bab 3
Kita bertiga nonton TV bareng di kamar kostku. Aku, Lia dan Erik. Biasanya sih ada Dodi juga pacarnya Lia. Tapi hari ini Dodi masuk malam. Jadi nggak bisa kumpul bareng.
Erik tiduran diatas ranjang tempat tidurku sambil memainkan ponselnya. Lia duduk bersandar ranjang dan aku tiduran di pangkuan Lia. Ngobrol-ngobrol sambil bercanda-canda seperti biasa.
"Eh, Nov, elo dah tau kalau Reno risain?" Tanya Lia dengan wajah yang sangat serius.
"Udah kok."
"Kenapa dia resign?"
"Dia takut baper sama gw. Hahahah ...." Jawabku sambil tertawa lepas.
Lia langsung menjitak kepalaku dengan jarinya. "Yang ada elonya yang baper. Elo kan bucin banget."
Mantan kekasihku
Jangan kau lupakan aku
Bila suatu saat nanti
Kau merindukanku
Datang datang padaku ho hey hey hey
Mantan .…
"Itu suara ponsel elo, Nov?" Tanya Erik.
"Iya."
"Ngenes banget sih lo. Nganti dong nada deringnya. Katanya nggak baper."
"Lagunya bagus, gaes." Aku melihat layar ponselku tertulis nama Ardi dilayar ponsel. Ku geser tombol warna hijau.
"Halah. Dasar baper."
"Hallo." Sapaku. Ardi adalah sepupuku. Anaknya pamanku yang tinggal didekat rumahku di daerah XX.
"Nov, besok pagi gw jemput ya."
"Jemput? Ngapain? Gw nggak libur, Di."
"Elo resign aja."
"Eh, ngomongnya seenak jidat!"
"Beneran. Ini gw dah buatin surat resign buat elo. Besok tinggal pilih mau pakai yang mana."
"Emang kenapa gw harus resign? Gw masih pengen kerja. Cicilan motor gw aja belom kelar."
"Halah kalau cuma cicilan motor sih gampang, Nov. Yang penting lo siap-siap. Besok gw jemput."
"Tapi, Di ...."
Tut...tut...tut.... Telpon terputus.
Kupandangi layar ponsel yang ternyata memang telponnya sudah diputus sepihak. Aku bangun dan duduk disamping Lia. Aku menatap lurus kedepan. Ada apa ini? Kenapa Ardi mau menjemputku pulang? Apa Ayah atau Ibuk sedang sakit? Tapi kenapa harus sampai resign juga?
"Ada apa, Nov?" Tanya Erik yang mulai penasaran dengan wajahku yang mulai berubah expresi.
"Gw juga nggak tau. Gw disuruh resign."
Lia dan Erik saling berpandangan. Kami bertiga diam dengan pikiran masing-masing.
**
Jam 8 pagi, aku sudah rapi. Sudah mandi, sudah wangi. barang-barang pun sudah aku packing didalam koper. Sudah melunasi pembayaran kost yang bulan kemarin kurang.
Tak lama kemudian , sebuah mobil warna merah terparkir didepan kost. Seorang lelaki keluar dari dalam mobil itu menggunakan kacamata hitam. Lalu dia copot kaca mata itu. Dan berjalan masuk ke gerbang kost. Aku tersenyum kearahnya dan melambaikan tanganku. Menyuruhnya untuk mendekatiku.
"Waahh, makin cakep aja lo." Sapaku setengah memuji sepupuku satu-satunya ini. Pamanku memang orang yang berada. Berbeda dengan kedua orang tuaku. Tapi paman selalu baik pada keluargaku.
Ardi langsung memelukku. "Sehat kan, Mbakku sayang." tanyanya saat memelukku.
"Sehat." Kami melepaskan pelukan kami. Di luar gerbang ada sepasang mata yang sedang memperhatikan kami. Dia keluar dari dalam mobil dan berjalan ke arahku.
"Nov, elo jadi resign?" Dia Erik. Raut wajahnya yang penuh kekhawatiran, seperti takut gw akan jatuh kejebur kolam lele.
"Ya mau gimana lagi, Rik. Ini sepupu gw dah jemput gw." Aku menunjuk ke arah Ardi.
Lalu Ardi memberikan amplop coklat pada Erik. "Mas teman satu kerjaan sama Nova, kan? Nitip surat resignnya Nova ya, Mas."
Erik menerima amplop itu dan sesekali menatapku. Aku tau dia tidak setuju dengan resignku. Kami memang dari dulu dekat. Kami dekat setelah aku berpacaran dengan Reno. Bahkan Reno sering merepotkan Erik saat dia tidak bisa menjemputku atau tidak bisa menemaniku pergi. Aku fikir, itulah teman dan sahabat yang baik.
"Erik, sumpah muka lo melas banget." Aku memeluknya. Dia sangat wangi. Dia membalas pelukanku, bahkan lebih erat.
"Elo harus sering-sering telpon gw ya, Nov. Sering-sering main kesini juga." Ucapnya kemudian. Sepertinya dia menahan tangis, karna suaranya yang terdengar agak serak.
"Iya, Rik. Jangan sedih ya. Masih ada Lia sama Dodi, kan?"
Lalu dia lepaskan pelukannya. "Elo bukan mereka, Nov."
Ardi masuk kekamarku, mengambil tas dan koperku lalu membawanya masuk kedalam mobilnya.
"Gw sayang sama elo, Nov." Ucap Erik dengan mata yang berkaca-kaca.
Aku tersenyum mendengarnya. Entah kenapa, rasanya aneh mendengarkan kata-kata Erik.
"Nova!" Lia datang dan langsung memelukku. "Elo jahat. Elo tinggalin gw sekarang. Kalau bedak gw habis, bensin gw habis, lipstik gw habis, gw minta nya kesiapa dong?" Lalu dia lepaskan pelukannya.
"Dasar tukang minta-minta!"
"Ini beneran elo akan pergi?"
"Iya, Lia. Itu Ardi udah nungguin. Gw pergi sekarang ya. Gw janji, gw akan sering-sering telpon kalian berdua. Sahabat terbaikku."
Aku kembali tersenyum lalu memeluk Lia lagi. Lalu bergantian, memeluk Erik.
"Elo jangan nangis lagi ya, Nov. Lupain Si Reno. Dia udah bahagia. Elo harus kejar kebahagiaan elo. Jangan lagi nangis buat Reno. Gw nggak rela." Erik manasehatiku sambil mengelus kepalaku.
Aku melepaskan pelukanku. Rasanya jadi pengen nangis mendengar ucapan Erik. Dia orang yang paling perhatian setelah Reno pergi.
"Iya, Rik. Gw nggak akan nangis lagi kok. Elo jaga diri baik-baik ya. Makasih untuk semua kebaikan dan perhatian elo selama gw disini."
**
Sampai di depan rumahku. Ayah, Ibuk sudah menyambutku didepan pintu. Kedua adikku sudah pasti sekolah karna sekarang bukanlah hari libur.
"Tuh udah ditungguin Pakde sama Bude." Ucap Ardi saat melihat Ayah dan Ibuku langsung berdiri ketika melihat mobil Ardi memasuki plataran rumah.
Aku tersenyum melihat mereka yang sehat. Aku langsung keluar dari mobil dan mendekati mereka. Mencium tangan kedua orangtuaku. Ardi mengeluarkan koper dan tasku dari bagasi mobilnya. Lalu kami masuk kedalam rumah. Didalam ada Paman dan Bibi juga. Kedua orang tua Ardi. Mereka duduk diruang tamu.
Aku tersenyum pada mereka dan menyalaminya. Lalu duduk di kursi yang kosong. Ardi juga ikut duduk disebelahku.
"Tumben ini kok pada kumpul. Ibuk nggak ada orderan catering, ya?" Tanyaku saat Ibuku ikut duduk disebelah Bibiku.
"Ibu close order selama sebulan ini, Nduk." Jawab Ibuk dengan tersenyum kearahku.
"Kenapa, Buk?" Aku mulai curiga. Ini nggak seperti biasanya. Kenapa juga mereka keluarga ku berkumpul begini. Aku menatap Ardi, berharap dia menjelaskan sesuatu padaku. Tapi dia malah mengangkat kedua bahunya.
"Ayah juga, kenapa sekarang nggak kerja?"
"Ayah cuti 2 hari, Nov." Ibuk yang menjawabnya.
"Terus, Paman dan Bibi?"
"Kami kangen sama kamu." Jawaban Bibi yang aku tau itu bukan aslinya.
Aku frustasi bertanya dengan mereka. Lebih baik aku diam saja lah. Lalu aku merebahkan tubuhku ke sofa.
"Besok, ada yang akan melamarmu, Nov." Ucap Ayah dengan tiba-tiba.
Seketika mataku membelalak. Kaget bukan main. Jadi mereka memintaku pulang untuk ini? Sampai menyuruhku resign.
"Tapi ...."