Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 : Piástika

"Tenanglah. Mungkin ia terlalu senang berada di sana hingga lupa waktu," ucap Xander mencoba menenangkan Ranya yang terlihat mulai panik.

"Tidak. Ini sudah lama sekali sejak ia pergi. Cal meminta izin padaku tadi subuh dan ini ...," Ranya menjeda ucapannya untuk melihat jam, "oh ... lihatlah, ini sudah lewat tengah malam!" pekiknya histeris.

"Tenanglah, tenang ...."

"Bagaimana aku bisa tenang?" tanya Ranya dengan nada sedikit membentak, "bagaimana kau bisa menyuruhku tenang saat anak kecil itu menghilang?"

Xander membawa Ranya ke dalam pelukannya. Ia mengelus punggung gadis itu mencoba memberikan ketenangan. "Tenanglah. Cal sedang dalam perjalanan pulang ke sini."

"Dari mana kau tahu?" tanya Ranya bingung sekaligus tak percaya.

"Althous memberitahuku," jawab Xander, tangannya masih mengelus punggung Ranya, "mindlink. Kemampuan yang dimiliki werewolf. Kami dapat berbicara melalui pikiran."

"Apa kau yakin?" tanya Ranya memastikan.

Xander mengangguk. "Jadi tenanglah."

Bahu Ranya perlahan menurun. Gadis itu menghirup napas lega. Untuk beberapa menit, mereka tetap berada dalam posisi itu hingga Ranya menjauhkan tubuh mereka.

"M-maafkan aku tentang tadi. Aku benar-benar tid-"

"Tidak apa-apa," potong Xander cepat.

"Sungguh, aku benar-benar minta maaf. Aku hanya pan-"

Lagi-lagi ucapan Ranya terhenti kala Xander menempelkan bibirnya pada bibir milik gadis itu. Mata Ranya membulat kaget. Tubuhnya refleks menegang kaku. Tetapi ciuman itu hanya bertahan beberapa detik karena setelah itu Ranya spontan mendorong tubuh Xander saat pintu kamar terbuka dan menampilkan wajah Cal yang tampak kaget.

"Oh ... m-maafkan aku. Apa aku mengganggu?"

"Tidak. Tentu ti-"

Xander berdecak membuat ucapan Ranya kembali terpotong. "Untuk apa bertanya jika sudah tahu?" ketus lelaki itu.

Ranya mencubit perut Xander kesal membuat lelaki itu meringis pelan. "Diamlah!" perintah gadis itu lalu berjalan mendekati Cal.

Matanya melembut menatap Cal. "Kenapa baru kembali? Bukankah kau berjanji hanya tiga jam?"

Cal menunduk. "Maaf ... aku tanpa sengaja tertidur di sana."

Ranya tampak kaget. "Apa kau sangat nyaman berada di sana hingga tidur di sana?"

Cal meringis lalu mengangguk pelan. "Aku suka melihat matahari secara langsung."

Ranya terkekeh. Ia mengacak rambut Cal gemas. "Mandi sana lalu tidur."

Cal hanya mengangguk pasrah. Ia berjalan menuju kamar mandi sambil bergumam, "Aku tidak yakin apakah aku bisa tidur lagi malam ini."

Ranya tertawa mendengar gumaman Cal. Tepat setelah Cal menutup pintu kamar mandi, tubuh Ranya ditarik membuat sang empunya tubuh berteriak kaget. Xander kembali mengalungkan tangannya di pinggang Ranya. Ia tersenyum kecil melihat Ranya yang menatapnya tajam.

"Jangan menatapku seperti itu, Luna."

Ranya berdecak. "Hampir saja aku lupa. Aku selalu ingin bertanya tentang hal ini padamu, tetapi aku selalu lupa. Mengapa semua orang memanggilku dengan sebutan Luna?"

Xander tersenyum miring mendengar pertanyaan Ranya. "Karena memang kau adalah Luna."

"Tapi Ayahmu sudah memiliki mate bukan? Lagipula aku tidak ingin menjadi perebut suami orang."

Xander mengernyit. "Apa maksudmu?"

Ranya menatap Xander dengan matanya yang bulat. "Bukankah Luna adalah mate dari Alpha?"

Xander mengangguk.

"Tetapi bukankah Alpha Hanes telah memiliki mate yaitu Luna Fiara? Lalu mengapa semua orang memanggilku Luna? Apakah ibumu itu tidak marah?" tanya Ranya polos.

Xander mendengus geli. Ia mengecup sekilas bibir Ranya. Ia sangat tidak tahan mendengar pertanyaan polos itu keluar dari bibir Ranya.

"Apa yang kau lakukan? Jawablah pertanyaanku!"

