Ada Misteri Apa?
Wajah Reno pun panik saat melihat Nindya pingsan. Bagaimanapun juga ia tengah mengandung anaknya. Namun, Reno terpaksa cuek agar Anggun tidak menaruh curiga padanya.
"Pras, masukkin ke mobil aku aja. Kita bawa ke rumah sakit sekarang," ujar Anggun yang juga panik.
"Mas, kamu kok diam aja sih?! Ayo, bantu Pras angkat Nindya dong. Gimana sih kamu!" bentak Anggun.
Reno akhirnya membantu Pras membawa Nindya. Wanita itu terlihat pucat. Reno pun semakin panik saat melihat tetesan darah keluar.
"Astagfirullahaladzhim. Ya Allahu selamatkan Nindya dan anakku. Mereka nggak bersalah," batin Reno.
"Pras, kamu aja yang bawa mobil ya," ujar Anggun.
"Mas, Ayo, cepat masuk! Kamu di belakang ya," ucap Anggun membuat Reno panik.
"Kenapa bukan Pras aja sih? Kan ini saudara dia," sahut Reno.
"Reno, Reno. Dia itu sedang mengandung anakmu. Masih juga kamu nggak mengakui mereka?" batin Anggun.
"Udah, cepat!"
Reno pun terpaksa mengikuti keinginan Anggun agar ia tidak menaruh curiga berlebihan. Pras pun langsung membawa laju kendaraannya agar segera sampai di rumah sakit. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada adik sepupunya itu.
Satu jam kemudian
Mobil yang dibawa Pras akhirnya sampai di pelataran rumah sakit. Reno pun dengan sigap membawa Nindya langsung ke ruang UGD. Ia tak peduli lagi jika Anggun mencurigainya. Reno sudah panik dan tidak bisa menutupinya.
"Kamu tahu, Mas. Sakit sebenarnya melihat kamu yang begitu panik dan menggotong wanita lain. Tapi, aku nggak boleh egois. Anak yang ada di dalam kandungan Njndya tidak bersalah," batin Anggun."
"Maaf, silakan tunggu di luar biar kami tangani pasien," cegah seorang perawat saat Reno memaksa masuk. Pintu ruang UGD pun di tutup.
Anggun pun memutuskan menuju kasir untuk mengurus kamar perawatan Nindya setelah penanganan selesai.
"Selamat malam,Bu."
"Malam."
"Di mana Pak Randy?" tanya seorang karyawan yang ditemuinya di bagian informasi.
"Ada di ruang meeting tadi. Sebentar saya cek," jawabnya.
"Bu, ada di ruang meeting lantai 4."
"Baik, terima kasih."
Anggun pun langsung menemui Randy di ruang meeting. Saat bertemu, Randy pun heran di malam begini kakak sepupunya itu datang mencarinya.
"Ada apa, Kak?" tanya Randy.
"Tolong berikan pelayanan terbaik buat pasien atas nama Nindya yang sedang ditangani di ruang UGD. Berikan kamar VVIP ya," perintah Anggun.
"Memang dia siapa, Kak? Kok sepertinya Kak Anggun khawatir sekali?" ujar Randy.
Anggun terdiam
"Aku nggak boleh memberitahu siapa Nindya. Randy bisa marah besar dan mengamuk pada Reno. Itu bisa menggagalkan semua rencanaku," batin Anggun.
"Bukan siapa-siapa, dia adik sepupunya Pras. Sahabat aku dan Reno," sahut Anggun.
"Mas Prasetyo? Dia ada di sini?" tanya Randy. Anggun pun mengangguk.
"Ya udah, aku balik ke bawah dulu ya. Semoga dia dan bayinya bisa selamat," ujar Anggun. Randy pun akhirnya mengikuti kakak sepupunya itu menuju ruang UGD.
"Ran, tunggu!" cegah Anggun.
"Ingat ya. Jangan sampai ada yang tahu, kalau Mbak ada pemegang saham terbesar di rumah sakit ini," pinta Anggun. Ia tidak ingin Reno semakin gila menguras hartanya. Kini ia harus bermain cantik.
