Bab 1 Si Cantik Adelyn
Bab 1 Si Cantik Adelyn
"ADEL!" Teriak seseorang dari atas menara sana.
Suaranya perlahan mulai terdengar samar, seiring dengan tubuh Adelyn yang terhempas menuju dasar.
"Bagaimana... Bagaimana aku bisa berakhir seperti ini?" Adelyn berucap dalam hatinya. Ia seakan sudah memasrahkan apa yang mungkin akan terjadi padanya. "Kali ini aku pasti akan mati. Bagaimanapun juga aku tidak akan selamat."
Terjatuh dari lantai 35. Walau secepat apapun petugas yang berusaha meraih Adelyn, rasanya tetap sulit. Rasanya mustahil mereka bisa menyelamatkan Adelyn tepat waktu.
"Haruskah aku menyalahkannya? Atau ini memang bagian dari penderitaan hidupku yang selama ini aku alami?" Adelyn mulai menutup matanya. "Ya, walaupun begini setidaknya aku tidak akan merasakan penderitaan itu lagi. Selamat tinggal, dunia..."
***
Gaps!
Mata Adelyn terbuka terbelalak. Ia seolah baru saja terbangun dari mimpi buruknya.
"Di mana?! Aku di mana?!" Adelyn bertanya dalam hatinya. Adelyn berusaha mengatur tempo napasnya yang tidak karuan seperti orang yang baru saja lari maraton.
Pemandangan pertama yang Adelyn lihat adalah langit-langit kamarnya. Dinding yang dicat dengan warna putih gading, selaras dengan ornamen berwarna kuning keemasan nampak jelas di mata Adelyn.
Setelah itu Adelyn menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia memerhatikan ke sekelilingnya.
Boneka, manik-manik, dan beberapa make up yang tertata rapi di atas meja rias. Kamar ini terlihat sangat menyenangkan.
Adelyn tidak pernah mengingat kalau ia memiliki kamar secantik dan semewah ini. Kamar ini berbeda jauh dengan kamar yang ia miliki dan ia tempati setiap harinya. Kamar yang gelap dan penuh dengan rasa tertekan. Kamar tempat di mana Adelyn menutup kepalanya dengan bantal dikala kedua orang tuanya tengah bertengkar.
"Apa aku sudah di surga?" Gumam Adelyn.
Adelyn menyingkap, menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan ia bangun dan berdiri dari tempat tidurnya.
Perlahan tapi pasti, Adelyn berjalan sambil menyapu setiap benda yang bisa ia sentuh.
"Ini terlalu nyata." Gumam Adelyn kembali. Tentu saja Adelyn merasa begitu senang bisa melihat semua benda-benda cantik yang terpanjang di sekelilingnya.
Langkah Adelyn terhenti tepat di depan sebuah cermin yang memiliki tinggi setinggi tubuhnya.
"A-apa ini?" Adelyn melihat lurus ke arah bayangannya. Tampak seorang gadis mengenakan dress berwarna putih panjang sampai ke mata kakinya. "A-apa ini aku?"
Kulit putih, rona pipi yang kemerahan. Rambut ikal panjang dan tatapan mata yang lembut, "apa aku memang secantik ini?" Adelyn memegangi dengan pelan setiap inci wajahnya.
"Di mana kaca mataku? Kunciran rambutku?"
Yup, selama ini memang wajah cantik Adelyn selalu tertutup oleh kaca matanya. Tertutup oleh poni rambutnya, yang selalu membuatnya terlihat menunduk ketika berjalan.
Dan kini, gadis yang kali ini Adelyn lihat merupakan sosok lain dari sisi dirinya yang tidak pernah Adelyn tunjukan kepada siapapun.
Adelyn tersenyum miring tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.
"Apa ini mimpi?" sinis Adelyn.
Tangan Adelyn mulai mendekap dirinya sendiri. Adelyn merasa merinding di sekujur tubuhnya.
"Apa mungkin aku sedang berhalusinasi?"
Tanpa sengaja tangan Adelyn menyentuh bagian tubuh pada lengannya yang memar.
"Auch! Akkh! Sakit," Adelin menyingkap kerah bahunya. Memperlihatkan luka memar yang berada di bagian sana. Tepat diantara lengan dan lehernya sebelah kanan.
"Luka ini...."
Memori Adelyn kembali kepada ingatannya saat ia terjatuh dari lantai 35 sebuah gedung.
*** Flashback ***
"Tidak Jay! Tidak, aku tidak mau," ucap Adelyn memelas ketika dirinya tengah diseret oleh kekasihnya sendiri, yaitu Jay Lee.
"Jalan yang benar! Kau pikir tubuhmu ringan untuk aku seret sepanjang koridor, hah?"
"Lepaskan aku, aku mohon Jay. Jangan kau seperti ini."
"Eh mana bisa?! Kau harus membantuku. Katanya kau cinta padaku." Sergah Jay tanpa ada rasa iba melihat Adelyn yang bajunya sudah mulai basa karena air matanya yang terus mengalir.
"Jangan Jay, aku mohon."
"Sudah layani saja pria tua itu! Nanti kau juga akan aku bagi hasilnya. Kau kan juga butuh uang, bukan?"
Jay membuka pintu sebuah kamar hotel. Lalu ia siap mendorong Adelyn masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Ayo, cepat, kau masuk ke dalam!"
Jay berusaha mendorong Adelyn untuk masuk ke dalam kamar tersebut. Dan seketika itulah, ketika Adelyn merasa ada cela melarikan diri. Adelyn berusaha tidak terjatuh ketika Jay mendorongnya. Adelyn justru bergegas berlari melarikan dirinya menjauh dari Jay.
"Adel! Mau kemana kau!" Secepatnya, Jay langsung mengejar Adelyn.
Awalnya Adelyn berpikir ia bisa melarikan diri menggunakan lift. Namun menunggu sampai pintu lift terbuka sepertinya merupakan ide yang buruk.
Adelyn beralih ke tangga darurat. Adelyn berniat untuk turun melalui tangga darurat. Namun, sepertinya anak buat pria tua bangka yang telah membelinya itu telah mengetahui keributan yang terjadi. Alhasil Adelyn tidak bisa turun. Karena terdengar seperti ada beberapa orang yang tengah tergesa-gesa menaiki tangga darurat menuju kearahnya.
Sial! Mau tidak mau Adelyn harus berlari ke atas.
Suara ribut langkah kaki yang tengah mengejarnya makin terdengar jelas dan semakin banyak.
Terlebih suara Jay yang terdengar samar-samar memanggilnya pun semakin kembali terdengar, membuat Adelyn semakin tidak ingin tertangkap.
Hosh... Hosh... Napas Adelyn terus berderu cepat. Entah sudah berapa anak tangga yang ia naiki, Adelyn terus berlari menghindar sebisa mungkin.
Deg! Sudah tidak ada anak tangga lagi. Yang tersisa hanya sebuah pintu yang terbuat dari lempengan baja ringan.
Tidak ada jalan keluar untuk Adelyn selain masuk ke dalam pintu tersebut.
BRAK! Adelyn menutup pintu tersebut setelah berhasil masuk. Sayangnya, tidak ada kunci pada pintu tersebut. Otomatis kini Adelyn hanya bisa berpasrah menunggu kedatangan orang-orang yang sedang mengejarnya.
"Habis sudah," gumam Adelyn pasrah.
Adelyn melihat ke sekitar. Tidak ada tempat untuknya bersembunyi. Di sana merupakan tempat ruang terbuka. Lebih tepatnya, kini Adelyn sudah berada di atap gedung.
Air mata Adelyn terus mengalir, sekalipun Adelyn tidak menginginkannya.
BRAK! Pintu atap itu terbuka kembali. Tentu saja hal itu sudah Adelyn perkiraan. Dan orang pertama yang muncul dari pintu itu, adalah Jay.
"Adel!" sergah Jay.
Jay terbelalak ketika melihat Adelyn tengah berdiri di tengah atap.
"Adel! Apa yang... Argh! Kenapa kamu bersikap seperti ini? Ayo cepat ikut denganku!"
Belum sempat Jay menangkap Adelyn. Adelyn sudah terlebih dahulu berlari ke tepi atap.
"Adel apa yang kau..."
"Berani kau maju satu langkah. Maka aku akan..."
"Akan apa?! Kau mau melompat, hah?"
Adelyn menelan salivanya. Adelyn sebenarnya juga tidak memiliki nyali sebesar itu. Kakinya pun gemetar ketika melihat kebawah.
Lantai 35! Siapapun pasti akan tewas jika jatuh dari ketinggian ini.
"Adel, sudahlah. Ayo cepat raih tanganku," ucap Jay yang berusaha mengulurkan tangannya.
"Kubilang menjauh!" Pekik Adel. "Aku akan lompat jika kau mendekat!"
"Baiklah! Jika kau berani, Maka melompatlah!" tantang Jay.
Glek!
Bagaimana ini? Adelyn merasa sudah di ujung tanduk. Jay sepertinya yakin, bahkan sangat yakin kalau Adelyn tidak akan berani melompat.
Adelyn terlihat bingung. Apa yang harus ia lakukan saat ini.
Pria-pria yang berada di sekitar Jay tengah bersiap menangkap Adelyn. Mereka bergerak ketika Jay memberikan kode gestur untuk menangkap Adelyn.
Adelyn menutup mata. Bayangan kegelisahannya selama hampir 5 tahun belakangan ini tiba-tiba muncul.
Hampir tidak pernah ada kata bahagia dalam hidup Adelyn. Ayah dan Ibunya yang bercerai. Jay yang selalu selingkuh darinya. Lalu kini berniat menjualnya. Dan kini dirinya berakhir di tepi atap sebuah gedung. Sungguh tragis.
Lalu Adelyn membuka matanya. Ia menatap lurus melihat Jay.
"Lebih baik aku mati," ucap Adelyn yang seketika itu langsung menghempaskan dirinya ke udara.
"Tidak..." Jay seketika panik, berusaha meraih Adelyn yang sudah melompat bebas terjun ke bawah. "Adelyn!" Teriak Jay.
— To Be Continued —