2. One Night Stand
Mirna dan Elsa mencari keberadaan Andin yang di sana hanya sendirian. Nuna dan Nino sedang berdansa di depan. Mirna dan Elsa sangat bahagia sepertinya rencana mereka akan berhasil.
Mereka berdua berencana membuat Andin mabuk lalu berbuat hal aneh di pesta Elsa akan menjadi sebuah pertunjukan. Mereka berdua tidak berpikir panjang akibat mereka perbuat. Elsa membawa sebuah minuman yang sudah dicampur alkohol berkadar tinggi. Sekali teguk langsung mabuk jika tidak tahan alkohol.
"Loh, kamu kok sendirian!" teriak Elsa karena musik DJ sangat kencang.
"Iya, Bu! Mereka berdua lagi berdansa di depan!" balas Andin.
"Yuk, joget!" ajak Mirna.
"Nggak, ah malu!" tolak halus Andin.
"Ih, nggak seru!" Mirna sedikit kecewa ditolak oleh Andin.
"Biar nggak malu, minum ini. Dijamin jos!" Elsa menawarkan minuman yang ia bawa.
"Maaf, Bu. Tidak meminum alkohol." Andin langsung menolak tanpa basa-basi.
"Ini tidak ada alkohol, aku beneran." Elsa mencoba meyakinkan Andin.
"Ini aku juga bawa minuman yang sama, tidak mabuk! Karena tidak ada alkoholnya!" Mirna ikut meyakinkan Andin.
Andin pun percaya langsung meminum minuman itu. Andin habiskan 1 gelas begitu saja. Setelah minum Andin langsung pusing tidak bisa berpikir jelas. Mirna dan Elsa mengajak Andin untuk berjoget di depan. Di luar dugaan mereka berdua yang dipikir Andin akan berjoget kampungan. Di sana Andin mengurai rambutnya lalu berjoget seperti sudah biasa ke klub malam.
"Gila! Jago banget." Mirna tidak menyangka.
"Sialan," ucap Elsa tampak kecewa.
Mereka berdua pun pergi meninggalkan Andin sendirian. Andin yang sudah lepas kontrol berjoget ria mengingat masa lalunya sudah biasa ia lakukan di masa muda. Andin yang kelelahan pun ingin istirahat tidur dengan memesan hotel.
***
"Bos, jangan minum banyak-banyak, aku tahu calon tunanganmu, telah pergi keluar negeri bersama pria lain." Ghani memperingati Dipta yang sedang galau.
"Ah! Diam kamu! Keluar sana!" Dipta mulai mengoceh tidak jelas.
Dipta mabuk-mabukan karena ditinggal tunangannya keluarga negeri bersama pria lain. Dipta merasa putus asa ditinggal begitu saja oleh tunangan. Akhirnya, Ghani keluar dari kamar hotel Dipta memberi waktu Dipta untuk mengintrospeksi dirinya sendiri. Ghani yang menutup pintu tidak rapat karena tiba-tiba mendapat telepon dari seseorang menjadi tidak fokus.
"Mana sih, nomor 200?" ucap Andin sambil mengamati nomor-nomor di pintu.
Andin yang mabuk berat melihat angka 208 seperti angka 200. Andin menempelkan kartu ke gagang pintu lalu terbuka, padahal itu memang tidak terkunci. Andin masuk ke dalam berjalan sempoyongan lalu masuk ke kamar mandi mencuci wajahnya penuh tempelan jerawat palsu yang ia buat.
Andin keluar setelah mencuci wajahnya. Pikirannya belum normal sekali saat keluar kamar mandi Andin menabrak dada bidang seseorang. Dipta yang membayangkan mantan tunangan di depan mata yang sebenarnya adalah Andin.
Keesokan paginya Andin membuka mata terasa berat kepala Andin juga pusing. Andin terkejut saat melihat sosok pria sangat tampan di samping tempat tidur. Andin dengan cepat masuk kamar mandi lalu memakai pakaiannya lalu ingin kabur. Belum sempat kabur, ternyata pria tersebut sudah bangun lalu duduk di sofa.
"Mau ke mana kamu?" tanya Dipta.
Deg …
Andin kaget langsung mematung sulit sekali badannya untuk digerakkan. Dipta pun langsung berjalan mendekati Andin. Andin ketakutan sekali saat Dipta mendekat.
"Maaf, Tuan. Maafkan, saya." Andin menundukkan kepalanya.
Andin merasa bersalah karena salah masuk kamar. Sebelum masuk kamar mandi Andin memastikan nomor hotel ia tempati adalah 200 bukan 208. Dipta memandang wajah Andin sedikit terkejut. Seingat Dipta sebelum ke kamar mandi Andin itu sangat cantik dan mulus wajahnya. Kali ini berbeda penuh jerawat dan Dipta curiga.
"Kamu kenapa bisa masuk ke kamar hotelku!" Suara Dipta pun meninggi.
"Saya semalam mabuk, Tuan. Jadi tidak sadar jika kamar, Tuan." Andin tetap menundukkan kepalanya.
"Kamu telah merebut keperjakaanku!" ucap Dipta begitu tinggi.
"Saya juga masih perawan, Tuan." Andin tak mau kalah.
Hal konyol apa ini mereka berdua berdebat tentang status. Andin mencoba memutar otak agar tidak mau ganti rugi. Andin tidak berpikir dirinya bisa saja hamil setelah kejadian ini.
"Kita 'kan, sama-sama dewasa, Tuan. Jadi, Tuan tidak perlu ganti rugi, kepada saya," lirih Andin.
Dipta ingin tertawa di dalam hati. Baru kali melihat wanita dewasa sudah tahu keperawanan hilang tidak ganti rugi malah ingin melupakan kejadian ini. Andin melihat Dipta tidak menjawab ia malah berlari kabur.
"Sial, malah kabur! Akan aku cari kamu keujung dunia sekali pun. Aku takut dia hamil anakku." Dipta enggan mengejar Andin.
Dipta setelah mandi ia mencari ponselnya lalu menelepon Ghani. Mencoba menghubungi Ghani pun berulang kali tidak diangkat membuat Dipta kesal. Tak lama Ghani menghubungi Dipta gantian.
"Halo, Tuan. Maaf, saya lagi di jalan," jawab Ghani di seberang sana.
"Cepat ke kamarku, cek CCTV! Semalam ada wanita cantik masuk ke kamar hotel lalu tidur bersamaku!" teriak Dipta dari ujung telepon.
"Baik, Tuan." Telepon pun mati.
***
Tring …
Pintu lift terbuka Andin terlihat panik. Melihat Nuna di sana ia langsung memeluk Nuna. Nuna pun membalas pelukan Andin. Nuna pikir Andin memeluk karena dia semalam pergi merasa bersalah.
"Udah, aku nggak marah kok. Kamu semalam tidur duluan 'kan di hotel." Nuna melepaskan pelukannya.
"Nun …." Tetesan air mata pun mengalir.
"Eh, kamu kenapa? Ngomong." Nuna melihat Andin merasa berbeda.
"Kita ke kamar hotel kamu, yuk," ajak Andin yang ingin bercerita.
"Yuk." Nuna menggandeng tangan Andin.
Sesampainya di kamar hotel Nuna, Andin duduk di tepi ranjang. Nuna mencari air mineral agar membuat Andin tenang. Setelah Andin tenang ia mencoba menceritakan semuanya kepada Nuna dari awal ia mabuk.
"Mirna! Elsa! Keterlaluan." Nuna mengepalkan tangannya.
"Sudahlah, sudah terjadi." Andin pasrah.
"Ya, nggak bisa gitu!" Nuna tetap ngotot.
Nuna rasanya ingin mencabik-cabik Mirna dan Elsa. Begitu keji Mirna dan Elsa berbuat jahat kepada Andin. Nuna langsung bertanya siapa pria yang tidur bersama Andin.
"Yang tidur, sama kamu siapa?" tanya Nuna.
"Nggak tahu, aku kabur, Nun." Andin datar.
"Astaga, bodoh banget kamu, Andin! Kenapa tidak minta pertanggungjawaban sih!" Nuna kesal sendiri.
"'Kan aku yang salah, bukannya aku yang ganti rugi?" Pikiran Andin begitu cetek sekali.
"Astaga!" ulang Nuna, "kalo kamu hamil gimana, Andin!" Suara Nuna menggelegar ke seluruh ruangan.
"Nggak mungkin hamil! 'kan cuma sekali," ucap Andin polos.
Nuna meraih baru Andin lalu kedua tangan Nuna menggenggam erat. "Jangan permainkan Tuhan, Andin. Jika Tuhan berkehendak apa pun bisa terjadi," ucap Nuna dengan tegas dan halus.
"Tapi …." Andin begitu tidak yakin jika dirinya bisa hamil.