Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 2# KEKUASAAN ANTHONY

"Apakah kau bekerja di perusahaan Charles Willbowrn?"

"Benar, Tuan."

"Bisakah kau membantuku?"

"Dengan senang hati."

Anthony menaikan sudut bibirnya menanggapi. Kemudian ia berkata, "Baiklah, langsung saja. Aku butuh bantuanmu."

Eric amat terkejut mendengarnya. "Apa yang bisa saya lakukan untuk  Anda, Tuan?"

Anthony mengulas senyum licik."Buat Quantum Corporation bangkrut."

"A-apa?"

Mata Eric terbelalak mendengar ucapan Anthony.

"Maksud, Tuan?"

Eric masih belum mengerti. Membuat Quantum bangkrut? Apa dia tidak salah dengar?

Anthony menarik seringai tipis pada sudut bibirnya. Tatapan yang tajam membuat Eric merinding.

"Ikuti saja. Kau akan mendapatkan imbalan yang setimpal setelah pekerjaanmu selesai."

"Tapi, Tuan. Kenapa harus membuat mereka bangkrut? Jika Quantum tenggelam, harus bagaimana saya menafkahi keluarga saya nantinya?"

Anthony tersenyum miring mendengar ucapan Eric. Nyali Eric langsung menciut dibuatnya.

 

"Buat mereka bangkrut dulu hingga Charles datang padaku. Setelah itu, aku akan membuat perusahaan payah itu lebih maju lagi. Kau paham?"

 

Eric tercengang sesaat sebelum mengangguk kemudian. "Baiklah Tuan. Butuh waktu berpuluh-puluh tahun bagi Tuan Charles untuk bisa membangun Quantum hingga mulai maju seperti sekarang. Tapi, hanya butuh satu malam saja untuk membuat perusahaan itu tenggelam."

Eric mulai mengerti dan menyetujuinya.

"Bagus! Lakukan tugasmu dengan baik. Beberapa orangku akan membantumu." Anthony tersenyum puas sambil menepuk bahu Eric.

***

Hari berikutnya Eric langsung melakukan aksinya membuat Quantum Corporation bangkrut dalam satu malam, seperti ucapannya tadi.

Pemasokan logistik yang tak bisa di ekspor. Juga pembatalan beberapa kontrak kejasama para investor dan penarikkan saham secara tiba-tiba membuat perusahaan yang bergerak di bidang alat-alat berat itu akhirnya benar-benar bangkrut.

Kerja bagus Eric!

Anthony sangat puas melihat tayangan breaking news di televisi pagi ini.

"Bayar upah kami!!"

"Mana tanggung jawab kalian?!"

"Penjarakan Charles Willbowrn!!"

Teriakan ricuh itu bukan berasal dari para pedagang di pasar. Melainkan suara para pekerja yang berdemo di depan kantor pusat Quantum Corporation.

Mereka sudah mengetahui berita tentang perusahaan yang akan segera bangkrut. Para pekerja langsung datang berbondong-bondong ingin menemui Charles Willbowrn presiden direktur perusahaan tersebut.

 

"Bagaimana ini?"

Wajah cemas Eli tampak sedang mondar-mandir di depan meja kerja Charles yang masih kosong.

Sekertaris Charles itu jelas sangat khawatir dengan nasib buruk yang menimpa perusahaan saat ini.

 

"Di mana Presdir?!" Eric yang baru datang berpura-pura panik.

"Pak Manager, Presdir belum datang. Bagaimana ini?" Eli tampak ketakutan seraya menyatukan kedua telapak tangan di dada seperti sedang berdoa.

"Kita tunggu keputusan Presdir saja." Eric tak kalah panik sambil berusaha menghubungi seseorang dengan ponselnya.

***

Di luar kantor tampak mobil hitam yang baru datang dan menepi di depan lobi.

Charles yang baru keluar dari mobilnya langsung disambut hujatan dan teriakan ricuh para pendemo.

Dua orang berpakaian rapi segera membawanya menuju lobi. Namun Charles menghentikan langkahnya sejenak dan berdiri menatap para pekerja yang sedang geram melihatnya.

"Bayar upah kami!"

"Membusuklah di penjara!"

Teriakan para pendemo yang sudah sangat sulit dikendalikan meski banyak petugas yang menghalau mereka.

 

"Tolong tenang semuanya! Beri aku waktu dua hari! Aku akan membereskan semuanya!" Charles mulai angkat bicara.

"Tutup mulutmu! Bayar upah kami!!"

hardik seorang pekerja sambil melempar telur ke wajah Charles

Tak berhenti disitu, detik berikutnya semua pendemo langsung melemparinya serempak dengan telur dan tomat busuk.

 

Pendemo semakin ricuh dan tampak geram pada Charles. Bagaimana ini?Para Petugas sudah kewalahan menghadapi kemarahan mereka.

Charles segera diamankan ke ruangannya dengan kondisi jas hitamnya yang sudah kotor karena ulah para pendemo tadi.

 

"Astaga, Presidir!"

Eli sangat terkejut melihat kondisi Charles yang baru tiba di ruangannya. Pria itu langsung mengadakan rapat darurat dengan semua staf utama.

"Bagaimana sekarang?"

Charles bertanya sambil menyeka wajahnya dengan sapu tangan. Keringat dingin mulai bercucuran di dahi dan punggung. Juga jemari yang mulai tremor karena serangan panik.

Dua hal yang pasti akan terjadi padanya, istri dan anaknya akan menjadi gelandangan dan dia sendiri sudah pasti akan mendekam di penjara dengan tuduhan pencucian uang dan penggelapan saham yang sama sekali tidak dia lakukan.

 

"Tenang, Presdir. Ada satu yang bisa menolong kita." Eric langsung buka suara.

"Apa, itu?"Charles menatapnya penuh harap.

"Group Babel."

"Apa? Perusahaan raksasa itu? Mustahil mereka mau membantu kita!"

"Kita coba saja dulu, siapa tahu mereka mau membantu."

"Baiklah, buat janji temu dengan Tuan Allard Dakosta segera. Aku tidak yakin."

 

***

 

Sore itu juga Charles segera menemui Anthony di Pusat Babel setelah Eric membuat janji temu terlebih dulu, mengingat jadwal Bos Babel yang sangat padat.

Baru saja Charles tiba didepan lobi Pusat Babel Group, dia menatap ke atas melihat bangunan megah yang tak bisa ia gapai pangkalnya itu.

Gedung Babel Group seolah mencakar langit dan menantang para dewa. Thomas bersama tiga orang staf utama sudah menyambutnya datang. Kemudian segera mengajak Charles memasuki kantor.

 

Charles mulai berjalan sambil melihat-lihat betapa megahnya kantor itu.

Ini untuk pertama kalinya pantofel hitamnya menginjak lantai Babel Group. Dia jadi tampak kelihatan norak di mata para staf lainnya yang mengikuti dari belakang.

"Silakan, Tuan."

 

Dua orang staf membukakan pintu kaca untuk Charles dan Eric melakukan sensor pemeriksaan terlebih dulu sebelum memasuki ruangan Anthony.

Benar-benar kantor yang sangat mewah dan berkelas! Charles berdecak kagum.

Usai pemeriksaan, Thomas mengajak Charles memasuki lift khusus yang akan mengantarnya menuju ruangan Anthony di lantai tiga puluh.

 

"Ayo Tuan, Bos sudah menunggu."

Thomas melanjutkan langkahnya berdampingan dengan Charles. Sedangkan Eric dan dua staf lainnya mengikuti dari belakang.

"Silakan, Tuan."

Akhirnya mereka tiba di depan pintu ruangan Anthony yang tampak begitu mewah.

Thomas langsung mengajak Charles masuk bersama Eric. Sedangkan dua staf lainnya menunggu di luar.

 

Charles menyapu pandangannya keseluruh ruangan Anthony yang sangat amat mewah.

Ruangan bernuansa white gold dengan desain ketimuran yang artistik. Di sudut ruangan tampak vas bunga anggrek beraneka jenis berjakar cantik di sebuah meja marmer panjang.

Ruangan yang sangat mewah! Lagi-lagi Charles terbuai di buatnya.

 

"Silahkan duduk, Tuan."

Suara Thomas membuyarkan lamunannya, dia tersentak lalu menganguk dan mulai duduk manis di sofa panjang yang terdapat di pojok kanan ruangan. Eric segera mengikutinya.

 

"Tunggu sebentar, saya panggilkan Bos dulu."

Thomas segera pergi setelah Charles mengangguk.

Tak lama dari itu, Charles membuka matanya lebar-lebar melihat Anthony sedang berjalan menuju padanya bersama seorang wanita muda nan cantik. Mungkin sekertarisnya.

Charles cuma menerka-nerka seraya berdiri menyambut dengan tersenyum hangat.

 

"Tuan Willbowrn! Senang sekali bisa melihatmu datang ke kantor kami."

Basa-basi Anthony dengan mengibarkan senyum di wajah tampannya membuat rasa sungkan Charles sedikit berkurang.

 

"Terima kasih. Saya merasa sangat terhormat karena Anda sudi menerima kami di sini, Tuan Allard Dakosta."

Charles membalas senyum sambil membungkuk bersama Eric.

"Wah wah, kenapa tak ada wine di sini?"

Anthony melirik pada wanita cantik di sampingnya. "Lekas ambilkan wine terbaik untuk tamu kita, Sayang!" lanjutnya disertai seringai tipis.

 

"Baik, Bos."

Wanita cantik dalam busana kantor yang pendek dan ketat itu langsung patuh dan segera berjalan anggun menuju mini barr yang ada di sudut ruangan.

"Ayo, silahkan duduk!"

Anthony mempersilahkan Charles dan Eric duduk kembali.

Kemudian wanita tadi kembali dengan membawa dua botol wine dan beberapa gelas koktail.

 

"Terima kasih, Sayang!"

Anthony menggoda wanita itu dengan senyumnya.

Charles dan Eric hanya tersenyum tipis. Sungguh kesuksesan yang sangat menyenangkan, pikir mereka kompak.

"Baiklah, langsung saja. Apa yang bisa Aku lakukan untuk kalian?"

Anthony mulai membuka percakapan sambil menuangkan wine ke gelas kecilnya.

"Kedatangan kami kesini untuk meminta bantuan Anda, Tuan Allard Dakosta." Charles menjawab dengan nada agak sungkan.

Mata Anthony melirik. Seringai tipis terbit di sudut bibirnya. Rupanya mangsa sudah masuk perangkap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel