Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13- Sesak

• H A P P Y  R E A D I N G •

"Kamu tenang ya sayang, kita akan baik-baik aja kok. Peluk mama nak, peluk mama." ujar Liana seraya memeluk erat tubuh kecil putrinya. Keadaan semakin tidak kondusif setenang mungkin Liana menutup mata dengan alasan agar tidak melihat hantu. Sekarang ini mobil mereka yang Ravindra kendarai remnya blong. Digelap gulitanya malam Ravindra dengan terpaksa menabrakkan mobilnya di pohon besar agar tidak masuk ke jurang curam.

Brakkkk!

"MAMA!" Rachel terpelonjat kaget, tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Mimpi buruk bukan pertama kalinya. Gadis itu menoleh  menatap foto mama Liana yang ada di nakas. Air matanya turun merindukan sosok ibu yang tak pernah ia rasakan lagi selama 4 tahun ini. Kehilangan beliau sangat membuat Rachel belajar bersikap mandiri. Tidak manja atau pun mengeluh dengan masalah apapun.

"Mama, aku kangen." Rachel memperatkan foto yang sekarang ia peluk. Moment bersama Mamanya teringat jelas di memori kepala Rachel. Gadis itu banyak perandaian, untung saja masih ada sosok Ayah yang selalu menguatkan dirinya. Mama, Rachel kangen andai waktu itu mama enggak melindungi aku. Pasti mama masih ada disamping aku sekarang.

Rachel mengusap air mata yang membasahi pipinya, lalu membaringkan tubuh dengan memeluk erat foto mamanya. Gadis itu tidak bisa memejamkan matanya sekarang, padahal besok sekolah. "Ma, Rara kangen mama. Mama bahagia yah disana, Rara selalu doain mama  kok. Mama tenang-tenang yah nanti Rara nyusul. Loveyou," ujar gadis itu seraya mengecup pelan photo ukuran 10 R  full wajah Liana seorang.

****

Rachel mengunyah roti yang sejak tadi olesi selai campuran. Pagi ini gadis itu tidak bersemangat mata sipitnya terlihat berkantung. Rachel meneguk susu lalu beranjak dari meja makan. Tidak merespon papa ataupun Reyhan yang sejak tadi ngedumel dan mengusiknya.

"Pa, Rara berangkat dulu yah." ujar Rachel sembari menyalami serta mencium punggung tangan Ravindra. Sang papa tak lupa memberi kecupan dikening putrinya.

"Hati-hati sayang, kamu keliatan lesu banget, ada apa ra?" tanya papa nada lirih penuh kekhawatiran.

"Nggakpapa kok pa, " jawab Rachel sembari merapikan dasi miliknya kemudian bibirnya menerbitkan senyum manis.

Ravindra mengelus pundak seraya menepuk pelan memberikan semangat untuk Rachel. "Kamu bahagia selalu ya, jangan pernah mengeluh. Papa ada untuk kamu."

Rachel menunduk pelan "Iya pa, Rachel cuma kangen mama tapi nggak sedih kok. Nggak nangis," ujarnya, kemudian menatap mata indah Ravindra. Beliau adalah sosok yang paling bisa menguatkan Rachel.

"Anak pinter, kalau begitu berangkat sama Rey aja ya."

"Em, iya pa."

"Siap om," tiba-tiba Reyhan muncul kembali dihadapan mereka. Sekarang anak itu berpenampilan rapi tidak seperti kemarin. Baju dimasukkan, celana polos panjang tidak sobek dasi terpasang rapih.

Keduanya memicingkan mata dari atas kebawah, Rachel tersenyum melihat penampilan sepupunya yang rapi. Jujur saja sekarang Reyhan terlihat tampan. Ya, memang ganteng. Pacar saja tidak punya saking brandalnya nggak ada yang mau. Hahaha

"Gini dong, kan ganteng."

"Yaelah makin ganteng, kalau ganteng doang mah udah dari dulu."

"Kepede'an! Dah berangkat dulu, adu mulut sama kamu, aku bisa telat! "

"Kami berangkat dulu om, "

"Iya, hati-hati jaga adik kamu ya!"

Reyhan menoleh sembari berlari kecil menyusul Rachel yang sudah ada didepan. "Oke, om!"

