6. Just One Night?
Evelyn dan Alan kini sudah berada di dalam mobil milik Alan. Alan memakai sabuk pengaman dan juga membantu memakaikan sabuk pengaman pada Evelyn yang agak kesusahan. Evelyn mengucapkan terima kasih, namun tak dibalas apapun oleh Alan.
Evelyn tersenyum kecil, merasa bahagia karena semuanya sudah selesai. Setelah ini dia akan pulang, mendapatkan bayaran, dan semuanya selesai. Dia bisa segera melunasi hutangnya dan hidupnya akan tenang seperti sedia kala.
Setelah beberapa saat, Alan tak kunjung menghidupkan mesin mobilnya. Evelyn melirik ke arah pria itu, yang sedang menyandar dengan sebelah tangan menutupi matanya. Tunggu, apa dia ketiduran?
"Kenapa kamu menerima tawaran Zara untuk menemaniku ke sini?" Evelyn terperanjat kaget saat Alan tiba-tiba bersuara. Alan menurunkan lengannya lalu menatap Evelyn dengan serius.
"Karena aku membutuhkan uang." Evelyn menjawab dengan jujur. Dia menunduk, merasa malu mengatakan itu. Tapi, memang itu kebenarannya.
"Butuh berapa?" Alan bertanya lagi. Evelyn menengok ke arahnya sekilas lalu kembali menatap ke arah kakinya yang bergerak sedikit gelisah.
"Sesuai kesepakatan. Itu sudah cukup bagiku," jawab Evelyn tanpa menyebutkan nominal. Alan diam, lalu mengambil sebuah berkas dari jok belakang. Dia membaca selembar kertas yang Evelyn tak tahu apa isinya.
"20 juta?" tanya Alan dengan sebelah alis terangkat. Evelyn menatapnya dan mengangguk pelan.
"Iya." Evelyn menjawab singkat. Bagi Evelyn, uang segitu tentu sangat banyak. Apalagi bagi dirinya yang sekarang sedang dikejar-kejar oleh pihak pinjaman online. Setelah Evelyn hitung, bahkan akan ada sisa setelah dia melunasi semua hutangnya.
Alan menyimpan berkas tersebut di tempat semula. Berkas tersebut adalah surat kesepakatan yang dibuat oleh Zara. Zara juga lah yang menentukan jumlah bayarannya. Dan bagi Alan, itu adalah nominal yang sedikit. Alan menghela nafas pelan, dengan mata menatap lurus ke depan. Dia tak terlihat akan segera menghidupkan mesin mobilnya. Dan Evelyn yang duduk di sampingnya jadi bingung sekaligus penasaran kapan dia akan diantar pulang.
"Tidurlah denganku malam ini. Akan kubayar sepuluh kali lipat dari kesepakatan awal."
Alan berkata seraya menatap Evelyn dengan tatapan serius. Sedangkan Evelyn sudah melotot ke arahnya mendengar itu.
"A-apa?" Evelyn bertanya terbata, merasa tak percaya dengan yang baru saja dia dengar barusan.
"Temani aku tidur malam ini. Bayaranmu akan bertambah jadi 200 juta." Alan menjawab dengan nada tenang, seolah sedang membicarakan cuaca yang bersahabat hari ini. Jelas beda dengan Evelyn yang syok mendengar penuturannya.
"Kamu bisa membeli banyak hal dengan uang sebanyak itu." Alan kembali berbicara, berusaha meracuni pikiran Evelyn yang sedang berusaha memberikan penolakan.
"Aku tidak butuh uang sebanyak itu," balas Evelyn dengan suara pelan. Dia lalu memalingkan wajah, enggan membalas tatapan Alan.
"Tidak butuh? Kamu yakin?" Alan bertanya dengan nada mengejek. Evelyn tak menjawab dan memilih bungkam.
