Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 14

Hari sudah malam. Bahkan jam sudah menunjuk diangka 10. Kakiku yang memang belum sembuh sempurna, terasa sangat pegal dan nyeri. Tanganku pun rasanya sampai berkerak. Berjabatan tangan dengan begitu banyak orang ternyata sangat melelahkan. Choky menyuruhku untuk kembali lebih dulu kekamar hotel. Dia masih menemani teman semasa sekolahnya berbincang-bincang. Aku hanya menurut karna aku memang sudah lelah. Aku sekarang sudah hafal kamarku, jadi tidak akan lagi salah kamar. Apalagi salah kamar ke kamarnya mantan. Aaduh, memalukan sekali.

Aku masuk kamar mandi dan mencopot semua asesoris yang menempel ditubuhku. Aku berendam diair hangat didalam batup. Terasa sangat rileks dengan sedikit aromaterapi yang aku campur diair hangat. Wangi sekali.

Reno, kenapa dia bisa jadi bagian dari keluarga baruku ya? Ini maksudnya apa? Jodoh? Ah tidak mungkin. Bahkan dia sudah menikah. Tidak mungkin itu jodoh. Kenapa aku bisa tidak tau kalau Choky itu kakaknya Vera. Waktu dipernikahannya itu aku tidak bertemu dengan Choky.

"Panda, pan! Panda!" Teriak Choky dari luar.

Karna memang pintu kamar mandi aku kunci. Jangan sampai dia masuk saat aku tak berpakaian. Tapi sayangnya aku asyik dengan pikiranku. Jadi aku tak mendengarkan teriakan itu. Aku menyandarkan kepalaku di batup, memejamkan mataku. Tiba-tiba...

Brakk!

Pintu kamar mandi terbuka secara paksa. Aku langsung Kaget terperanjat melihat Choky muncul diambang pintu.

"Aaa!" Teriakku sambil menutupi dadaku dengan kedua tanganku. "Lo ngapain?!"

"Elo baik-baik aja kan?" Tanyanya dengan sangat khawatir. Dia berjalan mendekatiku. "Elo nggak papa, kan?"

"Gw baik-baik aja. Keluar lo! Jangan mendekat!" Teriakku dengan garang.

"Ok gw keluar sekarang." Dia mulai melangakahkan kakinya menjauhiku.

Tiba-tiba kakiku yang retak terasa sakit untuk kugerakkan. Tapi tetap aku paksakan untuk berdiri, lalu melangkah keluar dari batup hendak mengambil handuk yang tersampir di ujung.

"Aaw!" Teriakku lagi.

Aku jatuh terkurai di lantai karna kakiku tidak mampu untuk menopang berat tubuhku. Terasa sangat ngilu, dan sakit.

Lagi, Choky dengan khawatirnya muncul. Dia benar-benar terlihat sangat khawatir melihatku jatuh dilantai.

"Lo kenapa?" Dia mulai mendekatiku.

"Kaki gw sakit lagi." Aku mengelus kakiku yang sakit sambil merintih kesakitan.

Dia berdiri disampingku. Melihatku tak berkedip. Baru sadar kalau ternyata aku telanjang bugil.

"Ambilin gw handuk." Pintaku

Tapi dia tetap berdiri menatapku. Terlihat beberapa kali dia menelan ludahnya. Sekarang mulai kelihatan tatapan mesum disana.

Aku mulai berfikir negatif. Ini kan malam pertama kita. Apa jangan-jangan dia mau memintanya. Tapi tidak lah. Kaki ku masih sakit. Aku menutupi dadaku dengan tanganku. Menyilangkan tangan didadaku. Hanya itu yang bisa kulakukan.

"Choky, ambilin gw handuk!" Kali ini aku berteriak.

"Ok gw ambilin."

Dia baru tersadar setelah beberapa menit hanya terdiam menatap tubuh telanjangku. Lalu dia berikan handuk itu padaku. Aku menutupi dadaku dengan handuk itu.

"Bantu gw berdiri." Aku mengulurkan tanganku.

Tapi dia meraih tubuhku. Kemudian menggendongnya. Aku mengalungkan tanganku pada lehernya. Lalu dia terdiam menatap wajahku. Kami berpandangan cukup lama. Terlihat dia mulai terasa berat menggendongku, jadi dia mulai berjalan keluar kamar mandi. Menurunkanku diatas ranjang.

Aku mengerucutkan mulutku. "Dasar mesum!"

"Maaf gw nggak sengaja lihat." Sanggahnya.

"Iya nggak sengaja sampai nggak kedip. Cuma diem menikmati. Nyebelin!"

"Ya mubazir kan kalau nggak dilihat."

"Apa?!"

"Elo kan sekarang sudah sah jadi istri gw. Nggak papa dong gw liat." Lalu dia ngeloyor masuk kamar mandi.

"Iiish! Nyebelin!!" Aku kesal sendiri mengingat wajah Choky yang melongo melihatku bugil. Aarrggg belum apa-apa udah gini.

Beberapa menit berlalu, Choky keluar dari kamar mandi hanya memakai celana boxer tanpa baju. Terlihat dadanya yang bidang itu. Dia sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

Siapa sih yang nggak nelan ludah saat melihat cowok ganteng telanjang setengah dada gini. Rambutnya yang acak-acakan membuat sensasi tersendiri. Ada rasa aneh didalam sana. Aku melihatnya sampai tak berkedip. Beberapa kali aku menelan ludah yang sulit sekali untuk kutelan. Apa lagi aku sudah pernah melakukan yang seperti itu, ada rasa candu didalam tubuhku. Yang merindukan sebuah sentuhan oleh lelaki. Aku wanita normal. Wajar kan jika aku menginginkannya.

Choky mengambil kaos oblong, memakainya lalu mengeringkan rambutnya dengan hairdreyer. Aku hanya bisa terdiam melihatnya. Aku dari tadi hanya duduk ditepi ranjang terpesona oleh lekuk tubuhnya. Perlahan aku rebahkan tubuhku dikasur berbalut seprai biru muda.

Choky mendekatiku. Menyentuh kakiku yang sakit. Aku yang menyadarinya, hanya terdiam menikmati sentuhan lembut tangannya.

"Masih sakit ya?" Dia duduk ditepi ranjang, mengelus kakiku.

Aku hanya menganggukkan kepala. Sambil berusaha menelan ludahku lagi.

"Yaudah. Tidur yang nyenyak ya. Lo pasti capek banget." Ucapnya, lalu menyelimuti tubuhku hingga leher.

Dia berjalan memutar dan merebahkan tubuhnya disampingku. Ikut masuk satu selimut dengan yang aku pakai. Lalu mulai menutup matanya.

Setelah yang tadi dikamar mandi, apa dia tidak merasakan seperti apa yang aku rasakan? Ini kan malam pertama kita. Kenapa dia bisa dengan mudah memejamkan mata begitu? Aku sibuk dengan gemuruh dikepalaku.

"Udah. Cepet tidur. Besok kita harus balik kerumah pagi-pagi banget. Karna gw ada rapat penting." Ucapnya dengan mata terpejam.

Aku menatapnya sejenak. Dia sungguh serius dengan perintahnya. Aku memang harus tidur. Kuhela nafasku berkali-kali. Mengontrol nafsuku yang sepertinya sudah memuncak. Tapi tidak bisa untuk kusalurkan. Karna aku memang kelelahan, lama-lama aku pun bisa tertidur.

**

Aku mengeliatkan tubuhku. Mengatur nafasku. Membuka mata perlahan-lahan. Kulihat disebelahku, sudah tidak ada Choky disana. Aku mengucek mataku. Agar mataku benar-benar terbuka. Perlahan aku gerakkan kakiku. Masih terasa sedikit sakit.

"Aaaww." Dengan menganggakat kakiku, aku bisa duduk ditepi ranjang.

Klek.

Suara handle pintu dibuka. Terlihat Mbok Tut dibalik pintu. Lalu dia masuk dan berjalan kearahku sambil membawa kursi roda.

"Saya bantu, Non." Mbok Tut membantuku untuk duduk dikursi roda.

"Mbok Tut kok bisa disini? Kapan datang, Mbok?"

"Sudah dari semalam, Non. Tapi saya ada dikamar bawah." Jelasnya sambil mendorongku.

"Choky kemana, Mbok?"

"Tuan sudah berangkat kerja dari jam 6 tadi, Non."

"Memang sekarang jam berapa?"

"Sekarang sudah jam sembilan, Non."

"Hah?!"

Dari dulu memang kebiasaan. Aku selalu bangun siang. Nggak pernah telat kerja karna ada Reno yang selalu bangunin tiap mau kerja. Ah dia lagi. Selalu semua mengingatkanku tentang dia. Dia memang seperti sudah melekat di setiap detik waktuku.

"Sekarang kita mau kemana, Mbok?"

"Saya disuruh membawa Nona kembali kerumah Tuan Choky." Jawab wanita tua itu sambil terus mendorongku memasuki lif.

Ting!

Pintu lif terbuka. Berjalan memasuki lobby. Disana sudah ada sopir yang berdiri disamping mobil. Siap untuk membukakan pintu. Saat aku sudah dekat dengan mobil, sopir itu langsung membukakan pintu mobil untukku.

"Nova, elo sakit?" Tanya seseorang. Suara yang sangat aku kenal. Hingga melekat ditelingaku.

Reno tiba-tiba berdiri disampingku. Benar-benar panjang umur. Baru saja dipikirkan, sudah nongol didepan mata.

"Tuan." Mbok Tut dan Pak sopir itu membungkukkan sedikit badannya. Sebagai tanda hormatnya.

Aku mendongakkan kepalaku, melihat nya. Dia menatapku, tatapan yang sama seperti dulu. Membuat hatiku gemuruh tak tentu. Aku langsung mengalihkan pandanganku.

"Bantu saya masuk mobil, Mbok." Perintahku.

Karna aku tak mau lama-lama bersama dengan Reno. Apalagi terlibat obrolan. Jangan sampai aku baper lagi. Walau kenyataannya memang aku selalu baper.

Dengan susah payah Mbok Tut membantuku berdiri. Tapi karna kakiku terlalu sakit, akhirnya aku duduk lagi dikursi sambil merintih kesakitan.

"Biar gw bantu, ya." Reno langsung jongkok didepanku. Dia hendak menggendongku. Tapi aku langsung menepis tangannya.

"Nggak usah. Gw bisa sendiri." Kataku dengan ketus.

Dia hembuskan nafas kasarnya. "Gw bisa lihat. Elo berdiri aja susah kok." Dia menggendongku dengan paksa.

Terpaksa aku hanya bisa pasrah karna memang aku tidak mampu untuk berjalan. Dan aku juga tidak ingin ribut yang mungkin akan mengakibatkan Mbok Tut curiga.

Ada yang bergetar saat aku bersentuhan dengan tubuhnya. Detak jantungku begitu cepat, mungkin Reno bisa merasakannya. Dia sepertinya sengaja mengulur waktu. Dia menurunkanku dikursi mobil dengan sangat hati-hati. Sengaja menyentuh tanganku. Tapi segera aku menepisnya. Lalu dia tersenyum kecil.

"Makasih." Ucapku tanpa melihatnya.

Dia sudah diluar mobil. Mbok Tut masuk ke dalam mobil, dia duduk dikursi depan. Pak supir menutup pintu mobil. Terlihat Reno masih diluar memperhatikanku. Ingin sekali rasanya menjambak rambutnya. Atau menjewer telinganya untuk sekedar menghilangkan rasa sakit dihatiku. Tapi aku hanya bisa diam menggigit bibir untuk menahan air mata yang ingin segera keluar.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel