Contrad Tokyo Hotel.
VVIP ROOM.
Suasana pagi hari yang sangat cerah hingga sinar matahari menyeruak menembus tirai jendela kamar VVIP di Contrad Tokyo Hotel, yang merupakan hotel bintang lima di Tokyo jepang. Dikamar itu terdapat sepasang manusia yang sedang bergelut dalam tidurnya hanya berbalut selimut tebal menutupi bagian tubuhnya.
Adhisti terbangun dari tidurnya karena ia merasakan panas disebagian tubuhnya. Perlahan-lahan ia mengerjapkan matanya mengumpulkan nyawanya. Badannya terasa sangat pegal, kepalanya pusing, belum lagi rasa di perut Adhisti. Beberapa menit disaat Kesadarannya mulai kembali, ia menatap setiap sudut ruangan yang ada di dalam kamar tersebut. Ada yang janggal di dalam benak Adhisti, kemudian ia mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi semalam,barulah ia sadar bahwa memang benar ia tidak berada di rumahnya ataupun di apartemennya.
Pandangan Adhisti beralih kearah samping tempatnya tidurnya. Beberapa detik kemudian ia membelalakkan matanya melihat tubuhnya yang masih polos tidak mengenakan sehelai benang sedikitpun.
Deg!
"Awwwaaaaa...!!!" Pekik Adhisti menggema di ruangan tersebut.
Bug!
Bug!
Bug!
"Dasar pria sialan! Bangun nggak kamu! Bangunnnn...!!" Pekik Adhisti marah sambil terus memukul lelaki tersebut menggunakan guling.
"Aakkhh..!! Stop! Stop!" Ujar Cakra tersebut merasa terusik karena suara Adhisti yang cempreng menggema di dalam ruangan tersebut. Belum lagi pukulan Adhisti yang sangat kencang beberapa kali mengenai kepalanya, membuatnya sangat kesal.
Tak lama kemudian suara isakan tangis terdengar di ruangan tersebut. Saat Cakra mengalihkan pandangannya, ternyata wanita yang ada di sampingnya ini tengah menangis sambil memeluk lututnya.
Cakra menghembuskan nafasnya kasar. "Kamu kenapa nangis segala sih? Berisik tau nggak!" Ujar Cakra tegas sekaligus dingin.
Sontak Adhisti mendongakkan kepalanya menatap Cakra dengan tatapan marahnya. Wajahnya merah padam, helai rambut berserakan memenuhi wajahnya. "APA KAMU BILANG? BERISIK? KAMU SUDAH MENODAIKU, PRIA BRENGSEK!" ujarnya murka.
Sementara Cakra menatap Adhisti dengan tatapan dinginnya. Ia sama sekali tidak merasa bersalah kepada Adhisti. "Belum tentu juga kalau kamu masih perawan!"
Adhisti menggelengkan kepalanya, sambil menangis sesegukan. Ia tidak percaya dengan apa yang telah Cakra lakukan terhadapnya. Sedangkan ia sama sekali tidak mengenal lelaki yang ada di hadapannya saat ini. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui!"
"Uang berapa yang kamu inginkan? Ambil dan tulis sendiri!" Ujar Cakra sambil menyodorkan cek dan bolpoint di depan Adhisti.
Namun siapa sangka dengan segera Adhisti membuang kertas yang Cakra pegang. Ia merasa bahwa harga dirinya jatuh, dengan seenaknya Cakra menganggap bahwa dirinya kupu-kupu malam yang setelah memuaskan pelanggannya akan mendapat bayaran.
"AKU BUKAN WANITA MALAM YANG BISA SEENAKNYA KAMU PERMAINKAN SETELAH ITU KAMU BUANG!"
"AKU PUNYA HARGA DIRI!" Ujar Adhisti sekali lagi.
Sementara Cakra berdecih pelan. "Bukankah kamu memang wanita bayaran ya? Jangan sok suci deh, aku tahu kalau kamu bukan wanita baik-baik, ngapain juga aku menghargai kamu, wanita tua!" Katanya menusuk.
Adhisti sudah tidak dapat membendung lagi air matanya karena ucapan pedas lelaki yang ada di depannya ini. Dengan seenaknya ia menghina Adhisti sesuka hatinya.
"Kenapa nangis? Sakit hati? Lantas apakah kamu setelah meyalani orang lain sebelumnya juga menangis seperti ini?" Tanyanya ketus.
"JAGA UCAPAN KAMU! AKU TEGASKAN SEKALI LAGI, AKU BUKAN WANITA BAYARAN!"
"JANGAN PERNAH KAMU MENGATAIKU WANITA BAYARAN!" Ujar Adhisti sambil menangis tak tertahankan.
Sementara Cakra menatap remeh Adhisti. "Jelas-jelas tadi malam kamu sudah pernah melakukan hubungan, saya tahu mana yang masih ori dan sudah enggak! Jadi ngapain juga kamu nangis, kecewa, bukankah kamu sebelumnya sudah pernah melakukannya?" Ujarnya ketus.
"STOP! SAYA MEMANG SUDAH TIDAK SUCI, TETAPI BUKAN BERARTI KAMU DENGAN SEENAKNYA MEMPERMAINKAN AKU SEPERTI INI!" Bentak Adhisti sambil beranjak dari ranjangnya. Setelah ia turun dari ranjang, dengan segera ia memungut semua pakaian yang berserakan dibawah sana, untuk ia bawa ke kamar mandi.
Sementara Cakra, termenung menatap kepergian Adhisti ke kamar mandi. Dalam hatinya ada rasa trenyuh melihat Adhisti yang menangis sambil masuk kedalam kamar mandi. Tetapi kembali lagi, jika ia mengingat bahwa Adhisti sudah tidak suci rasa trenyuhnya hilang seketika.
Cakra menyambar ponselnya yang berada di atas nakas, kemudian ia memencet tombol telfon.
"Hallo, kamu cari tahu tentang Adhisti." Ucap Cakra menghubungi seseorang, setelah itu ia mematikan panggilan secara sepihak.
Setelah itu Cakra meletakkan kembali ponselnya di atas nakas, dan ia pun dengan segera bangkit dari tempat tidurnya, sambil mengambil pakaiannya yang tergeletak di lantai. Kemudian ia keluar dari kamarnya.
Sementara di dalam kamar mandi Adhisti tengah berdiri di bawah shower, membiarkan seluruh tubuhnya dari ujung rambut hingga kaki basah terkena guyuran air. Air matanya tidak berhenti menetes, ingatannya kembali berputar kepada kenangan masa lalu yang telah menimpanya, dan semalam ia kembali mengulang kesalahan yang sama seperti di masa lalunya, Ia kembali melakukan perbuatan yang sangat dilarang.
"Kenapa diriku selalu dipandang hina sih?"
"Arrrggttttt...!!!"
Adhisti berteriak sambil meraut rambutnya yang basah terkena air.
Beberapa menit berlalu, Adhisti keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapih, wajahnya pun terlihat segar karena ia selesai mandi.
Pandangan Adhisti tertuju kepada lelaki muda yang sedang berada di atas ranjang, sambil menatapnya. Namun dengan segera ia memalingkan wajahnya, kemudian pandangannya teralihkan kepada tas yang ada di atas meja.
Dengan segera Adhisti menyambar tas itu hendak pergi, namun pada saat ia hendak melangkahkan kakinya kearah pintu, suara barinton Cakra menggema menghentikan langkah Adhisti.
"Adhisti..!!"
Ia sama sekali tidak membalikkan badannya, ia hanya mendengar suara derapan langkah semakin mendekatinya, suara derap langkah siapa lagi kalau bukan Cakra.
"Berbaliklah saya mau berbicara dengan kamu!" Ujarnya tepat dibelakang Adhisti.
Dengan ragu Adhisti membalikkan badannya, namun ia tidak berani menatap Cakra. Terdengar suara helaan nafas keluar dari bibir Cakra.
"Ambil lah anggap saja sebagai ucapan maafku, karena sudah meniduri kamu semalam!" Ujar Cakra sambil menyodorkan cek tersebut.
Adhisti kembali merasa panas dengan sikap Cakra, baru saja beberapa menit ia merasakan sedikit ada kelegaan dalam hati, namun kini ia kembali merasakan jengkel karena sikap Cakra yang seolah-olah ia merendahkan Adhisti.
Adhisti mendongakkan wajahnya menatap wajah tampan Cakra. "Sudah berapa kali aku mengucapkan kalau aku bukan wanita bayaran. Jadi kenapa kamu masih saja memberiku cek."
"Bukan begitu-"
"Uangku sudah banyak!" Ujar Adhisti memotong ucapan Cakra, setelah itu ia membalikkan badannya melangkah keluar.
"Adhisti..!!"
Panggilan Cakra seakan tidak terdengar dalam telinga Adhisti, ia fokus melangkah kakinya keluar kamar. Dengan segera ia keluar dari hotel tersebut, sebelum ada wartawan yang memergokinya.
Saat ini nama Adhisti sedang naik daun di Tokyo, karena prestasi dan karir Adhisti di dunia entertainment sangatlah bagus akhir-akhir ini. Belum lagi bisnis-bisnis yang sedang ia jalankan saat ini, membuat orang lain gencar mencari informasi tentang Adhisti untuk dijadikan sebuah berita.
Adhisti merasa lega setelah ia berhasil keluar dari hotel tersebut. Dengan segera ia menaiki kereta untuk kembali kerumahnya, ia sangat yakin bahwa sang mamah pasti sudah khawatir dengan keadaanya. Apalagi ia tidak pulang semalaman, hal ini pasti akan membuat mamahnya marah habis-habisan. Biasanya walaupun ia tidak pulang, pasti ia memberitahu sang mamah.