Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CHAPTER 8

Tampak jelas pada raut wanita itu menunjukkan ketidaksukaan saat telapak tangan laki-laki yang ia kagumi tengah menggenggam erat tangan seorang wanita yang entah siapa.

Kakinya melangkah maju ke depan, setapak demi setapak melewati garis ubin berwarna putih ini hingga mereka bertiga saling berhadapan.

Zaara spontan menundukkan kepala, menghindari sorot mata wanita ini.

"Na, kenapa kesini?" Tanya Nathan, karena sudah jelas tadi siang mulutnya mengatakan kalau bertemu di Rumah sakit saja.

Wanita ini menyeringai, menampakan senyum cantik malu-malu nya.

"Aku mau menjemput kamu" Jawab Anastasya.

Zaara masih mencoba melepaskan genggaman erat tangan Nathan, tapi sepertinya laki-laki ini tetap mencoba mempertahankan nya.

"Ini siapa Nathan?" Tanya Anastasya, sesaat setelah melirik kearah seorang wanita dengan tubuh tinggi hampir sama dengannya.

Zaara spontan memundurkan langkah kakinya, bersembunyi dibalik tubuh Nathan.

"Ini teman ku" Jawab Nathan singkat.

Anastasya menganggukkan kepala, tangannya mencoba meraih telapak tangan kiri Nathan tapi seperti disengaja lengan ini menghindar secepat kilat.

"Ayo pergi sama aku?" Ajak Anastasya.

"Kamu bisa langsung ke rumah sakit, aku ada urusan sebentar" Jawab Nathan, ia sudah tahu kalau Zaara tengah tidak nyaman dengan kehadiran wanita ini.

"Tapi, Tan" Gumam Anastasya.

"Maaf Na, kamu bisa pergi terlebih dahulu" Celetuk Nathan.

Wanita ini hanya terdiam, dengan cengkeraman jemarinya pada rok merah jambu di tubuhnya.

"Baiklah, kalau begitu" Jawabnya.

Mereka lalu melangkahkan kaki menuju keluar dari dalam gedung bertingkat ini.

*

Zaara perlahan mendongakkan wajahnya, berdiri tegak sesaat setelah wanita itu pergi dari hadapan mereka berdua.

"Ayo kita makan dulu" Ajak Nathan, sembari menggenggam tangan Zaara.

*

Langkah kaki mereka melewati Trotoar pinggir jalan, seperti sepasang kekasih yang terus saling bergandengan tangan tanpa terlepas.

Zaara tampak bingung, apa berteman harus bergandengan tangan pikirnya.

Kakinya berhenti melangkah, lalu menatap wajah Nathan.

"Aku bisa berjalan sendiri" Gumamnya, mencoba melepaskan genggaman tangan Nathan.

Tubuh Nathan yang tinggi berbalik, kedua manik cokelat nya menatap manik mata wanita cantik ini.

"Hari sudah malam, banyak orang jahat diluar. Aku sebagai teman kamu berkewajiban menggenggam tangan ini" Jawab Nathan.

Zaara mengerutkan keningnya, apa memang seperti ini berteman dengan seorang laki-laki.

"Jadi sebelum tiba di tempat makan, kita akan terus bergandengan tangan" Ucap Nathan.

Zaara yang polos menganggukkan kepala, toh ini hanya bergandengan bukankah sebelumnya mereka pernah berciuman sebelumnya walaupun tidak disengaja.

Mereka kembali berjalan menyusuri Trotoar ini, hingga tiba di satu kedai makanan tepat di dekat Rumah sakit tempat Nathan bekerja.

"Mas Nathan, ini siapa?"Tanya seorang wanita cukup muda tengah membawa daftar menu.

Nathan menyimpul senyumannya, lalu melirik kearah Zaara yang masih terlihat tertunduk.

"Pacar saya, Mbak" Jawabnya.

Zaara tertegun, kepala mendongak.

"Oh, pacarnya. Cantik sekali" Jawab wanita ini.

Zaara sontak kembali menundukkan kepalanya.

"Kenapa dia mengatakan aku pacarnya, kita kan hanya teman baru ?" Gumam Zaara dalam hati.

Nathan memesan dua porsi nasi goreng, dengan jus kiwi yang sehat.

"Kamu harus lebih sering makan Nasi dibandingkan mie instan" Ucap Nathan.

Zaara tampak memperhatikan ucapan laki-laki disebelahnya ini, aneh nya tubuhnya sudah bisa menerima sentuhan Nathan tanpa merasa canggung.

Kepala nya mengangguk, lalu kembali menatap kosong pada meja persegi empat di depannya.

Tidak berapa lama makanan tersaji diatas meja, dengan cekatan Nathan membersihkan sendok dan garpu, lalu diserahkannya kepada Zaara.

Zaara menganggukkan kepala, " Terimakasih" Ucapnya.

"Sama-sama" Jawab Nathan, sembari tersenyum.

Mereka pun menyantap makan malam dengan perlahan.

Tangan Nathan mengambil tissue basah di dalam Tas hitam nya, lalu ia usapkan di telapak tangan Zaara yang terkena saus tomat.

"Nanti kena mata" Ucap Nathan.

Zaara menganggukkan kepala, kembali menyantap makan malamnya dengan lahap dan tidak menyadari sejak tadi Nathan hanya menyendokan dua nasi ke dalam mulutnya, sedangkan waktunya dihabiskan hanya memperhatikan gerak tangan dan mulut Zaara.

Makan malam pun selesai, Zaara berdiri dengan menggenggam dompet merah jambu nya di telapak tangan kanan.

"Aku bayar dulu" Ucap Zaara.

Tangan Nathan meraih tangan nya dengan cepat, lalu menggelengkan kepala.

"Teman itu ada aturannya, seorang laki-laki yang membayar makan teman wanitanya" Ucap Nathan.

Kening Zaara kembali mengerut, apa seperti ini pertemanan wanita dan laki-laki pikirnya lagi.

"Tapi, .." Gumamnya.

"Kamu duduk saja, aku bayar dulu" Ucap Nathan.

Zaara tidak bisa berkata-kata lagi, diturutinya apa yang Nathan katakan.

*

Zaara semakin kebingungan kenapa tujuan mereka terhenti disini.

"Kenapa kesini?" Tanyanya.

Gedung tinggi yang pernah ia masuki saat mengalami gangguan ususnya waktu itu, Rumah sakit tepat di depan pintu masuk Unit gawat darurat.

"Kamu harus melakukan pemeriksaan kembali, karena takut terjadi infeksi pada usus kamu" Jawab Nathan.

Zaara menghela nafas panjang, kenapa sejak tadi dirinya terus menuruti perkataan Nathan, apakah ia dihipnotis pikirnya.

"Ayo masuk" Ucap Nathan.

Kali ini Zaara tampak enggan untuk masuk, dirinya tidak terlalu mempedulikan kondisi tubuhnya baginya sekarang keadaannya sudah sangat baik, asal bisa mengetik di papan ketik pada laptop hitamnya.

"Aku pulang saja" Jawab Zaara.

Nathan secepat kilat menahan dengan menggenggam tangan wanita ini.

"Lakukan pemeriksaan dulu" Bujuk Nathan.

Zaara tampak bersikeras untuk kembali pulang.

"Setelah ini kamu boleh pulang" Ucap Nathan.

Helaan Nafas Zaara terdengar pasrah, terpaksa ia turuti lagi perkataan laki-laki yang baru menjadi tetangganya satu minggu yang lalu.

Mereka masuk ke dalam ruang di lantai pertama pada gedung ini, dimana banyak pasien singgah pertama kali disini.

*

"Selamat Malam, Dok?" Sapa beberapa perawat yang baru saja lewat.

"Itu siapa?" Bisik seorang perawat wanita.

"Pacar Dokter Nathan mungkin" Jawab perawat yang sedang berdiri berdampingan dengannya.

Tiba-tiba saja percakapan mereka didengar oleh Dokter yang juga berjaga malam ini.

"Malam Dokter Anastasya?" Sapa mereka.

Anastasya menganggukkan kepalanya, dengan kedua matanya terus melirik dua orang berlawanan jenis disana tampak akrab.

*

"Malam Tan?" Sapa Anastasya.

Nathan menyambut dengan senyuman hangat, wanita ini lalu beralih fokus kepada wanita cantik yang sejak tadi terus menempel dengan Nathan.

"Apa temanmu akan melakukan pemeriksaan?" Tanyanya.

"Iya, karena pernah mengalami radang pada ususnya, jadi aku ingin memastikan lagi kalau semuanya sudah membaik" Jawab Nathan.

Anastasya menganggukkan kepala, berusaha bersikap ramah dan hangat kepada teman baru Nathan.

"Biar aku saja yang periksa" Celetuk nya.

Nathan sontak menggelengkan kepala, karena ia tahu pasti Zaara akan merasa tidak nyaman.

Perawat tiba-tiba mendekati mereka.

"Dokter ada yang mengalami CHF " Ucap perawat wanita ini.

CHF sendiri adalah kondisi dimana jantung berhenti berdetak tiba-tiba dan membutuhkan penanganan segera.

Nathan menatap Zaara terlebih dahulu.

"Kamu diperiksa Natasya ya ?" Ucap Nathan.

Zaara menganggukkan kepala, walaupun ia tidak nyaman berada bersama orang baru tapi tidak mungkin melarang Nathan melakukan tugas utamanya.

Nathan melangkahkan kaki dengan cepat, untuk segera melakukan pertolongan pertama pada Pasien.

Sedangkan Zaara sedang bersama dengan Wanita cantik yang tadinya tampak ramah, tapi sepertinya tidak terlalu menyukainya. Zaara memahami hal itu, karena ia pernah mengalami kesulitan saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama saat dirinya sering dirundung oleh para gadis lainnya.

"Ayo" Ucap Dokter wanita ini.

Zaara mengikuti langkah kaki Anastasya menuju satu ruangan dengan tulisan pada papan itu, Ruang pemeriksaan.

Mereka pun masuk ke dalam ruangan ini, wanita ini menyuruh Zaara tidur di ranjang berukuran kecil itu lalu mengambil alat medis yang akan ia gunakan untuk memeriksa tubuh pasien.

Stetoskop adalah alat pertama yang ia gunakan untuk memeriksa gejala awal pada peradangan usus.

Zaara terlihat canggung, tubuhnya mematung terbaring diatas ranjang ini.

"Pacarku baik sekali terhadap mu.." Gumamnya, senyuman nya tersibak lebar.

Kedua manik cokelat hazel Zaara membesar, "Pacar?" Tanyanya dalam hati.

"Nathan memang sangat suka menolong orang-orang yang membutuhkan nya, dia juga pernah membawa pengemis yang mengalami sakit epilepsi ke rumah sakit sendiri" Ucap Anastasya, sembari tersenyum tipis.

Zaara tertegun, jantungnya seakan melambat berdetak.

Wanita ini meletakkan stetoskop di saku Jas putihnya.

"Aku dan dia akan menikah sebentar lagi, nanti akan aku berikan undangan nya untuk kamu" Ucapnya lagi.

DEG !

Jantung Zaara seketika seakan berhenti berdetak.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel