BAB 5
BAB 5
HAPPY READING
***
"Seharusnya saya tidak menyelamatkan kamu" dengus Hanum.
Hanum mengambil blezer di sisi sofa, lalu berjalan menjauhi Tibra.
Tibra menatap Hanum yang hendak pergi begitu saja. Wanita itu terlihat jelas tidak suka kepadanya.
"Kamu mau kemana?" Ucap Tibra.
Hanum menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Tibra "saya sudah seharusnya pulang, saya sudah lelah menghadapi kamu" ucap Hanum.
"bisakah kamu disini sebentar, saya membutuhkan pertolongan kamu".
"Bukankah kamu sudah sadar dan bisa melakukan sendiri, saya bukan panti sosial".
"Tubuh saya masih sakit dan bisakah kamu membelikan beberapa obat untuk saya. Sepertinya saya membutuhkan beberapa obat".
Hanum melangkah mendekati Tibra, ya laki-laki itu terlihat tidak berdaya, wajahnya masih penuh dengan memar. "sebaiknya kamu ke rumah sakit saja" ucap Hanum memberi saran.
"Bisakah kamu mengantar saya, kesana" ucap Tibra, karena posisi Hanum sudah dekat dengan dirinya.
"Kamu menyusahkan sekali".
Jujur ia memang butuh pertolongan Hanum, ia marasakan sakit luar biasa di tubuhnya, "Tubuh saya sakit, seakan remuk semua".
"Ya. Tentu saja tubuh kamu sakit, kamu di bantai habis-habisan oleh orang-orang itu"Hanum membantu Tibra berjalan melangkah menuju pintu utama.
"Bodoh" umpat Hanum dalam hati.
Bodoh sekali dirinya, yang masih membantu laki-laki itu. Oke, anggap saja ini amal sosial.
********
Akihirnya Hanum membawa Tibra ke rumah sakit terdekat. Hanum memilih menunggu di ruang tunggu, dari pada menemani Tibra di dalam ruangan. Tibra menatap wanita itu masih menunggunya di kursi tunggu. Wanita itu menyadari kehadirannya, Tibra melangkah mendekati Hanum.
Hanum menatap Tibra, pelipis itu sudah terpasang perban, walaupun wajah itu sudah babak belur, laki-laki itu masih terlihat tampan. Hanum lalu menegakkan tubuhnya dan mendekati Tibra.
"Apakah sudah selesai" tanya Hanum.
"Iya sudah" ucap Tibra.
"Mari kita pulang" ucap Hanum.
"iya"
****
Sepanjang perjalanan suasana hening, Tibra memperhatikan mobil yang di kendarai Hanum, mobil yang di gunakannya memang sudah terlihat tua, wajar saja mobil itu mogok.
"Berhenti di Dharmawangsa Residence" ucap Tibra .
Hanum lalu mengarahkan arah tujuan ke apartemen mewah milik laki-laki itu. Hanum tidak kuasa untuk bertanya lagi, ia mengikuti apa yang laki-laki itu ucapkan.
Beberapa menit kemudian, Hanum menghentikan mesin mobil, tepat di depan gedung apartemen. Tibra melepaskan sabuk pengaman, ia melirik Hanum, wanita itu masih enggan menatapnya.
"Apakah kamu tidak mampir terlebih dahulu" ucap Tibra.
"Saya lebih baik pulang saja".
"Kamu marah terhadap saya" Ucap Tibra, masalah dari tadi Hanum enggan menatapnya ketika berbicara.
Bibir Hanum terangkat, ia melirikTibra yang masih duduk diposisi yang sama.
"Ya, karena saya kesal terhadap saya sendiri. Saya menolong laki-laki yang telah memecat saya. Mungkin saya terlalu bodoh menyelamati laki-laki seperti itu".
Hanum menarik nafas, ia dengan berani menatap Tibra "Pulanglah, Pengunduran diri saya, besok akan saya serahkan kepada sekretaris kamu".
Tibra lalu membuka hendel pintu mobil, Ia juga bukan jenis laki-laki yang suka berbasa-basi kepada seorang wanita. Tibra menutup pintu itu kembali dan melihat mobil Hanum menjauh darinya.
**********
"Han, yakin kamu mau resign" ucap Sam, ia melihat Hanum memasukan surat resign itu ke dalam amplop putih.
Hanum mengemasi barang-barang miliknya, lalu memasukkan barang itu ke dalam kotak kardus. Untung saja tidak terlalu banyak barangnya disini. Hanum tersenyum menatap Sam, sungguh Sam adalah teman yang baik, Sam selalu ada untuknya.
"Mau gimana lagi Sam, saya harus keluar dari sini" ucap Hanum.
"Bagaimana dengan cicilan apartemen kamu?" Tanya Sam lagi.
Hanum mengedikkan bahu, "mungkin menguras habis tabungan saya dan menjual mobil saya, sekalian melamar kerjaan sana sini, saya pikir bisa lah. Bertahan hingga beberapa minggu ke depan" ucap Hanum.
"Atau kamu mempunyai teman, dari perusahaan lain, agar saya bisa masuk dengan jalur singkat" ucap Hanum, ia tersenyum melirik Sam.
"Nanti saya akan menanyakan kepada mereka".
"Terima kasih, Sam" ucap Hanum.
"Maukah kamu mengantar saya keluar, dan menyerahkan surat pengunduran diri saya, kepada Dian".
Sam mengangguk dan lalu mengambil Alih kotak kardus Hanum, "iya tentu saja, biarkan saya saja yang membawanya" ucap Sam.
Setelah itu Sam dan Hanum berjalan menuju ruangan Tibra, dan menyerahkan surat resign kepada Dian. Ketika ia membuka pintu lobby, ia tidak sengaja memandang Tibra. Laki-laki itu baru saja keluar dari mobil. Laki-laki juga menatapnya dan Hanum mencoba mengalihkan tatapannya agar iris mata itu tidak bertemu. Hanum meneruskan langkahnya, dan Sam mengikutinya dari belakang.
********
Tibra menatap secarik kertas di atas mejanya. Tibra membuka surat itu dan mulai membacanya. Surat pengunduran diri Hanum, Tibra lalu menekan tombol interkom.
"Dian, saya minta profil Hanum, devisi HR" ucap Tibra.
"Iya, pak".
Tidak menunggu waktu lama, profil itu sudah ada di meja kerjanya. Tibra memandang profil Hanum, ia sungguh penasaran dengan wanita itu. Tibra lalu membaca profil itu. Setelah membaca isi profil itu. Tibra melirik jam melingkar di tangannya. Meeting direksi akan di adakan satu jam lagi. Tibra mengurungkan niatnya untuk pergi.
**********