HMT 3 - Misteri Kematian Michele
Braakk!
Seorang pria berpakaian berupa stelan jas hitam menggebrak meja di depannya dengan tatapan berapi-api dan wajah merah dikuasai emosi. Dia, Jamesh Scoth kepala pimpinan Organisasi GM3 milik perusahaan teknologi Group Miracle.
Petang itu, Jamesh dibuat murka setelah mendengar penuturan Max tentang junior bodyguard tingkat empat yang kini duduk di depannya.
Leo, pria itu hanya diam seribu bahasa. Kemarahan kepala pimpinan organisasi cukup mengejutkan dirinya sore itu.
"Apa benar yang seniormu katakan? Beraninya kamu melirik istri CEO. Apa kamu sudah bosan hidup, hah?! Memalukan saja!" gertak Jamesh dengan kedua tangan menancap pada masing-masing sisi meja. Pria itu sudah bangkit, dan sedang mencondongkan wajahnya ke wajah Leo. Dia menatapnya tajam.
Perlahan Leo mengangkat sepasang matanya. "Saya tidak meliriknya, hanya kebetulan saja melihatnya. Lagi pula, itu terjadi di suatu pesta. Mungkin bukan mata saya saja yang melihatnya."
"Beraninya! Dasar brandal!" Jamesh semakin murka mendengar penuturan Leo.
Ini bukan tentang mata siapa saja yang melihat istri CEO, tetapi mereka dalam masalah besar karena kebodohan bocah sialan ini.
Kemarahan CEO melebihi singa jantan yang mengamuk, itu bukan rahasia lagi. Jose bisa saja menembak kepala orang yang membuatnya marah dengan satu kali bidik. Setelah itu mayat korbannya akan dipotong kecil-kecil lalu diberikan pada tiga harimau buas peliharaannya, atau dibuang ke laut begitu saja.
Max dan dua orang senior bodyguard tingkat dua hanya berdiri menyimak. Apa yang dikatakan Leo ada benarnya juga. Tak hanya pria itu, bahkan mereka pun sempat memperhatikan istri CEO yang teramat cantik.
Ah, tidak. Sebaiknya kepala pimpinan organisasi tak perlu tahu hal ini.
Jamesh menoleh pada Max dan dua bodyguard lainnya. Mereka yang tadinya lengah segera berdiri tegap dan siap menerima perintah dari sang atasan.
"Bocah ini membuatku pusing. Sebaiknya kalian saja yang putuskan, hukuman apa yang pantas untuknya. Aku tak mau melihatnya di sekitar sini," ucap Jamesh dengan wajah kesal.
Pria itu segera melenggang pergi setelah Max mengangguk paham.
"Astaga, sepertinya tensiku naik lagi. Kepalaku pusing sekali!" Jamesh meninggalkan ruangan itu sambil mengeluh.
Leo masih duduk di sana. Oh, shit! Kenapa dia berani sekali? Memandangi keindahan yang merupakan bukan miliknya. Bahkan istrinya CEO pemilik organisasi elit di mana dia bekerja. Ya Tuhan ... Dia benar-benar nekat.
"Junior bodyguard tingkat empat, ayo ikut aku sekarang!" Max memberi perintah pada Leo. Setelah pria itu mengangguk, dia segera melenggang pergi menuju pintu keluar.
"Sepertinya Senior bodyguard tingkat satu akan memberikan dia hukuman yang berat."
"Kurasa juga begitu. Ah, kamu ingat saat hari pertama kita dihukum?"
"Ya, aku ingat. Itu hukuman terkonyol yang pernah aku alami."
"Membersihkan kamar mandi dengan pasta gigi, itu benar-benar hukuman yang paling konyol!"
Leo hanya terdiam sambil berjalan mengekor di belakang Max. Ocehan para bodyguard itu membuatnya sedikit ngeri.
Membersihkan toilet dengan pasta gigi? Matanya terangkat ke punggung kekar dengan balutan jas hitam di depannya. Apa benar Max akan menghukumnya seperti itu? Pikirnya agak penasaran.
"Junior bodyguard tingkat empat, kamu lihat mobil-mobil dinas itu. Jumlahnya ada sepuluh mobil, cepat kamu cuci semuanya dan jangan kembali ke asrama sebelum semua mobil selesai dicuci. Paham?"
Mata Leo membulat penuh saat Max menunjuk pada mobil-mobil dinas yang berbaris di garasi. Benda dari bahan baja anti peluru itu terlihat sangat kotor. Seingatnya, beberapa senior bodyguard baru saja kembali dari Salvador.
Sial! Apakah mereka baru saja melakukan balapan di lumpur? Mobil-mobil itu bahkan tak kelihatan bentuk aslinya. Benar-benar kotor. Pasti memakan waktu untuk mencucinya.
"Beberapa senior bodyguard baru saja kembali dari masa pelatihan di markas pasukan khusus. Mereka dilatih cukup keras. Salah satunya, mengemudikan mobil di tengah jalan berlumpur," tukas Max seraya memandangi mobil-mobil dinas di depannya.
Leo menghela napas panjang. Lalu, sekarang dia harus membersihkan semua mobil itu, begitu? Ah, yang benar saja! Ini bahkan lebih buruk daripada membersihkan toilet dengan pasta gigi. Hh, keduanya sama buruk.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Cepat maju dan lakukan tugasmu!" Max menegaskan dengan wajah dibuat sangar.
"Baik, Senior!"
Leo segera maju. Buru-buru dia menghampiri mobil-mobil kotor itu. Diputar keram air di sekitar, dan ... Ah, sial! Ini benar-benar pekerjaan yang menjengkelkan.
Mobilnya kotor sekali! Dia seperti bukan sedang mencuci mobil, melainkan memandikan seekor kerbau yang baru naik dari kubangan lumpur.
Max hanya tersenyum tipis melihat Leo menggerutu sendiri. Pria itu tetap berdiri di sana memastikan Leo akan mencuci semua mobil-mobil itu sampai bersih.
"Apakah Junior bodyguard tingkat empat sudah selesai mencuci mobil?" tanya Jamesh pada Max saat senior bodyguard tingkat satu itu menemuinya di ruang kerjanya.
"Sudah, Pak. Sekarang dia sedang beristirahat di kamar. Sepertinya, hukuman itu terlalu berat cuma karena matanya jelalatan pada seorang wanita."
Max menjawab dengan kedua tangan berada di belakang punggung. Bibirnya tersenyum tipis kemudian. Dia benar-benar geli melihat Leo kecapekan dan terus menggerutu saat mencuci mobil tadi.
"Baguslah. Eh, tapi asal kamu tahu saja. CEO ingin aku memecatnya loh! Namun, aku teringat saat Leo menyelamatkan istriku tempo hari dari insiden penembakan di mall. Aku berhutang padanya, bukan?" Jamesh bicara lagi. Tubuhnya yang semula menghadap jendela diputar sampai menghadap pada Max.
"Benar, Pak. Lagi pula, saya pun turut berada di pesta dan diam-diam melihat istrinya CEO."
"Dasar bocah tengik!" Jamesh meradang mendengar penuturan Max.
"Seharusnya, aku memecat kalian semua. Sial!" lanjut Jamesh lagi. Kali ini sambil menunjuk wajah Max yang sedang mengulum senyumnya.
"Sudahlah. Aku punya tugas untuk kalian."
"Kali ini Anda serius?" Max bertanya.
"Ya, ini serius. Besok malam tiga orang VIP akan tiba di Hotel Florida. CEO akan datang terlambat karena bulan madunya. Kamu dan para junior bodyguard segera awasi mereka. Para VIP harus tiba di kamar mereka dengan selamat," ringkas Jamesh.
"Baik, Pak!" Max menerima perintah itu. Kemudian dia meninggalkan ruangan Jamesh.
*
Sore hari saat Leo kembali ke unit apartemennya. Pria berkemeja putih sedang berdiri di tengah kamar. Leo sedang memandangi potret pernikahannya dengan Michele. Angle yang bagus. Potret yang sempurna! Michele tersenyum begitu manis dengan pipinya yang merah.
Leo mengulas senyum pahit melihat potret itu."Michele, kenapa Tuhan kejam sekali pada kita? Dia merenggut dirimu dariku di saat seharusnya kita berbahagia."
Sampai hari ini Leo masih tak bisa percaya jika istrinya telah tiada. Michele, tak mudah baginya bisa bersama dengan wanita itu apalagi menikahinya. Hubungan mereka penuh dengan konflik dan air mata, layaknya sebuah kisah yang tertulis dalam suatu novel.
Michele telah meninggalkan orang tuanya demi Leo. Sebagai seorang pejabat tinggi negara, orang tua Michele tak sudi merestui hubungan putri tunggal mereka dengan Leo yang merupakan seorang yatim-piatu, imigran dan miskin.
'Leo, ayo bawa aku pergi. Aku sudah kabur dari rumah--'
Terngiang ucapan lirih Michele malam dingin itu. Di bawah hujan salju yang memutih mereka berciuman. Michele datang menemui Leo dan meninggalkan keluarganya yang kaya dan terpandang.
'Kita hanya bisa menikah di catatan sipil, maafkan aku--'
'Tak apa. Selama denganmu aku bahagia, Leo.'
Punggung pria itu bergetar dalam tangis. Leo dibawa mengingat semua kenangannya bersama Michele. Air matanya berjatuhan dengan wajah menunduk. Leo sangat kehilangan sosok Michele dalam hidupnya.
'Kamu terpilih untuk tugas ini. Berangkatlah esok pagi dengan helikopter khusus.'
'Baik, Pak!'
Leo tak menyangka kepergiannya saat itu adalah akhir dari hubungannya dengan Michele. Dia yang merupakan junior bodyguard tingkat empat tiba-tiba terpilih untuk melindungi dan mengawal dua VIP di luar kota.
'Kamu akan pergi?'
'Ya, hanya satu bulan. Jangan cemas, kita akan tetap berhubungan lewat telepon. Dan, tugas ini benar-benar membuatku merasa keren! Aku sangat bahagia, Michele!'
'Syukurlah kalau kamu senang. Aku akan menunggumu pulang.'
Masih terasa olehnya saat Michele meraih bibirnya dengan ciuman hangat dan senyuman manis. Leo tak menyangka jika momen indah itu kini hanya menjadi kenangan baginya. Andaikan dia tidak pergi, mungkin Michele masih ada di sisinya kini.
'Tuan Hillton, istri Anda pergi dengan seorang pria dan berakhir dengan kecelakaan mobil di puncak. Mobilnya meledak, mereka tewas di tempat.'
'Tidak! Michele tak bisa mengemudikan mobil. Kalian pasti salah!'
Leo sangat hancur saat dua orang polisi memberinya kabar buruk tentang Michele. Entah siapa pria yang mengalami kecelakaan bersama istrinya. Mustahil jika Michele telah berselingkuh. Leo tak bisa percaya begitu saja apa yang dikatakan oleh pihak kepolisian.
"Michele, aku tahu sesuatu yang buruk telah terjadi padamu. Aku akan mengungkap semuanya, kecelakaan itu, pria itu dan alasan kenapa kamu tiada. Aku pasti akan mengungkapnya!" Leo menjatuhkan kedua lututnya pada lantai putih di sana. Tangannya mengepal kuat.
Apa yang sebenarnya telah terjadi pada Michele? Dengan rahang menggeletuk dan mata berapi-api, Leo bersumpah akan menemukan orang-orang yang terlibat dalam kecelakaan yang telah merenggut nyawa istrinya.