Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5.TERSALURKAN OLEH VITA (POV REY)

Meski terlihat ketakutan, dia akhirnya menuruti perkataan ku. Di situ ada sebuah bangku kayu yang di kelilingi oleh pohon-pohon bonsai, bagi ku itu cukup bagus dan tidak terlihat oleh orang-orang yang ada di taman itu.

"Kamu mau apa sih, Sayang?" tanya Vita. Dia terlihat kebingungan dengan maksud ku.

"Aku ingin kamu menuruti aku," ucapku tersenyum.

"Maksudnya gimana?"

"Aku lagi pengen, Sayang. Aku ingin kita melakukan seperti yang orang-orang lakukan," jawabku menjelaskan.

Kelihatannya Vita belum mengerti dengan perkataan ku. Namun di situ aku langsung memeluknya dan kembali menciumi bibirnya. Aku sengaja membuatnya supaya terangsang lebih dulu. Hingga perlahan-lahan ia mulai merasakan kenikmatan dengan sentuhan tangan ku yang meremas-remas buah dadanya.

"Aaahhhh."

Dia mendesah, suara desahannya membuatku semakin bernafsu. Batang kejantanan ku sudah berdiri tegak dan keras. Aku menghentikan ciumanku. Dan aku perlihatkan batang kejantanan ku. Sontak Vita kaget melihat itu.

"Sayang, ihhh kamu mau apaan?"

Dia terlihat kaget, namun aku mencoba menenangkannya dan menyuruhnya supaya dia mau mengocok kan batang kejantanan ku yang sudah sangat keras. Awalnya dia menolak dan tidak mau menuruti keinginan ku. Namun setelah aku terus merayunya, hingga akhirnya dia mau. Vita terlihat gugup ketika memegangi batang kejantanan ku.

"Lakukan, Sayang. Aku ingin kamu memuaskan aku," ucapku seraya membelai rambutnya.

Vita hanya diam, dia memanggutkan kepalanya. Raut wajahnya masih terlihat tegang. Namun aku bantu dia supaya mengocok batang kejantanan ku. Sentuhan itu membuatku merasakan kenikmatan, Vita perlahan-lahan mengocoknya. Sumpah rasanya itu enak banget.

Meski terlihat kaku, namun akhirnya Vita bisa melakukannya dengan baik. Dia mulai tersenyum ketika melihat ekspresi ku yang sangat menikmati gerakan tangannya yang semakin lama semakin cepat.

"Oohhh. Terus sayang, ini enak banget, terus yang kenceng."

Aku memintanya supaya dia mengocok batang kejantanan ku dengan cepat. Vita menurutinya, gerakan tangannya semakin cepat mengocok batang kejantanan ku, hal itu membuat aku semakin keenakan. Tanganku pun tidak diam saja, dalam posisi yang duduk bersama dan dia mengocok senjataku, di situ aku meremas-remas buah dadanya.

"Ahhhhh, Sayang."

Vita terlihat mulai menikmati sentuhan itu, dia benar-benar sudah terangsang. Karena gerakan tangan kekasihku yang cepat mengocok batang kejantanan ku, aku pun tidak tahan lagi. Aku merasakan aliran darahku semakin memuncak.

"Lebih cepat lagi, Sayang. Ahhhh," pinta ku.

"Iya, Sayang," jawabnya dan memepercepat kocokannya.

Hingga akhirnya aku dibuat mengerang kenikmatan, Vita pun kaget ketika ia melihat cairan putih kental menyembur dari batang kejantanan ku yang mengenai tanganya. Aku memejamkan mataku, menikmati kedutaan-kedutaan dari batang kejantanan ku yang menyemburkan lahar hangat.

"Aaahhhhh."

Selang beberapa saat setelah itu, aku dan dia membersihkan cairan itu karena tanpa sengaja cairan itu mengenai celana dan baju yang dikenakan oleh Vita. Terlihat Vita yang menggelengkan kepalanya, ia seperti tidak menyangka bahwa aku tidak bisa menahan hawa nafsu.

Meski begitu dia tetap mengerti aku, hanya saja dia tidak mau jika aku memintanya untuk berhubungan badan, karena dia ketakutan jika harus melakukan hal itu di luar pernikahan. Aku pun menyadarinya, dan kita berdua sepakat untuk tidak melakukan hal itu, Meski pun sebenarnya aku ingin melakukan.

"Sayang kita pulang yuk, nih udah malem," ucapnya mengajak.

"Ya udah, yuk," jawab ku singkat.

Aku mengantarnya terlebih dahulu sebelum aku pulang ke rumah. Aku harap kedua orangtuanya tidak menaruh curiga terhadap ku yang membawa pulang Vita malam. Beruntungnya sesampainya di sana orangtua Vita terlihat ramah terhadap ku, sehingga aku cukup tenang.

