Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 2 Gawat oh gawat

"Game is over, Ayah!" Tekadnya.

"Maksud kamu, apa?" Tanya sang ayah.

"Iya, semua telah berakhir. Aku jamin, ini yang terakhir kalinya aku tersakiti karena wanita. Kedepan, aku tidak mau mengenal wanita manapun juga. Aku sudah bertekad untuk melajang seumur hidupku, Ayah!" Tegas lagi.

"Apa?" Kali ini justru ayahnya yang kaget dengan pernyataan Marcel.

"Ta..tapi, tidak begitu juga kali. Masa kamu mengambil keputusan yang sangat ekstrim?"

"Keputusan ekstrim apa maksud Ayah?" Tanyanya lagi.

"Kamu yang mengatakan, akan melajang seumur hidup. Ayah kurang setuju dengan itu." Ujarnya khawatir.

"Keputusanku sudah bulat, Ayah." Ujarnya lagi.

"Marcel, jika kamu betah melajang. Siapa nantinya yang akan menjadi penerus keturunan keluarga Arjuna? Kamu jangan asal ambil keputusan seperti itu!" 

"Sudahlah, Yah. Tolong jangan goyahkan pendirianku ini! Tekadku sudah bulat." Ujarnya lagi.

"Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus segera memberitahukannya kepada Wina." Gumam Tuan Juyan dalam hati.

Marcel terlihat bersiap-siap keluar dari ruangannya. 

"Kamu mau kemana?" Tanya sang Ayah.

"Sebentar lagi aku ada meeting dengan klien di sebuah restoran, Yah. Jadi aku mau siap-siap dulu." Ujarnya lalu beranjak keluar dari kantornya.

Setelah anaknya keluar, Tuan Juyan segera menelpon sang istri.

"Bunda, gawat Bun!" Tuturnya cepat.

"Apanya yang gawat sih, Yah? Aku lagi di salon nih." Ujarnya dari seberang sana.

"Ini tentang Marcel, Bun!"

"Memangnya Marcel kenapa, Yah?"

"Pokoknya aku tunggu Bunda di rumah, sekarang!" Titah Tuan Juyan kepada istrinya.

"Kenapa jeng? Kok sepertinya ada hal penting?" Tanya Nyonya Wizi kepada sahabatnya.

"Nggak tau tuh jeng, Juyan menyuruhku pulang cepat. Katanya ada hal penting tentang Marcel yang ingin ia bicarakan denganku."

"Oh ya, ngomong-ngomong Marcel apa kabar, jeng? Sudah punya calon belum?" Selidik nyonya Wizi.

"Boro-boro punya calon, jeng. Dia malah sering dikibulin sama perempuan."

"Wah kasihan banget. Semoga Marcel mendapatkan jodoh yang baik ya, jeng?" Tukas nyonya Wizi.

"Amin, jeng. Kalau Zivi kabarnya bagaimana?" Kali ini Nyonya Wina yang balik bertanya.

"Zivi bulan depan wisuda jeng."

"Wah tak terasa ya jeng, anak-anak kita sudah pada besar." Tukas Nyonya Wina.

"Iya jeng, tapi kita jangan sampai tua-tua banget deh! Harus pintar merawat diri.

"Apakah Zivi sudah memiliki kekasih?" Tanya Nyonya Wina.

"Aduh, itulah jeng yang aku kurang tau. Zivi anaknya tertutup banget dan rada pendiam gitu."

Dering telpon nyonya Wina terdengar lagi. Di layar ponsel ada nama suaminya.

"Halo, Yah. Ia aku mau otw nih." Ujarnya lalu mematikan panggilan itu.

"Jeng, sepertinya aku harus pulang duluan nih." Ujarnya dengan wajah memelas.

"Iya jeng, nggak apa-apa kok. Sebentar lagi, David akan menjemputku."

"Oh ya, bagus deh kalau begitu. Salam buat Pak David ya jeng. Kapan-kapan kita reuni yuk, sambil membawa keluarga kita masing-masing." Ucap Wina.

"Wah ide bagus tuh, jeng! Patut dicoba." Setelah selesai berbasa-basi ria. Nyonya Wina segera keluar dari salon itu. Dan berjalan menuju parkiran dimana sang sopir sedang menunggunya dari tadi.

Nyonya Wina pun masuk ke dalam mobil.

"Kita kemana, Nyonya?" Tanya sang sopir.

"Langsung pulang." Titahnya kepada sang sopir.

Sesampai di rumah. Nyonya Wina melihat jika suaminya sedang jalan mondar-mandir di ruang keluarga.

Ia pun menjadi bingung melihat tingkah suaminya itu.

"Ayah, aku pulang..," ujarnya senang lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.

Tuan Juyan menatap ke arah istrinya dengan pandangan datar.

"Kamu kenapa sih? Dari tadi aku melihat kamu jalan mondar-mandir terus."

"Bunda! Gawat Bund! Gawat! Ucapnya tiba-tiba.

"Gawat? Apanya yang gawat sih, Yah? Kamu yang jelas dong kalau ngomong. Oh ya bagaimana penampilan Bunda setelah ke salon? Makin kinclong, nggak?"

"Bunda! Kamu kok terlihat santai sih?"

"Maksud kamu apa sih, Yah? Tolong dong jangan mutar-mutar. Kepalaku bisa pusing. Aku hanya minta kamu memuji penampilanku. Tapi kamu malah tidak peduli!" Nyonya Wina mulai kesal kepada suaminya.

"Penampilanmu tetap cantik, Bunda. Itu tidak diragukan lagi." Puji Tuan Juyan.

"Tetapi ada yang lebih penting dari itu sekarang!" Lanjutnya lagi.

"Duh, Ayah! Kamu bikin aku gemes deh! Dari tadi bilang gawat, penting dan lain-lain tetapi kamu tidak menyebutkan apa itu yang gawat dan penting!" Cecarnya lagi.

"Itu karena aku terlalu shock, Bunda! Aku tidak bisa berkata-kata lagi!" Ujarnya tak kalah sengit.

"Ayah, lihat aku!" Tukas Nyonya Wina mendekat kepada suaminya.

"Coba Ayah sekarang, tarik napas dalam-dalam." Dengan cepat Tuan Juyan mengikuti perkataan istrinya.

Ia pun menarik napasnya dan tidak lupa, ia menghembuskannya kembali.

"Nah sekarang ceritakan, apakah hal gawat itu?" Tanya Nyonya Wina penasaran.

Tuan Juyan mulai menceritakan keputusan putra mereka Marcel yang tidak ingin mengenal wanita lagi di dalam hidupnya.

"Apa? Ayah jangan bercanda dong? Bukannya tadi pagi Marcel sudah kembali masuk kantor, Yah? Bahkan Joko memperlihatkan saat Marcel memimpin meeting di kantor." Serunya Nyonya Wina.

"Iya Bunda, memang benar Marcel sudah masuk kantor. Bahkan tadi kami sarapan bersama."

"Terus kenapa sampai Marcel berkata ngawur seperti itu?" Tukas Nyonya Wina.

"Marcel sama sekali ngawur mengatakan itu Bunda, ia mengatakannya dengan serius. Makanya Ayah langsung menelpon Bunda tadi." Ucapnya lagi.

"Kalau begitu, kita harus mengorek informasi dari Joko! Bunda yakin, Joko pasti mengetahui sesuatu." Ujar Nyonya Wina lalu menelpon asisten Joko.

Sementara itu, Marcel melajukan mobilnya di sebuah rumah sakit. Setelah menempuh beberapa waktu dalam perjalanan, akhirnya ia sampai.

Ia turun dari mobil sport keluaran terbaru miliknya. Banyak mata melirik penampilannya yang tampan itu. Terlebih para dokter-dokter muda dan para perawat perempuan yang menatapnya dengan kekaguman yang maha tinggi karena wajahnya yang tampan.

Namun sayangnya, Marcel yang dulu terkesan ramah, murah senyum dan suka menyapa orang lain sudah tidak ada lagi. Setelah masa pelariannya selama dua minggu lalu, ia telah mengambil tekad untuk bersikap cuek dan dingin terutama dengan lawan jenisnya.

"Selamat pagi," ujarnya datar kepada seorang perawat.

"Selamat pagi Tuan Muda," sapa perawat itu.

"Saya mau bertemu dengan dokter Diki," tukasnya dingin.

"Apakah Anda sudah ada janji sebelumya, Tuan?" 

"Cih, memangnya saya perlu buat janji dulu?" Marcel mulai membangun sifat dinginnya dan perawat ini adalah kelinci percobaannya pertama.

"Harus ada janji dulu Tuan, karena dokter Diki sangat sibuk. Terlebih saat ini beliau sedang berada di ruang operasi." Jawab perawat itu mulai jengkel dengan sifat arogan yang ditampilkan Marcel.

"Katakan saja jika Marcel Arjuna ingin bertemu dengannya!" Ketusnya sambil menatap tajam ke arah perawat itu.

"Ganteng-ganteng tapi galak!" Gumam sang perawat sambil meraih gagang earphone dan menghubungi ruang operasi.

"Anda mengatakan apa barusan?" Tatapnya semakin tajam.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel