakan nyeri di tubuhnya. Tulisan dalam kitab itu bercahaya, seperti tertulis dengan tinta bintang. Bahasa yang tertera asing baginya, tetapi seolah-olah kitab itu berbicara langsung ke pikirannya.
"Bayangan tidak pernah dilihat, tetapi selalu ada. Jadilah seperti mereka yang tidak tersentuh oleh dunia, dan kau akan menemukan kebebasan."
Di halaman pertama, terdapat diagram energi sederhana yang menunjukkan bagaimana teknik dasar Napas Bayangan bekerja. Hayato memusatkan konsentrasinya, menarik napas perlahan sesuai petunjuk. Pada awalnya, ia tidak merasakan apa pun, hanya keheningan. Namun, saat ia mencoba lagi dan lagi, sebuah aliran energi lembut mulai bergerak di dalam tubuhnya, mengalir melalui meridian yang selama ini ia tidak sadari.
Setelah beberapa jam, luka-luka di tubuhnya mulai perlahan-lahan sembuh. Ia merasakan kekuatan baru yang mengalir dalam dirinya, meski tubuhnya masih lemah. Gua itu seolah melindunginya; energi spiritual yang kuat terasa memenuhi tempat itu. Hayato menyadari bahwa tempat ini bukan gua biasa—ini adalah lokasi kultivasi kuno yang ditinggalkan ribuan tahun lalu.
Namun, kitab itu tidak hanya memberikan pengetahuan. Setiap kali Hayato berhasil memahami satu langkah, halaman berikutnya mengharuskannya melewati ujian internal. Di pikirannya, muncul bayangan dirinya sendiri—sosok gelap yang memproyeksikan semua keraguannya, ketakutannya, dan kelemahannya.
"Apa gunanya bertahan hidup? Kau sendirian. Tidak ada yang peduli apakah kau hidup atau mati."
Hayato menatap sosok itu dengan mata yang membara. "Aku mungkin sendiri sekarang, tetapi aku tidak akan menyerah. Aku akan menjadi lebih kuat. Bukan untuk orang lain, tetapi untuk diriku sendiri."
Bayangan itu menghilang, dan Hayato merasa energinya meningkat. Teknik Napas Bayangan kini telah memasuki tahap pertama. Ia tahu ini baru permulaan, tetapi kekuatan yang ia rasakan memberinya harapan.
"Jika ini baru tahap awal, seberapa kuat aku bisa menjadi nanti?" pikirnya.
Dengan semangat baru, Hayato memutuskan untuk tinggal di gua itu lebih lama, mengasah kemampuannya hingga ia mampu melindungi dirinya di dunia luar. Ia mulai berlatih siang dan malam, menyempurnakan teknik-tekniknya dan memperkuat tubuhnya.
Setelah beberapa minggu, Hayato akhirnya mencapai tahap Bumi Tingkat 2. Meskipun itu baru permulaan, ia merasa lebih percaya diri. Dengan kitab kuno di tangannya, ia melangkah keluar dari gua, meninggalkan jejak masa lalunya di belakang.
"Aku akan berjalan di dunia ini tanpa terlihat, tanpa terhentikan."
Hari pertama Hayato meninggalkan gua adalah hari penuh kehati-hatian. Ia tidak tahu apa yang menunggunya di luar, tetapi ia merasa berbeda. Tubuhnya lebih ringan, pikirannya lebih tajam, dan energi yang mengalir dalam dirinya seperti perisai tak kasat mata.
Hutan lebat di sekitar gua dipenuhi suara burung dan gemerisik dedaunan. Hayato mulai memahami bahwa dunia ini bukan sekadar tempat tinggal biasa; ada sesuatu yang hidup dalam setiap pohon, batu, dan angin yang berhembus. Energi spiritual yang ia pelajari selama di gua membuatnya mampu merasakan fluktuasi kecil di sekitarnya.
Ketika malam tiba, Hayato memutuskan untuk mencari perlindungan di sebuah tebing tinggi. Ia duduk bersila, mengaktifkan Teknik Napas Bayangan. Udara malam membawa ketenangan, tetapi juga ketegangan yang tidak biasa.
"Berhenti di situ!"Suara berat menggema dari belakang. Hayato membuka matanya perlahan dan mendapati lima orang lelaki berbaju compang-camping berdiri di hadapannya. Mereka membawa pedang dan tombak sederhana, tetapi tatapan mereka penuh keserakahan.
"Apa yang anak kecil sepertimu lakukan di tempat seperti ini? Serahkan semua barangmu, termasuk kitab itu!" ujar salah satu pria yang tampaknya pemimpin mereka.
Hayato langsung menyadari bahwa mereka adalah bandit yang mengincar barang berharganya. Meski baru memulai perjalanan kultivasi, ia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan.
Tanpa membuang waktu, Hayato berdiri dan mengaktifkan teknik pertamanya: Langkah Bayangan. Teknik ini memungkinkan tubuhnya bergerak dengan cepat dan tanpa suara, meninggalkan bayangan samar di tempat ia berdiri sebelumnya.
