Gerbang Sekolah 3
Ditengah-tengah proses belajar mengajar, ada seorang siswa yang merasa tidak enak badan. Dan guru menyarankan untuk membawa siswa yang sakit itu ke UKS. Teman sebangkunya pun membawanya ke UKS.
.
.
.
Beberapa saat kemudian....
.
.
.
Tiba-tiba, siswa yang membawa temannya ke UKS datang dengan nafas yang tidak teratur. Semua siswa didalam kelas penasaran ada apa dengan dia, termasuk aku dan Erin.
"Ada apa? Kenapa kamu berlari kesini?" tanya guru pada siswa yang baru datang ini.
Dan semua orang terkejut termasuk guru saat siswa yang bernama Icha ini menceritakan apa yang terjadi.
Ternyata, saat dia berjalan kembali ke kelas. Dia merasa seperti da yang mengikutinya dari belakang. Maka dari itu, dia berlari kembali kekelas.
"Siapa yang mengikuti mu, Icha?" tanya guru.
"Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak mau berbalik badan untuk memastikan siapa yang mengikuti ku tadi." jelas Icha. Kemudian Icha dipersilahkan untuk duduk kembali oleh guru.
Entah apa yang terjadi pada Icha tadi. Benar atau tidak. Tapi aku merasakan sesuatu yang aneh pada Icha. Apa harus aku yang memastikannya. Tapi aku masih dalam proses pemecahan misteri gerbang sekolah. Bagaimana ini?. Apa aku sudahi saja penyelidikan gerbang itu. Atau ku selesaikan saja dulu.
Akhhhkkk... Aku bisa gila karena memikirkan hal ini.
Hari ini semua siswa diizinkan untuk pulang lebih awal karena ternyata hari ini ada jadwal rapat guru dan orang tua siswa. Mungkin hanya membahas tentang perkembangan anak mereka.
Hal itu menjadi kesempatan bagiku dan Erin untuk melanjutkan penyelidikan gerbang itu.
"Tami, kita turunnya nanti saja setelah semua siswa pulang. Aku tidak mau seseorang melihat kita." ucap Erin yang sementara melihat ke arah luar jendela, tepatnya arah gerbang.
"Baiklah, terserah kau saja." pasrahku.
Setelah semua siswa kami pastikan sudah pulang, kami pun berjalan menuju gerbang.
Sesampai kami di gerbang, kami langsung tersentak. Karena hantu itu langsung menampakkan wujudnya yang begitu menyeramkan. Dan jangan lupakan mawar yang selalu ia bawa. Dan satu lagi, sekarang hantu ini sudah tidak mengeluarkan darah dari mulutnya lagi. Aku pikir dia sudah mulai terbiasa dengan kami.
"Itu dia hantunya. Persis dengan apa yang kau ceritakan padaku. Tapi aku rasa wujud dia sekarang lebih baik dari yang kau lihat pertama kali." jelas ku sambil memandang sebuah pohon. Mungkin pohon itu adalah tempat tinggal hantu ini.
"Syukurlah, dia sepertinya mau berkomunikasi dengan kita. Apakah kita akan membantunya?" tanya Erin yang ikut melihat apa yang aku pandangi.
"Tentu saja. Itukan alasan kita pindah sekolah kesini. Kita akan menyelesaikan ini...."
Belum aku menyudahi perkataanku, tiba-tiba Erin pingsan. Untung saja dia jatuh ke arahku jadi aku bisa langsung memeganginya.
.
.
.
Erin pov
.
.
.
"Syukurlah, dia sepertinya mau berkomunikasi dengan kita. Apakah kita akan membantunya?"
Setelah aku mengucapkan kalimat itu. Aku merasa sesuatu yang aneh terjadi padaku. Biasanya tak begini. Biasanya jika ada mahluk tak kasat mata yang ingin berkomunikasi denganku, aku cukup menatap matanya saja. Lalu aku mengetahui semuanya.
Tapi ini berbeda.
Pandanganku mulai gelap. Aku hanya mendengar sayup-sayup perkataan Tami. Lalu aku mulai kehilangan kesadaranku. Tiba-tiba aku melihat ada seberkas cahaya yang mendekat ke arahku. Entah aku yang menghampirinya atau mungkin cahaya itu yang menghampiriku. Lama-kelamaan aku seperti masuk ke dalam cahaya itu. Dan aku mulai mendapatkan kesadaranku kembali.
Tapi tunggu....
Ini bukan tempat dimana tadi aku bersama Tami.
Firasat ku mengatakan bahwa aku berada pada masa lalu seseorang.
Disini, aku melihat seorang wanita. Tepatnya dia adalah seorang siswi. Dia sedang berada di dalam kelas. Dan sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Sesekali ia melihat ponselnya. Dan tak lama kemudian datanglah seorang siswa yang mungkin itu adalah kekasihnya. Karena pria itu membawa setangkai mawar merah dan langsung diberikan kepada gadis ini.
"Ini ada titipan mawar dari Husein untukmu. Katanya dia menunggumu di gerbang sekolah." ucap pria ini.
Aku kira pria ini adalah pacarnya, ternyata bukan. Dan langsung saja pria ini meninggalkan gadis yang belum kuketahui namanya ini. Tapi, ada yang aneh dari pria ini. Hatiku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Tak lama kemudian, gadis ini pun meninggalkan kelas. Dia berjalan menuju gerbang seperti yang disampaikan pria tadi padanya. Sesampainya ia di gerbang, ia heran. Karena ia tak melihat kekasihnya ada di sana.
"Mungkin dia ingin memberikan aku kejutan lagi. Baiklah, aku akan menunggunya disini." ucapnya.
Tak lama kemudian datang sekelompok orang yang berjumlah 4 orang dengan perasaan yang marah. Mereka langsung menarik rambut gadis ini.
Rambutnya yang panjang sepunggung membuat 4 gadis ini dengan mudah menariknya. Bisa dikatakan meraka menjambaknya.
Berarti, pria yang memberi mawar kepada gadis ini adalah suruhan dari 4 orang ini.
"Sudah berapa kali aku bilang. Jangan kau dekati Husein lagi. Dan lihat kau bukan hanya dekat dengannya, tapi kau juga berpacaran dengannya. Apa kau punya telinga, Nani?" ucap salah satu dari mereka yang mungkin adalah ketua dari mereka.
"Mengapa aku harus menjauh darinya? Apa urusannya denganmu?" tanya gadis yang bernama Nani dengan rambut yang masih dijambak oleh ketua dari mereka.
"Apa aku harus menjelaskannya kepadamu. Aku adalah mantan kekasih Husein dan sampai sekarang aku masih menyukainya. Tetapi Husein sepertinya sudah tak menyukaiku lagi. Kenapa? Tentu saja karena ada kau dihidupnya. Makanya dia berubah kepadaku. Padahal diantara kita, jelas lebih cantik aku." jelas Julia yang menjadi ketua mereka.
"Lalu mau kita apakan dia?" tanya Lisa.
"Kita gantung saja dia di gerbang ini." sambung Mawar.
"Tapi aku rasa lebih baik kalau kita meninggalkan dia disekolah ini sendirian saja. Aku rasa itu akan lebih membuatnya jera." jelas Leni.
"Kumohon jangan lakukan itu. Aku harus pulang dan menemui orang tuaku." Nani memohon dengan air mata yang terus menerus membasahi pipinya.
"Aku melepaskanmu hari ini dan kau akan mengulanginya besok atau lusa." kata Julia yang mulai tak bisa mengontrol emosinya.
Aku tersentak saat Julia tiba-tiba menghempaskan kepala Nani ke gerbang itu. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Sampai kepala Nani mengeluarkan darah.
"Aku berjanji. Aku tidak akan mendekati Husein lagi. Tapi ku mohon lepaskan aku. Biarkan aku pergi dari sini." Nani meminta dengan cucuran darah segar membasahi sebagian wajahya.
"Bohong!!!." tegas Julia.
Lalu menghempaskan lagi kepala Nani ke gerbang sekolah. Sampai Nani kehilangan nyawanya.
"Bagaimana ini, dia sudah mati. Apakah kita akan dipenjara?." tanya Lisa yang sedari tadi hanya bisa menyaksikan dan bertanya.
"Aku tidak mau menjadi buronan polisi karena ulahmu Julia. " ucap Leni.
"Aku juga tak mau." sambung Mawar.
"Kalian tidak akan di penjara selama kalian masih memiliki aku sebagai teman kalian. Ikuti saja perintahku. Pindahkan mayat ini ke pohon yang ada di sana." perintah Julia.
Dan langsung saja mereka mengangkat mayat Nani ke pohon yang ditunjuk oleh Julia tadi.
"Lalu, apa rencanamu berikutnya?" tanya Mawar.
"Carikan aku batu yang cukup besar sekarang." kata Julia.
"Batu sebesar ini?" tanya Lisa sambil memperlihatkan batu yang ada di tangannya yang ukurannya lumayan besar.
"Letakkan batu itu di samping kepala Nani Dengan itu orang akan menganggap bahwa Nani menimpuk kepalanya sendiri dengan batu itu." jelas Julia kemudian dilanjutkan dengan anggukan dan acungan jempol dari teman-temannya.
Sekarang aku mulai paham dengan apa yang terjadi pada Nani sehingga menyebabkan dia belum tenang dialamnya. Seketika pandangan ku mulai gelap. Dan aku kembali sadar dengan pandangan yang tak asing bagiku. Aku kembali ke masa ku. Dimana ada Tami yang setia menemani ku.
"Apa kau baik-baik saja." tanya Tami.
"Aku baik-baik saja. Dan tadi sepertinya Nani membawa ku ke masa lalunya. Dan sekarang aku sudah paham dengan apa yang terjadi padanya." jelasku yang membuat Tami bertanya, "Nani? Siapa dia? "
"Nani adalah hantu itu. Dia mati karena dibunuh. Dan kurasa, dia belum tenang karena rumor yang beredar bahwa dia bunuh diri." jelasku yang membuat Tami mengganguk paham.
.
.
.
Erin pov end