After Tragedi
Jenazah Tuan Aryan dan Nyonya Emilia sudah dibawa pulang ke rumah, setelah diotopsi oleh pihak rumah sakit dan dibawa oleh mobil ambulance.
Elena jatuh tersungkur di depan pintu rumahnya, ketika melihat itu.
"Mommy, Daddy," lirih Elena tersedu-sedu dengan air mata yang bercucuran deras di pipi nya.
Elena mencoba bangkit dan melangkah menatap orang tuanya, kemudian memeluk jenazah itu bergantian.
Tangisan Elena menggema menyayat hati. Semua yang hadir terhanyut sedih melihat itu. Gadis belia yang harus kehilangan orang tuanya secara tragis.
Kedua orang tua Elena meninggal dalam tragedi kecelakaan beruntun. Mobil ditabrak oleh truk kontainer yang membawa muatan minyak. Truk tersebut mengalami rem blong, sehingga laju kendaraan tidak bisa dikendalikan.
Jalanan yang menurun serta licin membuat supir truk sulit mengendalikan laju kendaraan dan menabrak mobil yang ditumpangi oleh tuan Aryan dan nyonya Emilia, hingga terseret beberapa kilometer dan akhirnya terjatuh ke dalam jurang yang cukup curam. Kedua orang tua Elena langsung meninggal di tempat.
Elena berusaha menatap kembali kedua orang tuanya. Memastikan benarkah itu Daddy dan Mommynya.
Elena tak sanggup menopang kedua kaki yang terasa lemah. Pandangan mata mulai memburam, kepala terasa sakit dan tubuh semakin lemah.
'Bugh'
Tubuh Elena tiba-tiba terjatuh dan langsung tidak sadarkan diri.
Elena ditolong tetangga yang datang melayat. Mereka membawa Elena ke kamarnya.
"Kasihan anak ini, dia sekarang yatim piatu di umurnya yang masih muda," ujar Bu Siti.
"Iya, kasihan ya," sahut Bu RT.
"Apa dia tidak mempunyai sanak keluarga lainnya? Kenapa dia sendirian saja di sini." Bu Mia yang lain menimpali.
"Aku dengar, ada sih. Adik satu-satunya dari almarhum Tuan Aryan, tetapi adiknya itu berada di luar negeri," jawab ibu Atun selaku tetangga terdekat.
Mereka mengangguk dan akhirnya paham, mengapa Elena masih seorang diri berada di sana.
Elena mengerjapkan mata, dan memegang kepala yang sakit. Sejak tadi, Elena memang belum mengisi perutnya. Terlebih, bertambah syok saat mendengar kecelakaan orang tuanya.
Ibu Atun membantu Elena bangun dan duduk bersandar di dashboard ranjang nya.
"Hiks, hiks, hiks," isakan tangis Elena terdengar kembali. Elena sebenarnya berusaha untuk tidak menangis, tapi sungguh sangat sulit dilakukan saat ini.
"Sabar, Nak. Ikhlaskan kedua orang tuamu, biarkan mereka tenang di sana, jika kamu menangis terus itu akan memberatkan kedua orang tuamu, Nak," ucap Ibu Atun mencoba menasehati.
Elena tidak berhenti menangis,dia memeluk erat ibu Atun dan menumpahkan semua kesedihannya, orang yang berada di kamarnya pun tak elak menitikkan air mata tidak tega melihat kesedihan gadis belia itu.
"Elena, sudah nak jangan menangis lagi.
kita harus segera menguburkan jenazah kedua orang tuamu, Nak," kata Ibu Atun.
Elena pun melepaskan pelukannya dan mengangguk lemah.
"Nak, apakah keluargamu yang lain sudah diberitahukan tentang kematian kedua orang tuamu?" tanya bu Atun.
"Sudah bu. Elena sudah memberitahukan uncle Sofyan dan mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini."
"Baiklah kalau begitu, tetapi kita tidak bisa menunggu sampai tiba pamanmu itu nak, kasihan mereka jika terlalu lama dikebumikan," ucap ibu Atun.
Elena mengangguk pasrah.
"Mommy, Daddy. Kenapa kalian tega meninggalkan Elena sendirian di dunia ini?
Sekarang apa yang harus Elena lakukan dengan tidak adanya kalian," batin Elena.
Elena melihat ketika jenazah orang tuanya mulai memasuki lubang kubur. Elena semakin merasa tersayat dengan itu.
"Daddy, Mommy, jangan tinggalkan Elena!"
"Sudah Nak. Jngan seperti itu, tidak baik. Kasihan mereka jika kamu seperti itu," ujar Bu Atun yang masih mendampingi Elena.
Elena masih menangis di sana, walaupun pelayat satu persatu meninggalkan area itu.
"Hiks, hiks."
*
Esok hari paman Elena yang bernama Sofyan sudah tiba di Indonesia. Sofyan melangkahkan kaki ke rumah Elena.
"Uncle," ucap Elena. Gadis itu langsung memeluk erat pamannya dan menumpahkan rasa sakit yang masih membelenggu kalbu.
"Tenanglah sayang. Sekarang sudah ada uncle di sini," ujar uncle Sofyan sambil tangannya menepuk-nepuk punggung Elena.
Tangisan Elena mulai mereda, dia mendongakkan kepalanya dan menatap sendu kepada pamannya yang masih terlihat tampan, meskipun di usia nya yang sudah menginjak kepala empat, tetapi masih terlihat gagah dan berkharisma.
"Uncle, sekarang Elena sendiri, kenapa mommy and daddy tega meniggalkan Elena sendiri, hiks."
Elena masih sangat rapuh dan sulit menerima keadaan yang ada. Pikirannya kalut dan takut menghadapi masa yang akan datang.
"Tenanglah, kamu tidak sendirian Elena. Kamu masih mempunyai paman dan anggaplah paman seperti Daddymu sendiri, oke." ujar uncle Sofyan menenangkan elena.
Uncle Sofyan memperkenalkan istri dan putranya yang masih kecil yang berusia tujuh tahun, isteri dari uncle Sofyan sangat cantik dan juga ramah, bahkan isteri dari uncle nya itu langsung memeluk Elena begitu lembut seolah ikut merasakan kesedihan keponakan dari suaminya.
"Aunty confidence for the death of your parents," ucap belasungkawanya dan dibalas kemudian oleh Elena.
"Thanks aunty, i appropriate hit," jawab Elena yang juga fasih dalam bahasa Inggris, karena Elena anak yang pintar sehingga dia mendapatkan beasiswa.
Saat ini, uncle Sofyan sudah berada di pemakaman tuan Aryan dan nyonya Emilia, Sofyan mengirimkan doa kepada almarhum dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Kakak, kenapa kau begitu cepat meninggalkan aku, bahkan aku belum sempat membalas budi kepadamu. Karena saat itu aku masih belum mempunyai pekerjaan tetap."
Sofyan berusaha agar tidak menangis saat berada di sana. Sofyan berusaha sekuat tenaga mengendalikan dirinya.
"Sekarang adik kamu ini sudah mempunyai pekerjaan tetap di perusahaan dan mempunyai jabatan yang bagus, rencana dalam bulan depan aku akan mengunjungimu dan membantumu, tetapi kamu cepat sekali pergi. Kalau tahu kamu akan meninggalkan dunia ini, tentu secepatnya aku akan membantumu," ucap penyesalan Sofyan dengan menundukkan kepalanya.
"Kakak, aku berjanji aku akan menjaga Elena, putrimu dan akan menyayanginya seperti putri kandungku sendiri. Tenanglah ,engkau di sana kakak bersama istri tercintamu."
Sofyan langsung pulang ke rumah, setelah dari pemakaman dan mendapati Elena sedang melamun di teras depan rumahnya. Sofyan menghampiri dan langsung duduk di samping Elena.
"Apa yang kamu pikirkan, keponakan
ku?" tanya Sofyan menatap manik bulat Elena yang terlihat redup dan terdapat guratan hitam di kelopak matanya. Karena Elena terus-menerus menangis bahkan sampai dia tidak bisa tidur karena kesedihannya yang telah ditinggalkan oleh orangtuanya.
"Aku merindukan daddy dan mommy," lirih Elena. Suara Elena berubah menjadi serak, karena terlalu sering menangis.
"Uncle mengerti perasaanmu, tetapi sekarang sudah ada uncle disini bersamamu dan uncle sudah mengambil keputusan kalau kamu harus ikut uncle ke Amerika."
Elena sangat terkejut dengan keputusan sepihak yang dilakukan Sofyan. Wajah Elena langsung menatap Sofyan.
"Tapi, Uncle?"