***

Pukul 21:00 Aku baru saja tiba di rumah. Aku lihat mobil ayahku sudah ada di garasi, itu tandanya ayahku ada di dalam rumah. Setelah menaruh motor kesayangan ku, aku langsung saja berjalan untuk segera masuk kedalam rumah.

Terlihat papah sudah duduk santai di sofa yang ada di ruang keluarga. Aku segera menghampirinya. Ayahku sedikit kaget karena aku pulang malam dengan pakaian yang masih mengenakan seragam sekoahan.

"Kenapa kamu pulang malem, Rey? Abis dari mana?" tanya ayahku heran.

"Iya, Pah. Tadi aku main dulu, biasa lah ngajak makan sama temen," jawabku lalu duduk.

"Papah sudah nungguin kamu dari tadi. Ada yang mau papah tanyakan."

Mendengar itu aku terdiam dengan kening yang mengerut. Di satu sisi aku takut jika mbak Eni menceritakan tentang aku. Namun aku berusaha untuk tetap tenang di depan ayah ku.

"Mau nanya apa, Pah?" tanya ku pelan.

"Begini, Rey. Papah mau tanya sama kamu, apa kamu sudah mempunyai jawaban? Ya tentang calon istri papah itu. Apa kamu setuju jika papah menikah lagi sama tante Aina dan tante Aini?"

Aku cukup tenang mendengar itu, karena aku pikir ayah ku akan menanyakan hal-hal yang aneh. Aku teriak sejenak sebelum akhirnya aku mengiyakannya.

"Iya aku setuju, Pah. Menurut lu tante Aina dan tante Aini orangnya baik," ucapku.

"Syukurlah, Rey. Papah seneng dengernya."

Ayahku terlihat sangat senang setelah aku menyetujui jika kedua perempuan itu menjadi ibu tiri ku. Di saat itu ayahku menceritakan bahwa kedua perempuan itu memang baik dan bisa menjadi ibu yang baik untuk ku. Tapi dalam fikiran aku saat itu, aku memang menyetujuinya karena aku ingin bisa manja-manja sama ibu tiri yang memili tubuh molek dan paras yang cantik.

"Jika kamu sudah setuju, mungkin papah akan mempercepat proses pernikahan, Rey. Ya supaya kamu cepat-cepat punya mamah, dan papah juga ada yang ngurusin," ucap ayahku tersenyum.

"Iya bagus lah, Pah. Mending begitu. Iya aku juga pengen ada yang ngertiin, Pah. Kalo ada mamah kan enak, aku juga dapat perhatian dari seorang ibu," balas Ku.

"Iya, Rey. Tapi papah mau bilang. Jika nanti mereka berdua jadi ibu kamu. Kamu anggap aja dia ibu kamu asli, jangan pernah menganggapnya orang baru."

"Pasti, Pah. Aku juga ngerti kok," ucapku meyakinkan ayahku.

Aku dan ayahku terus mengobrolkan tentang kedua perempuan itu. Dan ternyata ayahku ingin melangsungkan pernikahannya dua hari lagi. Saat itu aku hanya mengiyakan saja, karena memang aku juga ingin segera kedua perempuan itu tinggal di rumah ini. Aku benar-benar ingin manja-manja sama mereka.

Karena waktu yang sudah cukup malam, akhirnya aku beranjak dari sofa itu lalu berjalan untuk segera masuk kamar. Malam itu aku senang, aku sudah tidak sabar tinggal bersama tante Aina dan tante Aini. Karena aku paham, ayahku selalu sibuk, beliau juga sudah cukup tua, dan aku tidak yakin jika ayahku bisa memenuhi kebutuhan biologis kedua perempuan itu.

Hingga itu yang aku pikir kalau itu adalah kesempatan aku. Sumpah wajah mereka cantik, tubuhnya pun sangat menggoda. Aku selalu menghayal tentang kedua perempuan itu sejak pertama melihatnya. Dalam fikiran ku masih tergambar jelas betapa moleknya tubuh tante Aina dan tante Aini. Buah dadanya yang besar membuat birahi ku tidak bisa tertahan, ingin rasanya aku meremas-remas buah dada mereka berdua.

Ketika membayangkan mereka berdua, tidak terasa batang kejantananku pun langsung berdiri. Aku menggelengkan kepalaku, benar-benar kedua perempuan itu selalu bisa membangkitkan birahiku.

"Pokoknya aku harus bisa mendapatkan kenikmatan dari tante Aina dan tante Aini. Toh mereka cuma ibu tiri. Lagian suruh siapa punya tubuh yang menggoda, bikin aku nafsu aja," ucapku pelan.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel