Bab 4 : Próto Filí
"Jadi kalian yang menolongku?" tanya Ranya memastikan.
"Yah, bisa dikatakan begitu." Bukan lelaki tampan di hadapannya yang menjawab, melainkan bocah di sebelahnya yang baru saja diketahui bernama Yerikho beberapa saat lalu. Jujur, sebenarnya Ranya sedikit kesal dengan bocah itu. Dari tadi ia berusaha mengajak lelaki tampan di hadapannya berbicara, tetapi selalu saja dipotong oleh Yerikho.
"Oh, kalau begitu aku berterima kasih banyak atas bantuan kalian. Tapi aku harus kembali ke rumahku. Kedua orang tuaku pasti mencari keberadaanku," ujar Ranya walau ia sedikit ragu dengan kalimat terakhirnya, "sepertinya...," tambahnya lagi dengan suara yang sengaja ia kecilkan.
"Tidak bisakah dirimu tinggal di sini lebih lama?" tanya Yerikho dengan nada sedikit membujuk.
Ranya mengernyit aneh. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ehm ... mengapa aku harus tinggal di sini lebih lama? Lagi pula, aku masih seorang mahasiswi. Aku tidak boleh terlalu sering absen atau beasiswaku bisa dicabut oleh pihak universitas."
"Kau ini bicara apa sebenarnya? Untuk apa kau kuliah, sementara kau akan menjadi Luna dan memimpin kami?"
Kerutan semakin terlihat jelas di dahi Ranya. "Aku tidak mengerti maksudmu. Mengapa aku menjadi pemimpin kalian?"
"Kau ini bod--mphhh." Ucapan Yerikho terhenti ketika lelaki tampan itu membekap mulutnya dan menyeret bocah itu keluar dari kamar.
Tak lama kemudian, lelaki tampan itu kembali dengan wajah datarnya. Ranya sampai bingung, apa lelaki itu memiliki kesusahan dalam berekspresi? Sudah kuliah di jurusan psikologi hampir selama dua tahun, Ranya tidak bisa menebak kepribadian lelaki tampan di hadapannya.
"Jadi ..." Ranya memberanikan menatap mata lelaki itu. "Kapan aku boleh kembali ke rumahku?"
"Tidak."
Ranya mengernyit. Tidak? Apanya yang tidak? Ranya berdecak. Lelaki di hadapannya benar-benar menguras tenaga.
"Tidak apa? Maaf, aku mahasiswi jurusan psikologi mempelajari kepribadian seseorang bukan menebak ataupun meramal. Jadi bisakah berbicara yang jelas? Tolong."
Tepat setelah mengucapkan itu, Ranya langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Sejak kapan ia mempunyai keberanian seperti ini? Ranya menundukkan kepalanya dalam-dalam ketika merasakan tatapan tajam dari lelaki itu.
"Kau tidak akan kembali ke mana pun. Mulai sekarang, rumahmu di sini. Tempat ini adalah rumahmu."
Ranya menganga tak mengerti. Lelaki di hadapannya ini bicara apa sih? Bagaimana ceritanya, rumahnya berpindah ke sini?
Ranya POV*
Aku membuka mulutku hendak melayangkan protes sebelum akhirnya suara ketukan pintu membuat niatku terurung. Aku melebarkan mata kaget. Lelaki tampan lainnya masuk—walau tidak setampan laki-laki yang berada di hadapanku ini, sih. Lelaki tampan itu menunduk ke arahku sekilas lalu berjalan mendekati lelaki tamp-- Ah sial! Terlalu banyak lelaki tampan di sini, hingga aku bingung bagaimana memanggilnya.
"Maaf, Alpha. Alpha Hanes dan Luna Ara menunggu Alpha mengenalkan Luna baru di ruang pertemuan."
Oh, jadi lelaki di hadapanku ini bernama Alpha? Gitu dong dari tadi, aku kan jadi tidak kesusahan dengan menyebut 'lelaki tampan' terus. Aku menaikkan sebelah alisku ketika Alpha berjalan mendekatiku. Mau apa dia?
"Apa? Kenapa? Kau mau apa?" tanyaku panik ketika Alpha menggendongku dan berjalan keluar dari kamar.
"Turunkan aku, sialan!" umpatku kesal. Aku tidak peduli lagi kalau lelaki tampan itu ingin marah. Yang benar saja, seorang laki-laki asing menggendongku? Belum lagi, banyak orang di sekitar yang diam-diam melirikku. Memalukan. Belum pernah aku merasa semalu ini.
"Diamlah, sweety. Atau kau ingin aku menciummu di sini?" ancam Alpha dengan tatapan tajam dan tegas tetap lurus ke depan.
"Jangan kira aku akan takut dengan gertakanmu itu, Tuan Alpha!" balasku tak takut.
Cupp ...
Sial, first kiss-ku!!!
Author POV*
"Jangan kira aku akan takut dengan gertakanmu itu, Tuan Alpha!" balas Ranya tak takut.
Lelaki yang dipanggil Alpha itu mengangkat bahunya tak peduli lalu mendekatkan bibirnya pada bibir menggoda milik Ranya.
Cupp ...
Alpha menahan tawanya mati-matian melihat wajah Ranya yang menegang dengan pucat. Menggemaskan, batin Alpha.
"Ciuman pertamamu, huh?" ledek Alpha.
Ranya seakan baru tersadar, ia langsung memukul dada bidang lelaki itu. "Sialan kau! Berani-beraninya merebut first kiss-ku yang akan kuberikan pada suamiku nanti!" Mata Ranya menatap Alpha penuh amarah.
"Well, kau sudah melakukannya karena suamimu nanti adalah diriku. Lagian jangan lupa, kau duluan yang menantangku," ujar Alpha tak terima disalahkan.
"Kau benar-benar ..." Ranya tak melanjutkan ucapannya lagi. Bibirnya bergetar ingin menangis. Yang ia inginkan sekarang hanya pulang.
Alpha menoleh ketika tidak mendengarkan lanjutan dari mulut gadis di gendongannya. Ia melebarkan matanya terkejut melihat mata gadis itu berkaca-kaca. Alpha sontak menghentikan langkahnya.
"Kau marah? Aku hanya bermain-main,” ujar Alpha tanpa merasa bersalah. Walau begitu, ia sedikit terlihat panik tadi.
"Kau bermain-main tapi merebut first kiss-ku," ujar Ranya kesal.
"Maafkan aku. Aku tidak akan mencium tanpa izinmu lagi,” ujarnya santai.
Ranya mengernyit kesal. "Siapa bilang kau boleh menciumku lagi?"
"Aku, barusan," jawab Alpha santai lalu kembali melanjutkan perjalanannya.
“Kau benar-benar menyebalkan!” cibir Ranya sangat kesal. Meski begitu, ia sedikit merasa senang. Karena ini pertama kalinya ia menunjukkan kekesalannya secara terang-terangan. Dan ternyata itu tidak buruk.
"Sudah, diam dan bersikaplah sebagai gadis yang baik," lanjut Alpha sebelum memasuki sebuah ruangan yang besar.
Ranya mengatupkan bibirnya rapat-rapat melihat seorang perempuan dan laki-laki paruh baya duduk di sebuah meja besar yang dapat Ranya tebak bisa memuat puluhan orang.
"Ini mate-mu, Son?" tanya lelaki paruh baya itu.
Alpha mengangguk. "Aku menemukannya di hutan dekat perbatasan. Kalau telat sedikit saja aku menemukannya, mungkin ia akan masuk ke dalam daerah rogue."
Ranya mengernyit. Entah apa yang mereka bicarakan, Ranya tidak mengerti sedikit pun. Astaga, rasanya ia bisa cepat-cepat tua karena terus mengernyit.
"Ia cantik."
Mata Ranya membulat polos melihat perempuan paruh baya berjalan mendekatinya yang masih berada dalam gendongan Alpha. Perempuan itu tersenyum hangat menatapnya membuat Ranya mau tak mau membalas senyuman itu.
"Perkenalkan dirimu."
Ranya tersentak pelan mendengar bisikan Alpha. Ia berdeham gugup lalu berujar, "Perkenalkan nama saya Ranya Aurelia."
Perempuan paruh baya itu kembali mengulas senyuman hangatnya. "Namaku Fiara, kau bisa memanggilku Luna Ara. Dan ini suamiku Hanes, kau bisa memanggilnya Alpha Hanes. Kami adalah orang tua Xander."
"Xander?" beo Ranya tanpa sengaja mengeluarkan suaranya ketika mengatakan itu.
Xander merasa darahnya berdesir hangat mendengar mate-nya memanggil namanya untuk yang pertama kalinya.
"Iya, yang menggendongmu itu namanya Xander. Damian Denalfian Xander. Calon Alpha di Redlow Pack."
Ranya rasa ia ingin pura-pura pingsan saja. Redlow pack, apa lagi itu? Semua yang ada di sini seperti teka-teki dan membingungkan.
***