Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Abang Gila

"Bacot lo, Ann Dasar cewek nggak ada otaknya lo! Nggak ada akhlaknya!" omel Willy, dia bicara sambil ngegas dan memasukkan dengan cepat sedokan nasi goreng agar menyumpal mulutnya. Sepertinya Willy sudah malas berbicara dengannya.

"Aahhh, lumayanlah buat ganjel perut," ucapnya sambil mengelus perut. Dia mengabaikan ocehan yang keluar dari mulut Willy.

"Gila lo ya, Anna, atau benar-benar lo nggak akan sadar. Kalau begini terus mana ada cowok yang mau sama lo," Willy sedang mengingatkan. Padahal di balik semua itu dia sedang mencoba mendekati hati Anna.

"EGP! Emangnya Gue perlu. Gue masih bisa sendiri kali. Lo nggak lihat, emangnya gue kurang apa? Duit bokap gue banyak. Perusahaan bokap gue juga berjibun. Sekarang apa masih perlu laki-laki di hidup gue?" Willy hanya bisa menghela nafasnya. Sepertinya dia masih membutuhkan usaha yang lebih keras agar teman barbarnya itu segera sadar.

"Terserah lo. Gue cuman bilangin jangan sampai emak lu nyap-nyap lagi. Secara itu gue rasa emak lu pasti punya pikiran yang sama kayak gue. Dia pasti pengen anak semata wayangnya nggak cuma jago akting aja di depan emaknya, tapi dia pasti berharap lo bisa berubah. Beeuhhh, gue gak bisa bayangin gimana syoknya emak lo kalo dia tau kelakuan bejat lo di luar," Willy berkata lagi, dia kemudian beranjak dari duduknya.

Willy melemparkan sendok setelah dia selesai makan. Tanpa ragu dia bangkit dan segera membanting tubuhnya ke tempat pertama tadi dia dilempar bantal olehnya.

Sebenarnya Willy kesal, tapi mau bagaimana lagi. Dia benar-benar tahu wataknya. Willy nggak mungkin memaksakan keinginan gadis itu. Dia

keras kepala dan sangat egois karena dia merasa menjadi anak semata wayang juga memiliki harta serta keluarga yang bahagia. Bisa dibilang, Anna contoh keluarga lengkap yang selalu jadi panutan di lingkungan keluarga atau sosialita.

"Yaelah, Will, lama-lama lo mirip kayak emak gue. Coba sana lo ke kamar dia, lagak kayak anak perawan lo. Ambegan. Tuker baju lo ama daster emak gue sono," oceh cicitnya. Dia juga beranjak dari duduk dan segera membanting tubuhnya ke kasur.

Mana mau Dia mengalah. Kebiasaan dimanja. Apalagi di hadapan keluarga Lourdes. Anna selalu di elu elukan. Terbilang keluarga bersih tanpa gosip miring apapun. Sedangkan pengharapan Willy harus ditelan bulat bulat dulu. Masih saja Willy berharap sedikit sinar kalau gadis itu segera menyadari perasaannya.

***

Malam hari, di kediaman lain. Seseorang berdiri di ujung jendela, melipat kedua tangannya, sambil menatap suasana ramai pesta yang berada di kolam renang.

Tepatnya itu dua lantai di bawah jendela kamarnya. Dia enggan bergabung karena malas bertemu dengan para wanita yang menurutnya menjengkelkan.

Paling males di sentuh. Bahkan saat dipanggil namanya saja, dia sudah ingin muntah.

"Dasar wanita-wanita menyebalkan. Begitu saja sudah menebar dan menjerat para lelaki. Dandanannya saja sudah jelas adalah untuk merayu. Dan laki-lakinya saja yang bodoh, dia mau dikelabui oleh wanita murahan seperti itu." Gerutunya sambil membuang muka saat menyadari kalau ada seorang wanita yang melambaikan tangan padanya.

Laki-laki itu segera menutup tirai kamarnya. Ia malas meladeni wanita yang melambaikan tangan padanya.

"Gilaa, Mon, abang lo ganteng banget. Kenapa sih dia nggak turun dan ikut pesta kita," cuap seorang wanita dengan gaun malam nan seksi. Serba pendek, terbuka juga kekurangan bahan.

"Coba saja kalau lo berani. Gue traktir besok makan di cafe. Gue yang bayar semua. Kalo lo mau bungkus juga boleh. Abang gue emang ganteng, keren dan siapapun pasti rela walau cuma dijadiin selimut sama dia."

"Tapi, masalahnya dia angker man. Belum ada yang berhasil menaklukkannya. Tanya tuh si Rara waktu pas pura pura nabrak dia turun dari tangga," oceh cicit cewek yang dipanggil Mon tadi menyenggol lengan cewek yang sedang asik gelendotan gak jelas di dada seorang laki-laki.

"Beuhh, berat deh, Sis. Mending lo nyerah aja, Siska. Menyerah sebelum lo dapat malu kayak gue. Lo tau nggak," sahut Rara sedang dalam mode on bergosip menempelkan tangannya di pipi.

"Apaan apaan? Coba kasih tahu gue jangan bikin gue penasaran," ucap Siska.

"Ya waktu itu gue pernah nginep lah ditawarin sama Monica pas pulang party dari rumahnya si Angela, terus pas bangun pagi udah tahu kan tuh kamarnya si abangnya itu nggak jauh dari kamarnya Monica. Pas banget tuh dia mau berangkat kerja dan sarapan, kayaknya sih … terus gue pura-pura nabrak. Dan what? Gue mau pingsan, malu rasanya. Itu abangnya si Monica yang ganteng itu ngelakuin apa sama gue?" Semangat 45 si Rara cerita sama si Siska.

"Terus? Apa yang dilakukannya? Nggak usah lebay deh ceritanya, gue jadi makin penasaran!" Siksa menelan ludah dengan susah payah Sepertinya dia benar-benar malu jika harus bercerita di depan lagi di depan Monica, Siska dan laki-laki yang sedang digelendotinya.

"Si Abangnya Monica itu tuh si Abang yang tadi lo lambaikan tangannya," bicara Rara jadi semakin sewot, "dia bukan nangkep badan gue, tapi malah dia ngeles pas gue mau jatuh. Taulah rasanya malu banget yang ada muka gue. Udah dandan cantik dan kinclong malah nyium lantai," seketika Siska, Monica terdiam sesaat mendengar cerita serius Rara dan detik kemudian Siska dan Monica malah tertawa terbahak-bahak.

"Anjay! Segitunya? Beneran itu Monica? Si Rara gak bo'ong?" Monica menjawab dengan anggukan kepala sambil masih memegangi perutnya karena geli mendengar cerita Rara.

"Aduh parah banget tuh OCD abang lo, Mon, itu jangan jangan burungnya nggak pernah keluar sangkar. Atau dia, dia gak suka kue pepe, tapi sukanya terong gedong," seketika otak Rara yang rada soflak asal bicara.

"Sialan lo! Begitu begitu, dia abang gue. Gue tau dia masih normal kok. Cuma ya itu, terlalu dingin ama cewek. Soal burung, pepek dan terong gedong gue nggak mau ikutan. Masing-masing aja, yang penting gue masih doyan terong!" tambah Monica si adik laki-laki tadi yang ngintip dari balik jendela.

"Kayaknya abang lo kudu di jebak deh, Mon. Biar dia tau dulu rasanya pepek. Yakin gue, setelah coba, dia bakal kayak lo. Cacing kepanasan yang gak bisa liat dikit terong gedong. Dimana aja, lo nyosor dan gak tau tempat," Rara menimpali sekaligus kesal karena sudah jadi korban dari kakaknya Monica.

"Hahaha! Nggak berani ah gue. Biarin aja lah dia yang nemuin jalannya. Gue sebagai adik yang paling cantik seksi dan tentu saja demen terong gede, akan selalu mendukung siapapun wanita yang menjadi pendamping Abang gila gue itu!"

Rara dan Siska terlihat nggak setuju titik dia sebenarnya kalau diberikan kesempatan untuk mencoba terong gede abangnya Monica, sudah pasti dua teman gilanya itu maju sebagai kelinci percobaan.

"Tapi, tapi, tapi, seandainya lo benar-benar jalanin rencana lo itu, jangan lupa hubungi gue ya, Mon, gue berminat lah jadi salah satu kelinci percobaan buat abang lo itu," tepat seperti dugaan Monica tanpa disuruh Siska mengajukan diri sebagai peserta kelinci percobaan.

"Hehehe, boleh sih, Sis, tapi apa abang gue mau? Dia aja disentuh udah gatal-gatal apalagi gue jebak lu berdua dalam satu kamar, pasti abang gue mati kejang-kejang keluar busa di dalam kamar," ucap Monica dengan raut wajah serius. Secara, Monica tahu, Abangnya itu benar-benar pemilih dalam hal wanita. Logan Mason yang terkenal dingin dan sudah pasti ogah nikah. Belum ada yang berhasil menaklukannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel