BAB 6
BAB 6
HAPPY READING
***
1 minggu kemudian
Hanum duduk disalah satu cafe, sambil menyesap white coffe dan ia letakkan lagi cangkir itu di atas meja. Hanum memandang ke arah jendela etalase kaca, dan memandang beberapa pengunjung datang memenuhi kursi kosong, karena ini sudah memasuki jam makan siang.
Hanum memandang Sam disana dan ia berikan senyuman kepada laki-laki itu, Sam melambaikan tangan ke arahnya dan berjalan mendekat.
Sam menggeser kursi kebelakang, dan ia lalu duduk. Sam memandang Hanum, wanita itu mengenakan blezer hitam yang sering ia kenakan ketika di kantor dulu.
"Bagaimana kabar kamu Han" ucap Sam.
"Kamu lihat sendiri, saya selalu sehat dan baik-baik saja. Bagaimana dengan kamu" ucap Hanum, ia lalu menyesap white coffe itu lagi.
"Baik juga, Di kantor sepi enggak ada kamu".
"Ya iyalah, secara saya yang paling cantik di sana. Kamu resign saja, kita cari kerja lagi."
"Enak aja, Gaji di sini lumayan tau, udah enggak pengen pindah-pindah, kecuali kasusnya seperti kamu. Belum tentu di tempat lain gajinya sebesar gaji disini" timpal Sam.
"Kamu enggak kompak banget sih Sam, tapi thanks's ya sudah rekomendasi kerja untuk saya".
"Iya sama-sama, enggak apa-apa kan jadi admin."
"Iya gak apa-apa sih, dari pada nganggur. Tadi saya sudah negosiasi gaji, gaji nya masih kurang sih menurut saya. Belum lagi bayar cicilan apartemen saya setiap bulan. Masih pengen kerja di tempatnya Tibra, gajinya lumayan." Ucap Hanum.
"Sudahlah jangan di pikirkan, kamu sudah makan?" Tanya Sam.
"Belum, kamu ingin mentraktir saya makan".
"Tentu saja, bukankah kamu sekarang sudah menjadi pengangguran".
"Tau aja kamu".
"Pengangguran, anak rantau lagi" Sam lalu memanggil salah satu waitres yang berjaga.
"Sam ..."
"Kenyataanya memang gitu kan. Tibra memang tega sekali mutusin rejeki orang."
"Ya dia tidak hanya tega, dia tidak punya hati, angkuh dan sombong." Dengus Hanum.
"Kenapa enggak pulang saja, misalnya cari kerja di Kalimantan."
"Mau nya sih gitu Sam, pengen balik. Tapi di sana susah sekali mencari pekerjaan, yang ada saya nyusahin orang tua. Setidaknya di sini saya masih bisa cari kerja, gaji disini lumayan, bisa transfer setiap bulan untuk ibu dan bapak, uang sekolah adik saya".
Sedetik kemudian waiter datang, Sam memesan dua paket ayam, dan dua gelas teh es, ia tidak lupa dua silky puding coklat untuk Hanum. Waiters itu sibuk mencatat pesanan Sam.
Hanum melirik Sam, ia mengetuk jemarinya di meja, dan lalu berucap "Sam, sepertinya saya ingin jual mobil."
Sam melirik Hanum, ia tidak percaya bahwa Hanum akan menjual mobil satu-satu miliknya,
"yakin" ucap Sam mencoba meyakinkan niat Hanum.
"Ya, kira-kira laku berapa? Soalnya saya butuh uang untuk biaya masuk kuliah adik saya Linggar, biaya itu tidak sedikit. Sudah cukup dulu ibu dan bapak menjual tanah untuk biaya kuliah saya. Sekarang gantian, saya yang membiayai kuliah adik saya".
"Masuk kuliah di mana?" tanya Sam penasaran, masalahnya ia pernah melihat Hanum berselfie bersama Linggar. Linggar begitu manis menurutnya.
"Linggar pengen kuliah Akademi Perawat Sam".
Sam memandang Hanum, sahabatnya ini memang menjadi sosok wanita yang tegar, baginya keluarga adalah nomor satu "Ya, nanti saya usahakan" ucap Sam.
"Sekarang Linggar dimana?".
"Masih di Kalimantan, Dua minggu lagi dia akan ke Jakarta, mengurusi adminitrasi untuk masuk kuliah".
"Mungkin harga jualnya tidak tinggi, sekitar puluhan gitu lah" ucap Sam.
"iya, tidak apa-apa"ucap Hanum.
Tidak lama kemudian, waiters pun datang membawa pesanannya. Hanum memandang waitres menyiapkan makanan di atas sesuai dengan pesanan Sam. Sam memang tahu apa yang ia inginkan. Sam memang teman yang sangat baik, mungkin setelah ini ia akan jarang bertemu Sam lagi.
"Terima kasih ya Sam."
"Iya sama-sama."
"oiya, satu lagi. Jika adik kamu datang kesini, biar saya saja yang menjemputnya."
Hanum mengerutkan dahi, "kenapa".
Sam tersenyum penuh arti dan melirik Hanum "saya hanya ingin berkenalan dengan adik kamu".
************
Hanum masih berpikir keras, ia merelakan mobil kesayangannya di jual demi pendidikan sang adik. Padahal dulu ia membeli mobil itu dengan menyicil, sekarang ia benar-benar merelakan dia pergi, lagian mobil itu sekarang banyak membuatnya susah. Tidak lama lagi ia akan merasakan menggunakan angkutan umum, bus way, kopaja, dan sekarang lebih praktis menggunakan ojek online.
Hanum menarik nafas, ia membuang jauh-jauh pikiran itu. Ia masih menyusuri rak perlengkapan mandi, ia masukan sabun cair, pasta gigi dan lulur kemasan ke dalam troli yang di dorongnya.
"Hanum !".
Hanum lalu menoleh 45 derajat, suara berat itu memanggil namanya. Hanum menatap laki-laki berbadan tegap yang tidak jauh darinya. Ia tahu siapa laki-laki itu, dia adalah Jo. Jo tidak sendiri di sana, ia bersama seorang wanita separuh baya, wanita itu masih cantik di usianya yang tidak muda lagi.
"Jo" ucap Hanum.
Jo melangkah mendekati Hanum dan tersenyum menatap wanita cantik itu. Jo tidak menyangka bertemu Harum di sini. Sebanyak-banyaknya supermarket di Jakarta, kenapa ia bisa bertemu Hanum. Jo dari tadi memperhatikan wanita yang tidak asing di matanya. Sepertinya ia mengenal wanita yang membawa troli itu. Ternyata ia mengenal wanita itu. Wanita itu adalah Hanum.
"Hanum, kamu sendiri" ucap Jo.
"Iya, saya sendiri".
Hanum mengalihkan tatapannya ke arah wanita separuh baya yang berada di samping Jo. Di berinya senyuman kepada wanita separuh baya itu. Ia hanya ingin bersikap sopan kepada orang yang lebih tua darinya.
"Hanum, perkenalkan ini ibu saya" ucap Jo.
"Hay tante, saya Hanum teman Jo" ucap Hanum, lalu mengulurkan tangan kananya.
Wanita separuh baya itu lalu tersenyum kepada Hanum, dan membalas uluran tangan Hanum. "Saya ibunya Jo" ucapnya ramah.
"Tante belanja apa?" Tanya Hanum, setidaknya ia akan mencairkan suasana, agar tidak canggung.
Hanum hanya ingin berbasa-basi kepada orang tua Jo, agar tidak ingin terkesan sombong. Walau sebenarnya ia tidak terlalu mengenal Jo itu siapa. Namanya juga kita makhluk sosial, pentingnya namanya basa-basi seperti ini.
"Biasa tante belanja bulanan".
Ibu melirik Jo, yang masih berdiri di sampingnya, "Jo kamu tidak pernah membawa Hanum ke rumah" ucap ibu seketika.
Jo melirik Hanum yang masih nampak tenang. "ya, enggaklah ma, Jo saja baru mengenal Hanum kemarin".
"Owh, kalian baru kenal pantas saja. Kamu tinggal dimana Han?" Ucap ibu.
"Tinggal di apartemen yang tidak jauh dari sini, tante." Ucap Hanum.
"Jadi tinggal sendiri."
"Iya tante, orang tua saya di Kalimantan. Dulu saya memang kuliah di Jakarta dan saya lalu mendapatkan kerjaan disini, memutuskan tinggal disini" ucap Hanum.
"Kamu mandiri sekali, sudah menikah?" Tanya ibu penasaran.
Hanum melirik Jo, karena pertanyaan ibu terlalu pribadi untuk di bahas, "Belum tante".
"Wanita secantik kamu belum menikah, umur kamu berapa" tanyanya lagi.
"dua puluh tujuh, tante."
"wah, pas sekali kalian. Jo sudah hampir tiga puluh lima".
Jo hampir gila mendengar percakapan ibunya, pertanyaan itu terlalu pribadi untuk di tanyakan. Oh Tuhan, kenapa ibunya menjadi cerewet seperti ini.
"Ma, jangan bertanya seperti itu, enggak enak sama Hanum". Ucap Jo pelan, nyaris berbisik.
"Tidak apa-apa, Jo" ucap Hanum.
"Hanum juga tidak masalah mama, bertanya seperti itu Jo, iya kan Han."
"Tapi Ma... ".
"Tidak apa-apa kok Jo." Ucap Hanum sekali lagi.
Ibu sepertinya tidak memperdulikan Jo, ia kembali melirik Hanum,
"Apakah kamu suka memasak".
"Iya, saya memang suka masak sendiri tante. Saya tidak terlalu suka makan di luar".
"Jo juga begitu, dia juga tidak suka dengan makan di luar. Kalian sangat serasi" ucap ibu antusias.
"Iya kan Jo" ucap Ibu.
Hanum ingin tertawa melihat Jo, laki-laki tampan itu mengusap tengkuknya yang tidak gatal.
"Hanum kamu mau kan ke rumah tante."
"Tentu saja tante" ucap Hanum.
Obrolan itu berlanjut hingga ke kasir. Jo tidak menyangka bahwa ibunya begitu antusias terhadap Hanum, padahal ibunya itu sangat selektif terhadap seorang wanita.
*****