Xander mendengus. "Di sini, orang-orang memanggilku apa?"

Ranya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Alpha."

"Lalu?" Xander mengangkat sebelah alisnya. Senyuman miring tercetak jelas di bibirnya.

"Lalu apa?" tanya Ranya bingung, "jawablah yang jelas!"

Xander berdecak sebal. "Itu artinya kau mate-ku, bodoh!"

***

"Kau yakin untuk pergi sendiri?" tanya Ranya setelah mendengar bahwa lelaki itu akan pergi untuk menyelidiki perihal Ayah Cal.

Kini mereka tengah berada di kamar milik Xander dikarenakan tidak ingin mengganggu Cal yang tertidur pulas. Ranya mendengus geli mengingatnya, padahal bocah itu berkata bahwa dirinya tidak bisa tidur lagi malam ini, tetapi nyatanya malah tertidur sangat nyenyak.

Ranya melemparkan tatapannya pada sekeliling kamar Xander. Menenangkan. Itu yang terlintas dalam benaknya. Kamar Xander memang tidak dihiasi banyak perabotan mahal dan terbilang cukup polos. Ranjang berwarna putih yang senada dengan warna dindingnya lalu lampu yang sedikit redup memberikan efek menenangkan baginya. Simple tapi elegan.

"Kau meremehkanku?"

"Aku khawatir bodoh!" Ranya bergumam kecil.

Xander mendengus geli. Werewolf yang umumnya memiliki pendengaran lebih tajam dari pada manusia biasa tentu mendengar gumaman Ranya.

"Berapa lama?" tanya Ranya lagi.

"Satu minggu," jawab Xander lalu menghela napas lelah, "tapi bisa juga lebih lama."

"Satu minggu itu sudah lama banget tahu!" Ranya kembali bergumam.

Xander mengembuskan napas, berusaha menahan diri melihat betapa gemasnya mate-nya.

"Kemarilah." Xander menunjuk sebelahnya dengan dagu.

Ranya tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memilih menuruti perintah Xander. Begitu Ranya mendudukkan dirinya di kasur, Xander langsung merubah posisinya menjadi berbaring. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam perut Ranya. Lelaki itu menghirup rakus aroma milik gadisnya.

Ranya yang sudah terbiasa atas tingkah Xander hanya menyandarkan tubuhnya seraya mengelus rambut lelaki itu.

"Apa kau percaya dengan mitologi Yunani Kuno?" tanya Xander, ia menjauhkan kepalanya lalu mendongak menatap Ranya yang menoleh padanya.

"Tidak," jawab Ranya cepat, "ya sebelumnya begitu. Tetapi setelah kupikir-pikir, bahkan awalnya aku juga tidak percaya kalian itu ada dan ... di sinilah aku."

Xander terkekeh. "Mau kuceritakan sesuatu?" tawarnya.

Ranya mengangkat sebelah alisnya lalu mengangguk ragu. Tangannya masih setia mengelus rambut lelaki yang berada di pangkuannya.

"Saat aku berumur dua tahun, pack kami diserang oleh pasukan rogue." Xander mulai bercerita. Melihat wajah kebingungan Ranya, ia menjelaskan, "Rogue adalah werewolf yang tidak memiliki pack. Ternyata mereka bersatu dan membuat suatu perkumpulan."

"Ayahku, Alpha Hanes kebetulan sedang tidak berada di dalam pack saat itu. Seluruh orang di pack ini dilanda panik. Ibuku bahkan harus ikut berperang. Ia menyembunyikanku di dalam ruangan rahasia yang entahlah, aku tidak tahu di mana. Mungkin sudah dihancurkan."

Ranya tampak fokus mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir Xander.

"Ternyata itu semua hanyalah akal-akalan Medeia."

"Medeia?" celetuk Ranya, "penyihir dalam mitologi Yunani?" Mata Ranya membulat. Sudah ia katakan bukan, ia sering mengambil kuliah umum Mitologi. Jadi ia kurang lebih tahu akan hal itu.

Xander mengangguk. "Medeia merancang semuanya. Ia membuat para rogue menyerang pack kami dan menyelusup saat kami lengah."

"Apa tujuannya?"

"Aku."

Ranya melebarkan matanya kaget. "Maksudmu?"

"Ya, tujuannya adalah membunuhku. Sejujurnya aku juga tidak tahu alasan ia ingin membunuhku. Kedua orang tuaku tidak mau memberitahuku. Bahkan seluruh penghuni pack ini mengunci mulutnya rapat-rapat."

Ranya mengelus pipi Xander membuat lelaki itu menoleh padanya. "Lalu apa yang terjadi dengan Xander kecil?"

“Ia ingin mengambil nyawaku.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel