CHAPTER 1
Zaara Hayat adalah seorang wanita muda pendiam dan tertutup berusia 24 tahun, tinggal di satu Apartemen tengah kota yang cukup sederhana tapi sangat nyaman.
Dirinya sudah tinggal di dalam gedung lima belas lantai ini selama lebih dari tiga tahun yang lalu, tepat di lantai ke sepuluh dengan nomor 101.
KRAKKK (Suara pintu terbuka)
"Hahaha" Tawa seorang wanita terdengar menggema.
Kedua bola mata dengan manik cokelat hazel nya tampak mengendap-endap sesaat setelah mendengar ada suara berisik seseorang tepat di sebelah Kediaman Apartemennya.
Tubuhnya mematung, ketika melihat lelaki itulah yang sekarang berada di sebelah tempat tinggalnya.
Lelaki yang sudah lama sekali ia perhatikan, dipandangi, mengagumi dari kejauhan di setiap hari nya.
Lelaki pemilik senyuman manis itu sebelumnya tinggal di satu Unit Apartemen yang berada di lantai yang sama tapi di gedung yang berbeda dari milik Zaara, sudah sejak dari satu tahun yang lalu.
"Tan, ini diletakkan dimana?" Tanya Seorang wanita cantik, dengan rambut yang digelung ke belakang itu.
Wanita berambut panjang itu juga terlihat sering mengunjungi lelaki itu, ketika kedua manik cokelat Hazel Zaara tengah memburu melalui teropong kecil miliknya pada setiap harinya sebelum ia tidur di siang hari.
Kedua bola mata laki-laki itu melirik perlahan ke kanan, tanpa sengaja mendapati sela pintu itu tengah terbuka sedikit lalu tampak samar-samar terlihat sepasang manik cokelat tengah memperhatikannya.
Senyum Lelaki itu tersimpul manis sepersekian detik, tapi kembali mengabaikan pandangan nya untuk menanggapi teman wanita nya yang sedang bertanya.
"Letakkan di atas sana saja" Jawabnya.
Zaara menutup pintu ini dengan perlahan.
KRA-K-K-K
TAP
kedua telapak tangannya yang terasa berkeringat tengah mengepal.
Degup jantungnya terasa berdetak lebih cepat.
DEG
DEG
Zaara mengatur pernafasannya, dengan menghela perlahan kemudian dihembuskan.
Setelah berhasil mengatur kegugupan di sekujur tubuhnya, lalu kakinya melangkah mendekati sofa putih di ruang tamu, kemudian duduk diatasnya.
"Kenapa dia pindah ke sebelah?" Gumamnya.
Ruangan dengan tirai tertutup rapat ini terasa lembab walaupun pendingin udara sudah lama tidak berfungsi dan hanya ada kipas angin yang akan dinyalakan jika cuaca menjadi sedikit terik.
Zaara beranjak dari atas sofa, untuk melangkahkan kaki menuju ke dapur kecil miliknya.
Membuka lemari pendingin kemudian diambilnya satu botol air mineral berukuran sedang, lalu ia teguk hingga rasa dahaganya tertuntaskan.
Setelah menuntaskan rasa dahaganya, Zaara kembali menuju ke sofa putih yang sering menjadi tempat untuk mengistirahatkan tubuhnya. Karena kalau di ranjang berukuran kecil di kamar tidurnya, ia tidak bisa terlelap dan tubuhnya akan selalu merasa gelisah.
Perlahan kedua matanya terpejam, lalu terlelap.
*
Jarum jam dinding menunjukkan pukul 16.15.
Detak suara jam berbentuk bulat itu memecah keheningan di ruang tamu berukuran kecil ini.
"Zaara, jangan tinggalkan aku !" Pekik Seseorang dalam mimpinya.
Sontak kedua kelopak matanya terbuka lebar, deru nafasnya terdengar berat.
Mimpi itu selalu hadir dalam tidur saat dirinya merasa gelisah, hingga membuatnya kesulitan untuk memejamkan kedua matanya dengan tenang.
TENG
Tiba-tiba saja suara Bell berbunyi.
Zaara yang akan kembali merebahkan tubuh di atas sofa, sontak mematung.
Kenapa hari ini banyak sekali yang mengejutkannya pikirnya. Padahal kediamannya ini jarang sekali dikunjungi oleh seseorang, hanya satu bulan yang lalu ibu asuh dari panti asuhan tempat dirinya dibesarkan dulu datang untuk mengunjungi.
Kedua tangan Zaara mencengkeram sofa putih ini, sembari berharap bell itu berhenti berdentang.
TENG.. TENG..
Suara Bell itu seperti memaksanya untuk bergerak.
Deru nafasnya terdengar kasar, tubuhnya bangkit dari atas sofa. Terpaksa kakinya melangkah mendekati pintu itu untuk melihat siapa yang ingin bertamu di sore ini.
Telapak tangan kanan nya tampak ragu untuk memegang kenop pintu ini, terlihat bergetar, tapi harus dibukanya agar Bell itu berhenti mengganggu ketenangan hidupnya.
CEKREKK
Pintu perlahan dibukanya, hanya menyisakan sedikit cela agar orang tersebut dapat menyampaikan maksudnya, tapi tubuhnya tetap bersembunyi di balik pintu ini.
"Maaf, saya tetangga disebelah" Terdengar suara bariton laki-laki tertangkap oleh indera pendengarannya.
Darah Zaara seketika berdesir.
Suara rendah dan berat lelaki itu membuat sekujur tubuhnya membeku dan diam tidak bergerak.
Apa yang harus dilakukannya sekarang, apakah harus dijawabnya sapaan lelaki yang berada di balik pintu ini atau ia biarkan saja. Tapi sanubarinya berbisik untuk menjawabnya, mendekatinya walaupun hanya sekedar perkataan "Hai" Atau " Halo".
"I-i-ya.." Jawabnya dengan suara terbata-bata.
Senyum lelaki itu tersimpul sedikit, kedua manik cokelatnya mencoba mengintip manik cokelat hazel wanita tetangga sebelah yang tengah bersembunyi dari pandangannya.
"Saya boleh meminjam obeng ?" Tanya lelaki itu.
TAP !
Pintu ini tertutup dengan kasar.
Sudah cukup bagi Zaara, jangan dilanjutkan lagi jika tidak ingin tubuhnya lemas lalu pingsan seketika.
Sedangkan di depan pintu, lelaki tinggi pemilik lesung pipi di kedua pipi itu tertegun. Tatapan matanya condong melihat angka 101 pada pintu yang sudah tertutup dengan rapat ini.
Sedangkan di dalam sana Zaara tengah mengatur pernafasannya, mengontrol detak jantungnya terasa seperti bom atom yang akan segera meledak.
***
Laki-laki itu baru saja memasuki tempat tinggal barunya, lalu menyimpul senyum di bibirnya sembari menatap wajah wanita cantik yang sejak tadi pagi membantunya untuk melakukan kepindahan di kediaman baru.
"Ada apa Tan?" Tanya wanita itu.
Nathan menggelengkan kepalanya, otaknya sekarang tengah berpikir keras.
"Apa aku seperti lelaki tidak baik atau laki-laki yang suka merayu?!" Tanyanya.
"Ahh.?!" Celetuk wanita itu kembali, saat tengah sibuk meletakkan ketiga Figura foto diatas meja panjang yang terletak diantara dinding putih dengan jam dinding tergantung diatasnya.
"Oh tidak, Sya. Aku mau ke kamar mandi" Ucapnya.
Lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi, untuk segera membersihkan diri nya yang sudah penuh dengan debu halus di sisi kemeja putihnya yang bersih.
*
Nathan Chaiden seorang dokter muda berusia 26 tahun, sekarang bekerja di salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota ini, ia baru saja menyelesaikan Co-ass dan akan melanjutkan sebagai Dokter Internship.
Sejak satu setengah tahun yang lalu ia pindah ke salah satu unit Apartemen yang berada dekat dengan rumah sakit tempatnya menjalani pekerjaan sebagai seorang dokter, tujuan nya agar memudahkan untuk pulang pergi jika ada sesuatu yang mendesak dan tindakan untuk pasien yang membutuhkan penanganan cepat.
Di dalam kamar mandi, dengan suara air mengucur deras dari pori-pori kran air menyala yang sering disebut shower, Nathan membersihkan setiap sisi tubuh kekarnya.
"Tan, aku pulang dulu. Besok akan aku bantu lagi" Sahut wanita bernama Anastasya itu, dari balik pintu itu.
Dengan kedua telapak tangan yang tengah memijat kepalanya yang sudah penuh busa shampoo, Nathan berteriak.
"Terimakasih, Sya" Jawabnya.
Terdengar suara derap langkah kaki wanita itu menuju ke pintu untuk keluar, disaat Nathan melanjutkan kegiatannya hingga tubuhnya merasa bersih dan segar.
***
Sedangkan di dalam Apartemen nya, Zaara baru saja menyalakan layar komputer untuk melihat surel yang masuk dari seorang penulis wanita yang menggunakan jasanya untuk menulis novel.
Jemarinya bermain pada papan ketik ini, lalu mengusap kursor untuk membuka surel agar mengetahui jenis buku baru apa yang akan dirilis.
"Zaa, aku minta konfliknya lebih diperbanyak dan juga aku minta tokoh utama prianya memiliki tubuh yang atletis dan sudah pasti memiliki wajah yang sangat tampan"~ isi surel itu.
Zaara memijat keningnya, selama ini wanita pemilik surel 123nvt@xxx itu selalu meminta cerita horor ataupun cerita-cerita misteri yang memang sangat dikuasai oleh nya.
Sekilas ia membayangkan tubuh lelaki tetangga sebelah, mencoba mengingat dengan jelas setiap bentuk tubuhnya yang tinggi dan bisa dikatakan sangat atletis dan bugar.
Jemari telunjuknya terangkat, kemudian ia gigiti menggunakan gigi-gigi tajamnya.
"Apa aku harus menonton film romantis dulu?" Gumamnya.
Helaan nafasnya terdengar berat dan kasar, sembari menatap nanar pada layar komputernya yang sudah tampak ketinggalan jaman.
"Apa harus juga membeli komputer baru?" Gumamnya lagi.
Dibelai rambut panjang ikal nya kebelakang dengan jemari-jemari lentiknya, dirapihkan sedikit lalu ia tatap kembali layar komputer ini mencoba mencerna dan memikirkan jalan cerita seperti apa yang akan di tulis selanjutnya.
*
TENG !
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam tepat, Zaara sudah bersiap mengenakan jaket hoodie untuk menutupi wajah cantiknya.
Tubuhnya beranjak dari atas sofa, untuk melakukan kegiatan rutin malam hari.
Setiap tiga kali dalam seminggu Zaara akan membeli kebutuhan sehari-hari di minimarket seberang Gedung Apartemen ini.
Kakinya melangkah dengan perlahan, seperti tidak ingin siapapun menyadari keberadaannya.
Telapak tangannya menggenggam gagang pintu ini, diputarnya ke kanan.
CEKREKK
Pintu terbuka sedikit demi sedikit, Zaara mengintip terlebih dahulu memastikan tidak ada tetangga kiri kanan yang akan berpapasan dengannya.
Setelah memastikan lorong Apartemen ini sepi, Zaara membuka pintu lebih lebar.
Kakinya melangkah keluar dengan cepat untuk segera masuk ke dalam Elevator yang masih tertutup rapat itu.
Jemarinya terangkat, kemudian menekan tombol buka.
TING !
Pintu Lift terbuka lebar.
Kedua Kakinya melangkah masuk, kemudian jemarinya kembali terangkat untuk menekan tombol dengan angka satu.
Pintu Lift ini perlahan tertutup, Tapi tunggu dulu.
KRAKKK
Tampak telapak tangan seseorang tiba-tiba saja mencoba membuka pintu yang hampir tertutup rapat.
Manik cokelat Hazel Zaara membola, karena terkejut saat melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam Elevator yang sama dengannya.
"NATHAN" Gumamnya dalam hati.