Bab 1 Bintang Semalam
Bab 1 Bintang Semalam
Suasana di ruang make up sudah sangat sibuk. Para make up artis tengah sibuk merias para pengisi acara. Sementara pengisi acara yang kebanyakan adalah para artis ternama itu terlihat sangat menikmati kegiatan itu karena mereka sudah begitu terbiasa di make up.
Di antara deretan artis-artis yang telah memiliki segudang penggemar itu terdapat seorang gadis udik nampak kikuk dan resah menunggu giliran untuk di make up, duduk menepi di sudut ruangan dan tenggelam dalam pusaran pesona para bintang. Namun gadis berbaju lusuh itu tetap menegakkan punggungnya, acuh dengan segala kedekilannya yang membuatnya seolah tak terlihat diantara sinar kemegahan para bintang. Sampai kemudian seseorang menyadari kehadirannya dan memintanya untuk segera bersiap di kursi make up.
Seorang pria kemayu berbaju ungu yang tadi menyapa gadis berwajah kusam itu memberi senyum lebarnya yang ramah sebelum memulai menyentuh wajah polos gadis kikuk itu.
Nama you siapa nek? tanya pria kemayu itu.
Gadis kikuk itu menoleh sekilas pada pria yang saat ini tangan terampilnya sudah mulai mengusap wajahnya. Sejenak gadis berambut panjang tak terawat itu terlihat gamang sampai akhirnya ia mulai menyebut namanya, nama yang ia pilih untuk akun Otak Atiknya saat ia membuat video goyang gayung yang menjadi alasan ia dipanggil untuk mengisi acara talk show terkenal ini.
Nara, jawabnya singkat.
Pria kemayu itu tersenyum sekilas.
You penyanyi?
Bukan.
Lalu?
Gadis bernama Nara itu terlihat bingung. Ia sendiri tak tahu harus menyebut dirinya apa. Di aplikasi Otak Atik itu ia hanya menari asal saja dan tak pernah menyangka kalau goyangannya yang tak jelas itu mendadak menjadi viral. Tapi sebenarnya sejak dulu ia suka menari dan menembang saat ia dan keluarganya masih tinggal di Kebumen sebelum akhirnya nasib membawa keluarganya pindah ke Jakarta.
Aku penari, jawab Nara tak yakin. Sampai sekarang ia masih belum jelas nanti akan disuruh melakukan apa di acara talk show terkenal ini.
You pasti pendatang baru ya nek?
Nara mengangguk kikuk.
Eh nek, aku kasih tahu ya, kalo mau eksis harus yang pede, jangan malu-malu, harus malu-maluin biar cepat terkenal. Eh you udah punya manajer? tanya pria kemayu itu sembari mulai melukis alis Nara.
Belum, aku sebenarnya bukan artis, aku hanya penari Otak Atik saja, jawab Nara gamang.
Iiih nek, sudah dibilangin harus yang pede.
Senyum Nara langsung terpancing saat melihat gaya pria kemayu itu yang belum menyebutkan namanya itu.
Eh you malah beruntung nek, emang sekarang lagi musim tipi-tipi nyari wajah baru dari medsos. You harus manfaatin kesempatan emas ini. Saran eike, You harus nyari manajer yang kompeten biar bisa nyariin you job nek.
Aku nyari manajer?
You nggak punya kenalan gitu?
Nara kembali menggeleng.
Ntar deh eike kenalin sama temen eike.
Setelah itu pria kemayu itu memandangi wajah Nara yang telah selesai ia rias. Pria berbaju ungu terlihat puas dengan hasil karyanya.
Eih nek, you cantik bingit. Kalau you terawat, lewat deh si maju mundur cantiik itu.
Gadis bernama Nara itu melebarkan senyumnya.
Ayo nek, aku antar ke ruang wardrobe, biar tukang kostum yang nyariin you baju.
Nara mengikuti langkah pria bertubuh sedikit tambun itu yang mengantarnya ke sebuah ruangan luas yang berisi bermacam baju. Nara yang nota bene gadis kampung itu terperangah melihat baju-baju bermacam bentuk yang semuanya indah.
Tuh nek, you udah ditunggu dan dipilihkan baju, udah ya eike tinggal ya nek.
Nara kembali gamang saat ditinggal oleh make up artis yang ramah itu. Namun setelah ia berganti baju dan melihat pantulan dirinya di depan cermin mendadak rasa percaya dirinya muncul. Penampilannya tak lagi kuyu seperti dulu. Ia menjadi terlihat sangat sempurna dengan baju dan riasannya saat ini bahkan ia nyaris tak mengenali dirinya sendiri. Segalanya terlihat sangat sempurna.
*****
Tak ada lagi kekikukan terlihat pada diri Nara saat kamera telah terarah padanya. Sorot lampu terang menyinari sosok Nara, mengikuti semua gerak geriknya. Malam ini Nara merasa telah menjadi seorang bintang. Saat ia diminta menari, bergoyang gayung, goyangan viral yang ikut mengangkat namanya itu, Nara menari dengan sangat percaya diri. Ia sangat menikmati tampil di depan sorot kamera. Ia merasa telah menjadi bintang yang sesungguhnya. Ia merasa begitu bangga. Celoteh centil meluncur deras dari mulutnya saat sang pembawa acara mulai mewawancarainya. Seluruh rasa tak percaya dirinya langsung memudar. Penampilannya langsung menarik perhatian dan Nara merasa sangat bangga pada dirinya.
Seusai acara Nara kembali berada di belakang panggung dan lelaki kemayu yang tadi meriasnya langsung mendekat untuk memberinya kartu nama juga meminta nomor gawai Nara.
Penampilan you tadi good banget nek, eike akan segera meminta temen eike buat hubungin you nek dan merekrut you dalam manajemennya.
Iya terima kasih
Panggil eike Bibi, nama eike Bibi.
Bibi siapa?
Pria kemayu yang mengaku bernama Bibi itu langsung memanyunkan bibirnya.
Bibi aja nek, B I B I, ujar Bibi mengeja namanya.
Oh maaf Bibi, sekali lagi terima kasih ya.
Setelah perbincangan yang singkat itu mereka lalu berpisah. Nara, gadis kikuk itu yang tadi sempat menanggalkan kekikukannya saat disorot mata kamera, mulai melangkah keluar dari gedung stasiun televisi. Ia menunggu kedatangan ojek on line yang telah ia pesan di depan halaman masuk gedung. Sejurus kemudian taksi yang dipesannya tiba. Nara segera naik ke atas boncengan yang kemudian membawanya menuju ke tempat asalnya, sebuah tempat menyedihkan yang ia sebut rumah. Nara harus dengan tegar menanggalkan mimpinya, kembali berkutat dengan kenyataan yang memuakkan yang sejauh ini masih belum mampu untuk ia ubah.
****
Sepeda motor yang ditumpangi Nara berhenti di sebuah kawasan kumuh di sudut kota. Di sela-sela gunungan sampah yang berderet-deret, di tengah aroma tak sedap yang mengakrabi setiap hidung warga, di situlah Nara tinggal bersama para penghuni lain yang bernasib sama, sama-sama tak mempunyai pilihan karena kemiskinan yang membelit mereka. Setelah membayar ongkos ojek dengan sebagian hasilnya dari mengisi acara yang menurutnya cukup lumayan, Meta lalu melangkah masuk menuju ke sebuah bangunan semi permanen yang sempit akut, tempat di mana bapak, ibu tiri juga kedua adik tirinya tinggal. Ia pulang tanpa mendapat sambutan dari siapapun. Semua anggota kelurganya telah lelap tertidur. Berhimpitan dalam satu kasur tipis yang selama ini setia menemani ketidakberdayaan mereka. Jika pulang larut seperti ini bisa dipastikan ia tak akan bisa merasakan hangatnya kasur tipis yang senantiasa menjadi rebutan itu. Maka malam ini Nara harus bisa menerima tidur beralaskan kardus, di atas ubin semen yang dingin. Saat hendak merebahkan tubuhnya yang lelah, mendadak Nara melihat ibu tirinya terbangun. Wanita berwajah tegas itu memandangnya tajam dan menegurnya dengan suaranya yang parau.
Kelayapan kemana saja kamu Narsih? tanya wanita yang telah menjadi ibunya semenjak ia baru masuk TK. Wanita yang memberinya kasih sayang dengan cara yang berbeda, dengan bentakan juga hardikan yang nyatanya malah membuat gadis hitam manis itu menjadi semakin terasah ketegarannya.
Saat wanita yang dipanggilnya ibu itu menyebutnya Narsih, gadis muda itu seakan ditarik paksa untuk menerima satu kenyataan bahwa di tempat ini ia harus kembali menjadi Narsih bukan Nara, sosok yang sempat mencicipi rasanya menjadi seorang bintang walau semalam.
*****