Bab 1
Aku melihat tumpukan tiket yang tebal itu dengan berlinang air mata .
Selama sepuluh tahun, 120 bulan, totalnya ada 1999 tiket pesawat.
Jadi dalam sepuluh tahun ini, setiap kali aku membayangkan diriku akan menikah dengan Rio, pria itu malah berada di pesawat untuk pergi menemui wanita lain.
Hatiku rasanya seperti teriris pisau, air mataku tidak henti-hentinya mengalir.
Setelah menangis, aku kembali menenangkan diriku.
Aku berniat mencari Rio untuk meminta penjelasan. Meskipun aku telah kalah, tetap saja aku ingin tahu siapa wanita yang telah merebutnya.
Ketika aku naik taksi dan sampai di rumah pernikahan kami, aku mendengar suara seseorang dari dalam kamar.
"Kamu masih belum mengerti? Satu-satunya wanita yang aku cintai adalah dirimu, mana mungkin aku menikahi Santi sialan itu?"
"Kamu! Bagaimanapun dia itu kakakku. Tapi pacar kakakku memang yang terbaik."
Lalu terdengar suara erangan dari Dela.
Aku langsung terdiam di tempat, tubuhku seperti disambar petir.
Aku tidak menyangka orang yang merebut pacarku ternyata adalah adik tiriku sendiri!
Aku ingat sepuluh tahun yang lalu, Rio memelukku dan bersumpah, "Santi, aku bersumpah saat kamu kembali nanti, aku akan memberimu pernikahan yang paling sempurna."
Aku sedang bekerja untuk penelitian geologi di gunung yang cukup terpencil, selama ini aku selalu menahan rasa rindu padanya.
Beberapa kali terjadi tanah longsor dan aku hampir saja mati, tapi aku selalu bertahan karena teringat perkataan pria itu.
Orang-orang bilang menulis surat dengan tangan adalah hal yang sangat romantis, jadi selama sepuluh tahun ini aku selalu menulis surat cinta untuknya setiap hari.
Kini, 3650 surat yang kutulis itu menjadi seperti sebuah lelucon.
Air mataku mengalir deras, terus mengalir dengan tidak henti-hentinya, membasahi surat-surat yang pernah kutulis itu.
Aku segera membuang surat-surat yang pernah kutulis itu ke tempat sampah bersamaan dengan kotaknya, seperti membuang cintaku padanya selama 3650 hari ini.
Di dalam kamar, suara erangan mereka masih terus terdengar.
Dela mendesah dengan penuh nafsu
"Ah... lebih cepat... lebih keras...."
Rio meraung pelan, "Sayang, aku rasanya bisa mati di dalammu!"
"Bagaimana jika kakakku pulang? Dia pasti akan membunuhku!" Ucap Dela.
"Untuk apa memikirkan wanita sialan itu, aku bahkan ingin dia melihatnya dengan matanya sendiri, agar dia tahu bahwa yang ingin aku nikahi itu adalah dirimu, biar dia tahu diri!"
Kemudian mereka berdua saling tertawa.
Aku hampir menggigit ujung lidahku.
Namun, aku tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk bertengkar dengan mereka.
Aku menahan rasa sakit dan benci di dalam hatiku, aku berbalik dan segera meninggalkan rumah itu.
Setelah aku meninggalkan rumah itu, aku menelepon pemimpin kantor lembaga penelitian kami.
"Pak Rudy, aku tidak jadi mengundurkan diri. Aku akan pergi ke daerah pegunungan lain untuk melanjutkan survei."
"Santi, matamu akhirnya terbuka juga. Aku tahu kamu bukan tipe wanita yang rela membuang kariermu hanya demi cinta. Saat kamu kembali, posisimu sebelumnya akan kembali menjadi milikmu."
Ketika aku mendengar ini, perasaanku bergejolak lagi, seketika mataku memerah.
Sebelum mulai menangis, aku segera berterima kasih kepada Pak Rudy dan menutup telepon.
Aku seketika teringat, selama sepuluh tahun aku berada jauh dari rumah, aku selalu menelepon Rio setiap kali aku senggang, lalu berkata padanya bahwa aku sangat merindukannya.
Namun, reaksinya malah tidak seperti yang kuharapkan, dia bilang bahwa kata rindu dariku hanya sekedar di mulut saja.
Aku memberitahu Rio bahwa aku telah menulis surat cinta untuknya, surat cinta yang kutulis itu mewakili rasa cinta dan rinduku padanya.
Namun, Rio malah mengejekku norak dan membuang-buang waktu.
Bahkan ketika aku memintanya terbang ke tempatku untuk menemuiku, dia malah menolak dan langsung memarahiku.
Berkata bahwa dirinya lelah setelah menjalankan perusahaan sendirian dan tidak punya waktu untuk bepergian. Rio juga bilang dirinya mabuk pesawat, takut ketinggian, dan bilang bahwa aku tidak pernah memikirkan perasaannya.
Saat itu, aku merasa sangat bersalah karena merasa aku kurang pengertian padanya.
Namun, sekarang aku sadar betapa bodohnya aku saat itu.
Rio, yang mabuk pesawat dan takut ketinggian, bahkan sempat menyalahkanku, ternyata selama ini dia terbang menemui Dela hampir setiap bulan.
Tiket pesawat yang dikumpulkan oleh Rio itu seperti surat cinta yang kutulis selama ini, penuh kerinduan dan rasa cinta.
Sepuluh tahun rasa cintaku ternyata masih tidak sebanding dengan Dela, yang merupakan cinta pertamanya.
Aku masih ingat ketika diriku mengundurkan diri beberapa hari yang lalu, aku berkata kepada rekan-rekanku di kantor lembaga penyelidikan bahwa aku akan menikah.
Ketika aku bilang hubungan sepuluh tahunku akhirnya akan membuahkan hasil, beberapa teman baikku menasihatiku.
Teman-temanku itu bilang meski cinta dan pria itu penting, namun mereka tidak bisa diandalkan. Perempuan harus tetap mandiri dan mengutamakan kariernya terlebih dahulu.
Namun, saat itu yang aku inginkan hanyalah menikah dengan Rio. Aku merasa karena hubunganku dan Rio telah bertahan selama sepuluh tahun, kami pasti bisa terus bersama seumur hidup.
Sekarang aku akhirnya menyadari betapa bodoh dan naifnya diriku.
Semuanya bilang setiap orang bisa tumbuh dalam sekejap.
Sekarang, aku akhirnya mengerti arti kalimat itu.
Aku juga memahami sebuah pelajaran baru, yaitu belajar melepaskan juga merupakan salah satu cara untuk tumbuh.