"Ke mana dia?" teriak salah satu bandit kebingungan.
Sebelum mereka sempat bereaksi, Hayato muncul di belakang salah satu bandit dan memukul bagian lehernya dengan telapak tangan. Bandit itu langsung jatuh pingsan.
Pemimpin bandit itu menggeram marah, melayangkan pedangnya ke arah Hayato. Namun, dengan kombinasi kecepatan dan kecerdasannya, Hayato menghindar dan melancarkan serangan balik, membuat bandit itu terjatuh ke tanah.
Dua bandit lainnya, yang kini ketakutan, mencoba melarikan diri. Tapi Hayato tidak mengejar mereka. Ia hanya berdiri di tempat, matanya tajam seperti pisau.
"Jika kalian kembali, aku tidak akan sebaik ini," ujar Hayato dingin.
Para bandit segera kabur, meninggalkan pemimpin mereka yang terluka. Hayato menatap tubuh pria itu sejenak, lalu berjalan pergi tanpa berkata apa-apa.
"Aku belum cukup kuat," pikir Hayato sambil mengepalkan tinjunya. "Jika mereka lebih banyak, aku mungkin tidak akan selamat."
Namun, pertempuran kecil itu membuatnya sadar bahwa teknik dari Kitab Bayangan Abadi bukan sekadar alat bertahan hidup. Teknik itu adalah senjata yang akan membawanya ke puncak dunia kultivasi.
Dengan semangat baru, Hayato melanjutkan perjalanannya ke desa terdekat, bertekad untuk melatih kekuatannya lebih jauh dan menjelajahi dunia yang penuh dengan kultivator kuat dan rahasia tersembunyi.
***
Setelah pertempuran singkat dengan bandit, Hayato menyadari bahwa tubuhnya tidak sepenuhnya siap untuk pertempuran yang lebih sulit. Meski ia memiliki teknik Langkah Bayangan, ia masih merasa tubuhnya terlalu lambat dan kekuatannya kurang untuk melawan musuh yang lebih tangguh.
Ia kembali duduk bersila di bawah pohon besar, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Dalam pikirannya, kitab yang ia temukan di gua seperti berbisik pelan, memandu pikirannya ke dalam kedalaman meditasinya.
Kitab itu menyimpan lebih banyak rahasia daripada sekadar teknik pertarungan. Saat ia membuka pikirannya, halaman-halaman baru muncul dalam ingatannya. Salah satu teknik yang tertera di sana adalah Penyatuan Bayangan, sebuah metode untuk memperkuat tubuh fisik dengan menyerap elemen alam melalui energi bayangan.
"Bayangan adalah bagian dari dunia, tetapi mereka tidak terikat pada bentuk. Manfaatkan fleksibilitas itu untuk mengatasi batasan tubuh."
Hayato mulai melatih teknik tersebut. Ia merasakan angin yang bertiup di sekitarnya, tanah yang dingin di bawah kakinya, dan kehangatan samar dari cahaya bulan. Dengan setiap tarikan napas, ia membayangkan dirinya menjadi bagian dari lingkungan, seperti bayangan yang menyatu dengan tempat di mana ia berdiri.
Selama berjam-jam ia duduk, tubuhnya mulai terasa lebih ringan, lebih kuat, dan lebih responsif. Luka-luka kecil yang ia alami selama pertempuran sebelumnya sembuh sepenuhnya. Ketika ia membuka matanya, fajar mulai menyingsing, dan energi baru mengalir di tubuhnya.
"Aku mencapai Bumi Tingkat 3," gumamnya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki mendekat. Ia segera berdiri, mengaktifkan Langkah Bayangan untuk menghilang dari pandangan. Dari balik semak-semak, seorang gadis muda muncul, membawa keranjang penuh tanaman obat. Gadis itu tampak ragu, matanya bergerak ke sekeliling, seolah-olah mencari sesuatu.
"Aku tahu kau di sana," katanya tiba-tiba. "Aku tidak bermaksud jahat. Jika kau lapar atau terluka, aku bisa membantumu."
Hayato, yang awalnya curiga, memutuskan untuk muncul dari bayangannya. Gadis itu tidak terkejut, malah tersenyum lembut.
"Namaku Akari," ujarnya. "Aku tinggal di desa terdekat. Kau pasti seorang pelancong, bukan? Dunia di luar sini tidak aman."
Hayato hanya mengangguk tanpa menjelaskan siapa dirinya. Meski ia belum sepenuhnya percaya pada Akari, ia merasa gadis itu tidak memiliki niat buruk.
"Ayo, aku akan membawamu ke tempat yang aman. Kamu tidak bisa bertahan sendiri di hutan ini terlalu lama," katanya.
Hayato memutuskan untuk mengikuti Akari, berpikir bahwa desa terdekat bisa menjadi tempat yang baik untuk mencari informasi tentang dunia luar dan sekte-sekte yang mendominasi Benua Timur.