"Iya, Mbak. Tenang aja. Mbak bisa andalkan aku," jawab Randy tersenyum.
Randy dan Anggun akhirnya sampai di depan ruang UGD. Namun, Nindya ternyata sudah dipindahkan sesuai permintaan Anggun.
Wajah Reno terlihat lesu. Tidak ada gairah, wajahnya pun terlihat pucat. Ada tersirat kekecewaan saat ia duduk di kursi dekat ranjang Nindya yang masih belum sadarkan diri.
"Mas Pras, gimana keadaan adiknya?" tanya Randy.
"Tadi sih kata dokter Nindya harus bedrest karena masih rawan. Sementara ini kondisi bayinya baik-baik aja.
"Alhamdulillah."
"Ohya, aku pulang dulu ya. Kebetulan aku ada dinas pagi. Mas, kamu di sini aja ya. Biar aku pulang nanti diantar Randy," ujar Anggun.
"Mbak Anggun pulang sama Mas Reno aja. Biar aku yang temanin Mas Pras, gimana?" usul Randy yang langsung di bantah oleh Anggun.
"Nggak usah. Mas Reno harus di sini!" pekik Anggun.
"Loh, kenapa? Mbak ini aneh, macam Nindya itu istrinya Mas Reno aja, sampai wajib," celetuk Randy tertawa..Wajah Reno seketika memucat.
"Ng-gak, maksudku kan kasihan kalau Pras sendirian. Namanya juga sahabat, harus selalu ada nemenin," dalih Anggun. Randy hanya mengangguk.
"Ada apa sih sebenarnya?" batin Randy.
...........
Halimah dan Reno bersahabat sejak keduanya masih kecil. Orang tua Halimah pernah berpesan pada kedua orang tua Reno agar menjaga putrinya selayaknya anak sendiri. Itulah mengapa kedua orang tua Reno memintanya menikahi Halimah saat ia menjadi anak yatim piatu.
"Ma, aku nggak mungkin menikah dengan Halimah. Aku sudah menganggapnya sebagai sahabat. Reno juga kan sudah menikah dengan Anggun," sahut Reno malam itu saat Mamanya meminta Reno menikah siri dengan Halimah.
.
"Ren, pahalamu besar menikahi anak yatim piatu seperti Halimah. Dia butuh seseorang yang bisa melindunginya apalagi ...."
"Apalagi apa?" tanya Reno penasaran.
"Halimah sedang menanggung anak ...."
"Anak siapa, Ma? Ma, tolong kasih tahu aku!" pekik Reno.
"Pras."
"Apa, Pras?"
"Ya Tuhan, bagaimana ini? Jika aku menikahi Halimah, gimana dengan Anggun? Pras, kamu ke mana? Kenapa kamu menghilang?"
Saat itu, Reno tidak punya pilihan lain. Di satu sisi, ia sangat mencintai Anggun. Namun, di sisi lain sebagai sahabat, ia juga tidak sanggup melihat Halimah berjuang sendirian membesarkan anak Pras, sahabat baiknya. Andai saja ....
3 bulan berlalu
Setelah melakukan pemikiran yang panjang, akhirnya Reno pun menikahi Halimah secara siri. Tepat di hari ulang tahun pernikahannya yang kedua bersama Anggun.
"Anggun, maafkan aku ...."
Halimah pun tahu, jika Reno tidak pernah mencintainya. Ia hanya terpaksa karena menjaga aibnya. Pras adalah sahabatnya yang entah menghilang ke mana.
Enam bulan setelah memutuskan menikahi Halimah secara siri, wanita itu telah melahirkan putri cantik. Amira, gadis itu kini telah tumbuh menjadi gadis cantik.
Kehadiran Halimah di rumah Anggun, semua berawal dari ponsel rahasia yang Anggun temukan di jok motor milik Reno. Di sanalah awal rahasia itu mulai terbuka satu persatu.
Halimah pun berada di dalam rumah Anggun. Sambil menunggu kepulangan Anggun, Halimah pun membantu asisten rumah untuk menyiapkan makanan. Karena saat di perjalanan Anggun mengirim chat agar disiapkan makanan.
Satu jam kemudian, Anggun pun sampai di rumahnya. Malam itu, Randy pun dimintanya menemaninya malam ini. Banyak hal yang ingin ia bicarakan.
Ketika mengetahui Anggun pulang, Halimah pun menghampiri wanita yang nampak terlihat lelah itu. Dengan wajah menunduk, ia menghampiri Anggun dan Randy yang sedang duduk di ruang tamu.
"Mbak, ini minumannya. Semoga bisa mengurangi sedikit capeknya," ujar Halimah lembut..
"Makasih ya. Kok kamu belum tidur? Mbaknya ke mana ya?" tanya Anggun yang tidak melihat asisten rumah tangganya yang seharusnya menyiapkan semuanya.
"Dia aku istirahat, Mbak. Kasihan, besok kan harus kerja lagi," ucap Halimah. Anggun pun mengangguk dan meminta istri lain suaminya itu untuk beristirahat.
"Mbak, dia siapa?" tanya Randy.
Halimah diam. Ingin rasanya mengungkapkan semua masalahnya pada Randy, tetapi ... gimana jika keluarga besarnya tahu?
"Bukan siapa-siapa. Dia hanya teman. Ya udah, kamu istirahat aja dulu, besok ke rumah sakit bareng Mbak aja. Mbak juga mau istirahat dulu ya, capek banget." Anggun pun kembali ke kamarnya.
..............
Keesokan hari
Pagi ini Halimah pun menyiapkan sarapan pagi dibantu oleh asisten rumah tangga Anggun. Wanita ini pun mengetuk pintu kamar Anggun sesaat setelah sarapan tersaji rapi di meja makan.
"Mbak, Mbak Anggun, sarapannya udah siap," teriak Halimah.
Anggun pun keluar dan membuka pintu kamarnya. Ia pun tersenyum ramah pada Halimah.
"Kamu nggak perlu repot menyiapkan sarapannya. Itu udah tugas si Mbak," ujar Anggun. Ia meminta Halimah ke sini bukan untuk menjadi asistennya. Tetapi, untuk membongkar semua kebusukan Reno.
"Kamu siap-siap ya. Setelah sarapan, kamu ikut ke rumah sakit. Anak kamu, dititip aja ke Mbak di rumah sebentar," pinta Anggun. Halimah pun mengangguk. Keduanya pun menuju meja makan bersama untuk sarapan.
"Eh, Ran. Kamu udah duluan? Ya udah, kita makan yuk," ajak Anggun saat Randy sudah menunggunya.
Beberapa saat setelah sarapan, Randy bersama Anggun dan Halimah pun akhirnya menuju rumah sakit.
Rumah sakit
Di dalam kamar perawatan Nindya, terlihat Pras dan Reno sedang bertengkar hebat. Kedua sahabat baik itu saling menyalahkan satu sama lain.
"Ini semua gara-gara kamu. Kalau kamu nggak datang ke rumah, mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini."
Nindya itu sedang mengandung anakku. Darah dagingku. Anak yang sudah lama aku dan keluarga besarku nantikan. Kamu tahu kan, aku juga sudah banyak membantu keluarga kalian, kenapa kamu malah mau menghancurkan keluargaku?" pekik Reno.
"Oh, jadi kamu mengungkit semuanya? Reno, ingat! Kamu kan—"
"Cukup, Pras! Ingat, di sini tidak ada yang tahu kan, siapa kamu sebenarnya?" pekik Reno.
"Oh, kamu mau membuka semuanya? silakan. Kamu juga terlibat kan, atas pembunuhan—"
Reno pun menarik krah leher Pras. Reno menatap pria berlesung pipi itu dengan tajam,. penuh amarah.
"Jangan berani mengancam. Ingat, nyawa keluarga kamu, semua ada di tanganku," ancam balik Reno.
"Lepaskan aku!"
"Pembunuhan? Ada apa sebenarnya? Apa sebenarnya yang mereka rahasiakan? Apa mungkin ...." batin Nindya.
Nindya sesungguhnya sudah tersadar. Namun, wanita itu berpura-pura tertidur saat mendengar pertengkaran Reno dan Pras.