Diperjalanan ke sekolah Rachel hanya memandangi jalanan ramai penuh dengan orang-orang sibuk berangkat kerja. Hidup harus punya tujuan. Semua orang terus berusaha mencapai apa yang mereka inginkan. Rachel mendengus gelisah "Kenapa ya rey, mama cepet banget ninggalin kita." ujar Rachel tanpa menoleh tatapannya masih sempurna ke luar jendela.

"Karena Tuhan lebih sayang sama mama Liana." jawab Reyhan. Ia tersenyum getir sama seperti dirinya yang kehilangan sosok Ayah di waktu masih membutuhkan seorang Ayah. Tapi menurut Reyhan papanya sudah banyak berkorban dan menjadi papa terhebat untuknya.

"Tau nggak sih Rey, aku tuh pengen nyusul mama."

Settt! Sontak Reyhan mengerem secara mendadak setelah mendengar perkataan Rachel barusan. Membuat Rachel sampai terkejut "Kalau ngerem jangan mendadak kenapa sih Rey. Ya ampun hampir copot jantungku."

"Kamu tuh, ngapain ngomong kayak gitu. Mama liana udah tenang di alam sana ra, kamu harusnya ngirim doa. Bukan ngucap sembarangan kayak barusan!" tukas Reyhan kesal, pemuda itu meluapkan isi hatinya ketika mendengar ucapan Rachel yang eeuuhh pengen rasanya Reyhan mencetok jidatnya.

"Tapi itu bener Rey, aku sebent--." ucapan Rachel terpotong.

"Apa? Hem, kamu itu nggak pernah bersyukur ya. Kamu masih punya papa seharusnya berusaha bahagiain om Ravindra! Aiishh, " tanpa sengaja Reyhan membentak sampai gadis itu langsung menunduk.

"Maaf, aku udah ngebentak kamu. Tapi, ucapan aku bener Ra, aku sayang sama kamu. Kamu satu-satunya keluargaku, apa bedanya sama aku ra. Akh ud--." Reyhan menghentikkan ucapannya karena Rachel langsung memeluknya dengan airmata yang sudah basah. Pelukkan ini berhasil membuat Reyhan meredakan amarahnya barusan. Cowok itu membalasnya lalu mengelus punggung Rachel. "Udah jangan nangis, katanya udah janji nggak akan nangis lagi. Hem, cantiknya nanti ilang." reda Reyhan,

Setelahnya mereka melanjutkan perjalanan menuju ke sekolah, terlihat banyak murid berlarian karena sudah waktu masuk dan pintu gerbang segera ditutup. Rachel buru-buru keluar mobil, sebelum pergi ia tersenyum dan melambaikan dadah Reyhan.

***

"Bos, bos Rachel dateng." panggil Derry dengan suara lirih tapi tangannya sambil menepuk-nepuk pundak Farrel.

Farrel langsung beranjak ke depan kelas melihat gadis itu berlarian karena terlambat. Setelah sampai dihadapannya Rachel mengatur nafasnya yang hampir habis. Keringat pagi membahasi pipi dan poni cantik kesayangannya. Farrel memandangi tanpa berkedip lalu menyungging senyum tipis, gaya tangan yang biasa di saku celana kini menyodorkan sapu tangan untuk Rachel. "Nih, siapa tau berguna." ujarnya jutek, memasukkan tangannya kembali ke dalam saku kemudian masuk kembali kedalam kelas.

"Ciiah, kamu cuma ngasih itu doang. Modus parah!" cibir Zulki.

"Yaelah, daripada kamu. Sana-sini nempel kayak permen karet. Apaan kalau bukan modus kayak kardus kosong. Bulshiiiit!!!" celetuk Derry, ucapan terakhir sengaja ia mengeraskan suaranya ke telinga Zulki.

"Njir, budek kuping, njing!"

"Bodo amat! Biar kamu tobat!"

Farrel memakai Headseat putih kemudian memutarkan lagu yang bisa membuat pikirannya tenang. Daripada mendengarkan kedua bocah yang sama-sama pendosa tapi tidak pernah mengakui. Mending Farrel mendengarkan musik, mumpung  jam belajar juga kosong. Sebelum menelungkupkan wajahnya diatas tangan yang sudah terlipat. Cowok itu melirik ke sebrang sana terlihat gadis yang ia beri sapu tangan sedang mengelap keringat. Lalu Farrel kembali ketujuan awal, molor!

To be countinued

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel