Liang Chen dalam pencarian
Seorang utusan bersimpuh di hadapan sang raja untuk memberikan informasi sekaligus laporan terhadap tugas yang telah beliau jalankan. Ia adalah paman Bi, pimpinan baru di kerajaan Thaichung. Saat ini ia sedang menghadap raja Thaichen di kerajaannya untuk memberikan laporan harian terkait keberadaan Liang Chen.
"Maaf raja, sepertinya pasukan pengawal itu kehilangan jejak Liang Chen. Pertempuran hebat di sebuah lembah membuat mereka kesulitan untuk ikut menembus area itu karena sangat berbahaya," ucap paman Bi melaporkan.
Raja yang mendengar itu pun seketika mengernyitkan dahinya. "Apakah mereka tidak mendapatkan informasi apapun selain keberadaan Liang Chen?" Tanyanya.
"Mereka sempat mendengarkan perdebatan terkait pencarian kunci giok biru yang telah hilang. Apakah mungkin Liang Chen ikut terlibat dalam pencarian ini sehingga membuatnya bersikukuh ingin keluar dari kerajaan Thaichung?"
Seketika raja terdiam. Berperang sendiri dengan pikirannya, namun selang beberapa detik kemudian suara berat itu terdengar.
"Hanya kakek Xhuand dan ayahnya yang mengetahui tentang sejarah kuno ini. Jika memang dia benar-benar ingin menjalankan amanah dari kedua tertua itu maka aku akan mencoba untuk menerima kenyataan ini, meskipun masih menyimpan harapan yang begitu besar atas kembalinya Liang Chen di kerajaan ini," ucapnya penuh dengan harapan.
Sementara paman Bi yang mendengar itu pun mengangguk setuju. Selama ini beliau sudah menganggap Liang Chen sebagai anaknya sendiri, dia merupakan saksi bisu keberhasilan Liang Chen dalam mengembangkan seni bela diri hingga menjadi seorang master hebat.
"Satu hal yang sangat aku khawatirkan keadaan Liang Chen. Reaksi tujuh paku itu pasti akan menyiksanya, bagaimana jika dia tidak memiliki tempat untuk mengendalikan semuanya? Lantas bagaimana jika ada pendekar jahat yang ingin memanfaatkan suasana?" Tanya raja Thaichen khawatir.
"Aku akan terus berusaha mencari keberadaan Liang Chen demi raja Thaichen!"
**
Di kediaman danau limau, pimpinan sekte Ming tengah berdiri menatap keluar jendela melihat kekacauan yang terjadi di kerajaannya. Banyak bangunan yang terbakar habis, sebagian besar bangunan yang hancur merupakan bangunan baru, menyisakan puing-puing bebatuan di aula bela diri umum.
Raja Mingyau, menahan amarah yang siap untuk meledak. Namun beliau berusaha keras untuk mempertahankan kewarasaannya di depan anggotanya. Ia tidak ingin reputasinya hancur hanya karena emosi sesaat.
"Siapa yang mengizinkan pemuda asing masuk ke dalam sekte Ming? Apakah kalian tahu resiko membawa orang asing ke kerajaan ini sangat berbahaya?" Tanya raja dengan nada ketus dan dingin.
Pemuda itu pun menundukkan kepalanya sembari memberikan hormat. "Maafkan kami raja, jika bukan atas izin tuan muda Zhang maka kami tidak berani membawa orang asing masuk apalagi kami juga mengetahui keadaan kerajaan ini sedang dalam pantauan musuh,"
"Jika kalian tahu lantas mengapa memaksa membawa dia? Beruntungnya hanya kebaran sedikit dan kekacauan, seandainya sampai memakan korban jiwa maka aku bisa saja menghabisi nyawa kalian karena perbuatan lancang ini!" Ucap raja Mingyau tegas.
Nampaknya sang raja sangat kecewa atas kehadiran Liang Chen di kerajaannya. Sejak pertama kehadiran Liang Chen, sang raja belum sampai bertemu dengan putranya.
"Jaga Mingren dan Mingzhe untuk tetap berada di dalam ruangannya, jangan sampai mereka berdua keluar!" Perintah raja kepada para pengawalnya.
Sementara di tempat lain, kakek tua menarik pergelangan tangan Zhang dan membawanya ke sebuah ruangan bawah tanah yang berada jauh dari tempat pertarungan itu terjadi. Mereka berdua bersembunyi dibalik batu besar di dalam sana yang tidak lama kemudian di susul oleh Liang Chen.
"Hei pemuda, dunia ini terlalu sempit. Beberapa waktu yang lalu aku menolongmu untuk sampai di danau limau ini, dan sekarang kau menyelamatkanku dari serangan api di luar sana. Bukankah itu adil? Kini aku bisa bernafas dengan lega karena tidak ada hutang budi lagi antara aku dan kau!" Ujar kakek tua itu.
Liang Chen tidak menghiraukan ucapan sang kakek tua itu. Pandangannya fokus kepada pemuda yang tengah bersembunyi di balik batu besar dengan wajah penuh luka serta ketakutan. Ia yakin bahwa pemuda itu pasti takut mati sehingga kekhawatirannya sangat mendalam.
"Lebih baik kalian berdua keluar dari danau limau sekarang juga untuk mencari persembunyian yang aman. Selagi mereka masih berada di area kerajaan ini, aku yakin setiap sudut ruangan bahkan tempat yang tidak terjangkau pun akan mereka telusuri," ucapnya.
Sontak Zhang keluar dari balik batu besar itu kemudian menghampiri Liang Chen.
"Paman sudah menolong kami, tidak mungkin kami meninggalkan paman sendirian di tempat gelap dan berbahaya ini!" Ucapnya tegas.
"Memangnya apa yang bisa kau lakukan? Pewaris tunggal kerajaan tapi sangat payah dan dungu sepertimu tidak akan berguna untuk kerajaan. Daripada kau menyusahkan lebih baik menghindari pertarungan demi keselamatanmu sendiri!" Ucap Liang Chen mencoba untuk membujuk pemuda itu untuk tetap meninggalkan tempat berhaya ini.
Musuh mereka tidak lagi pendekar biasa melainkan orang hebat yang memiliki kekuatan sangat luar biasa berada pada tingkatan level menengah, pendekar biasa pasti akan dengan mudahnya hancur jika tidak memiliki ketahanan diri yang kuat.
Larut malam telah tiba, dimana ia harus merasakan penyakitnya yang terus kembuh pada pertengah malam ini. Rasa sakit menggebu kembali menjalar keseluruh tubuhnya membuat wajah Liang Chen pucat pasi. Tubuhnya gemetar dan tidak berdaya, ia bergegas mengendalikan diri, saat ini hanya olah kekuatan tenaga dalam yang mampu mengurangi rasa sakit yang di deritanya.
"Paman apa yang terjadi? Apakah separah itu luka dalammu hingga kau begitu kesakitan? Apa yang bisa aku bantu?" Tanya Zhang panik melihat keadaan Liang Chen.
Namun sang kakek tua itu dengan cepat menahannya dan memintanya untuk diam memberikan ruang dan kesempatan kepada Liang Chen untuk mengelola pernapasannya.
"Sampai berapa lama kau menetralkan rasa sakitmu itu? Lantas bagaimana jika tenagamu tidak cukup untuk mengendalikan diri?" Tanya sang kakek.
Dalam kegiatannya Liang Chen menjawab pertanyaan itu dengan baik tanpa mengurangi konsentrasinya.
"Satu hingga dua jam. Reaksi tujuh paku ini selalu datang disaat yang tidak tepat, semoga saja tidak datang pada saat pertarungan besar," gumamnya.
Kakek itu seketika mengernyirkan dahinya kemudian menatap malas kearah Liang Chen. "Bodoh! Kesalahan apa yang kau lakukan sampai-sampai hukuman yang kau dapatkan begitu besar dan menyakitkan?" Tanyanya penasaran.
"Kematian!"
Detik selanjutnya Liang Chen membuka kedua matanya menatap keluar secara tajam. Ia bergegas keluar untuk melihat tarikan energi yang membawanya. Ia melihat sosok pemuda tengah duduk dengan santai di atas sembari menikmati arak segar di tangannya. Pandangan mereka saling beradu satu sama lain, hingga tatapan tajam itu menusuk satu sama lainnya.
"Tidak pernah puas dia mengusikku! Aku yakin keributan ini pasti ulah pemuda sialan itu!"
Bersambung...