"Kamu bisa membeli rumah. Jadi tidak perlu repot membayar uang kos setiap bulan," ujar Alan lagi. Evelyn menatap ke arahnya sesaat kemudian menunduk lagi. Perkataan Alan mulai masuk ke dalam otaknya, membuatnya berpikir banyak.
Dengan uang 200 juta, dia bukan hanya bisa melunasi hutangnya. Tapi dia juga bisa membeli sebuah rumah, seperti yang dikatakan Alan. Dia tak perlu tinggal di kamar kos yang sempit lagi jika punya rumah. Dia bisa membeli banyak barang impiannya selama ini. Dia bisa ....
Tunggu, kenapa dia jadi berkhayal jauh sekali?
"Bagaimana?" Alan bertanya lagi, terlihat tidak sabar menunggu jawaban dari Evelyn.
"Tenang saja. Aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Hanya kita berdua saja yang tahu." Alan berkata lagi dengan seringai tipisnya. Melihat Evelyn yang terlihat sedang berpikir, membuat Alan sengaja mengatakan banyak hal, berusaha membuat pertahanan Evelyn goyah.
Evelyn menatap Alan dengan jemari saling meremas. Jantungnya berdebar kencang, dan telapak tangannya berkeringat.
"Kesempatan ini belum tentu akan datang lagi padamu." Setiap perkataan Alan berhasil meracuni otak Evelyn. Hingga akhirnya, Evelyn menganggukkan kepala dengan perlahan. Dan Alan tak bisa menahan senyum liciknya saat tahu kalau Evelyn menerima tawarannya.
Tak terlalu sulit juga membujuknya ternyata.
***
Evelyn menyumpahi dirinya sendiri karena mau-mau saja menerima tawaran Alan. Kini dia sudah berada di dalam kamar hotel bersama dengan Alan. Dan tak mungkin dia bisa kabur saat keadaan sudah seperti ini. Evelyn bahkan sudah mendengar suara pintu yang dikunci di belakangnya.
Tubuh Evelyn membeku, hingga dia merasa tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Kini pikirannya di penuhi dengan caci maki dan sumpah serapah untuk dirinya sendiri. Begitu juga hatinya yang dipenuhi rasa takut.
"Tenang saja. Aku tidak akan memperlakukan kamu dengan kasar." Suara Alan terdengar agak jauh dari Evelyn. Walau begitu, mendengar perkataannya membuat Evelyn bergidik ngeri. Ya Tuhan. Jadi beginikah akhirnya? Dia menjual dirinya sendiri demi uang 200 juta? Dia benar-benar melakukannya?
Wajah Evelyn memucat seketika. Tubuhnya merinding, merasa takut dengan apa yang akan terjadi.
Tubuh Evelyn tersentak kaget saat merasakan sesuatu bergerak pelan melingkari perutnya. Evelyn menahan nafasnya sendiri saat merasakan hembusan nafas di tengkuknya. Kemudian Evelyn memejamkan matanya dengan erat saat merasakan sesuatu yang basah dan lembut bergerak pelan di leher sampingnya.
"Jangan tegang. Rileks saja. Nanti kamu juga akan terbiasa," bisik Alan di telinga Evelyn, diakhiri dengan kecupan pelan di daun telinganya.
Evelyn setia memejamkan mata dengan kedua tangan terkepal erat. Perlahan namun pasti, dia bisa merasakan hawa dingin di punggungnya. Tak lama kemudian Evelyn merasakan tali gaunnya jatuh perlahan menyusuri lengan atasnya.
Alan berdiri di belakang Evelyn, sengaja memulai keinginannya dengan perlahan. Dia tak terburu-buru, karena ingin menikmati momen ini. Perlu diingat, ini akan menjadi seks pertama Alan, setelah dia bercerai dua tahun lalu dari Citra. Dan Alan juga masih tak menyangka kalau dia akan melakukannya dengan seorang perempuan yang usianya jauh di bawahnya.
Tapi, tak masalah. Evelyn sudah legal. Bukan anak di bawah umur lagi. Yang penting, Evelyn menyetujui dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan apapun darinya.