Bab 11 - Bersyukur
" H A P P Y R E A D I N G "
Menyiapkan sarapan pagi sudah menjadi kebiasaan Rachel. Dia anak yang rajin, pintar memasak dan pastinya masakan yang ia buat sangatlah lezat. Berhubung ada Reyhan tinggal dirumahnya, ada tugas tambahan untuk Rachel pagi ini yaitu membangunkan sepupunya.
"Papa, aku bangunin Rey dulu ya." ucap Rachel seraya menaruh secangkir kopi di meja makan, ia hidangkan khusus untuk Ravindra.
"Iya sayang,"
Ravindra adalah sosok ayah yang baik, bertanggung jawab, tegas dan tidak pernah untuk membuat Rachel menjadi anak yang manja. Setelah kepergian istrinya, Ravindra tidak ingin memiliki wanita lagi. Ia akan fokus kepada anak-anaknya. Vindra anak tertua kini sudah menjadi CEO diperusahaan miliknya. Akan menetap di sana selama beberapa tahun. Sekarang tugas terakhirnya adalah membesarkan Rachel dan juga membuat gadis itu selalu tersenyum. Penyakit yang Rachel derita selama 4 tahun terakhir.
Ravindra terus menyemangati putri kecilnya, tidak mau jika gadis itu patah semangat. Alasan Ravindra pindah ke indonesia adalah agar bisa membuat putrinya tidak kesepian ditengah keramaian. Kenapa? Karena Rachel di jauhi oleh orang-orang disekitarnya. Tapi Rachel bersyukur, tidak ada yang membully-nya.
****
"Bangun bagong! Bangun, hisss." gerutu Rachel seraya mengguncang lengan kekar cowok itu berkali-kali. Reyhan tidak mau bangun malah menutupi wajahnya dengan bantal. Menyebalkan,
"Hiss, kalau kamu nggak mau bangun. Nggak dapet sarapan pagi ini. Bodo amat, bye!" kesal gadis itu sembari menutup pintu dengan keras. Brakk! Reyhan terpelonjat kaget, lalu menyingkirkan bantalnya yang menutupi wajah.
Kemudian mengusap wajahnya yang masih kusut plus muka bantal."Judesnya ya ampun," gumam Reyhan seraya menggeleng-gelengkan kepalanya heran, lalu beranjak dari ranjang menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah mengenakan seragam serta gaya rambut yang cukup rapi, ia yakin tidak akan mendapat hujatan dari Rachel pagi ini. Reyhan mengambil ponsel yang sudah ia charger semalaman. Kebiasaan, si pemalas! Lalu berlari kecil seraya menuruni tangga penuh semangat. Di meja makan ia mendapati Rachel tengah mengunyah roti berselai coklat dengan wajah malas.
"Kenapa? Nggak semangat amat." tanya Reyhan sembari mengoles selai strawberry ke lapisan rotinya.
"Pa, kasih jimat kek buat Reyhan. Kesel aku tuh sama dia. Hisss." cetus Rachel tiba-tiba membuat Reyhan cengo mendengarnya. "Aku kenapa?' padahal dia sudah berpenampilan rapi pagi ini. Kenapa Rachel nampak kesal dengannya.
"Aku salah apa ra? Dih, pakai seragam rapih, rambut juga udah rapi. Apa coba yang kurang?"
Gadis itu mendengus kesal, lalu pergi begitu saja setelah menyalami Ravindra. Tak lupa menyorotkan matanya sinis ke arah Reyhan. Rachel yang biasa dipanggil Rara oleh keluarganya. Menghentakkan kakinya keras-keras, rasa jengkel kepada Reyhan membuat hatinya dongkol pagi-pagi.
"Celana kamu robek, terus pake sepatu warna-warni begitu. Rara nggak suka liat kamu berantakan begini." tukas Ravindra,
"Berubahlah, Rara nggak mau liat kamu jadi berandal!" sambungnya.
"Tapi om,"
"Om nggak perlu menjelaskan sifat Rara yang sudah kamu ketahui sejak kecil. Om cuma memperingatkan kamu, berubahlah. Sebelum Rara tau kalau kamu itu anak Gangster!"
Reyhan terkesiap kaget, alis tebal mulai mengekerut rasanya ia ingin lari dari kenyataan ini. Hisss, lebay! Bagaimana bisa Reyhan berubah dan keluar dari Gang itu. Yang sebenarnya Bos besar anak SMA 52 Garuda itu ya dia! Reyhan CandraVindex.
"Eum, iya om."
"Kalau begitu om berangkat dulu, sudah siang. Kamu juga habiskan sarapan pagimu dulu ya. Jangan terlambat."
Ravindra mengulum senyum lalu meraih tas jinjing kerjanya. Melangkah pergi meninggalkan Reyhan yang kini sedang mengunyah roti dengan wajah bengong.
"Gawat nih, Rara bisa ngamuk kalau tau semuanya." gumam Reyhan, Rachel memang seperti itu rewel ya rewel, judes ya judes tapi satu sisi yang Reyhan tahu adalah gadis itu periang. Dia tidak suka sekali jika melihat keributan, apalagi preman yang suka nya nyari masalah. Rachel benci itu.
Tuuut. Tuuut. Panggilan berdering tapi belum ada jawaban. Cowok itu mengeram, "Mana bajingan ini, bisa-bisanya nggak jawab panggilan dari aku." Lalu memasukkan ponselnya ke saku celana. Reyhan mengambil kunci mobil diatas nakas kemudian berangkat.
****
Betapa berisiknya kelas XI.IPS1 saat jam pelajaran kosong. Astaga, Rachel sampai menutup kedua telinganya. Stella dan siska memang cewek pendiam dan tidak suka berhura-hura seperti Iren dan Lili. Ketiga gadis itu kompak menyungging senyum malas ke arah mereka yang tengah menyanyikan sebuah lagu, yang di iringi dengan gendangan meja ala Zidan. Derry dan Gavin pun ikut bergabung. Cowok populer juga suka bobrok dong!
Los dol ndang lanjut leh mu Whatapp an
cek paket datane, yen entek tak tukokne
tenan dik elingo yen mantan nakokno kabarmu,
tandane iku ora rindu,
nanging kangen kringet bareng awakmu.
"NANGING KANGEN KRINGET BARENG AWAKMU...." pekik Iren, lagu pav banget ini mah.
Dengan suara pas-passan Iren semakin mengeraskan suaranya. Stella mendengus sabar "Berenti atau aku lempar pake ini?" gadis itu menajamkan tatapannya ke arah orang paling berisik disebrang sana seraya ingin melayangkan tempat pensil besi miliknya.
Iren terkicep lalu menaruh sapu yang sejak tadi ia gunakan sebagai mix. Jika Stella sudah terlihat seperti harimau, Iren dan Lili lebih memilih diam. Mereka duduk disamping cowok-cowok yang ikut terkicep disana. "Kamu sih, pake kenceng-kenceng nyanyinya. Mana suara pas-passan." celetuk Gavin.
Iren merasa tersindir dengan omongan Gavin barusan, ia mencetok jidat berjerawat merah yang belum sepenuhnya matang. Sampai Gavin mendesis nyeri, kemudian memberi balasan dengan mendorong tubuh pendek Iren sampai tersungkur ke lantai. Bokongnya terasa sakit, gadis itu sangat kesal. "Gavin, liat aja kualat!"
"Bodo!" cetus Gavin, padahal ia juga refleks melakukannya. Lagian jerawat lagi minis-minisnya di cetok, ya sakit njir!
Terlihat pipi gadis itu basah, hidungnya pun merah. Pasti habis menangis, Rachel tak bisa melihat Iren jika sedang seperti ini. Ya, tidak bisa disalahkan kejadian tadi. "Ra, pantat aku sakit. Kesel ih sama Gavin." rengeknya, jiwa mulia Rachel sebagai teman baik mulai merangkul manja.
"Lagian dia berisik, ya rasain."cemooh Stella tak ada puasnya ia mengejek sahabatnya sendiri. Selagi itu masalah kecil ia tidak akan membela atau memanjakan Iren. Yang ada gadis itu semakin melunjak.
"Udah-udah, kasian, nanti bisa bengkak bokongnya kalau terus-terus kalian hujat." ujar Rachel,
Iren yang sudah berhenti merengek, kini kembali merengek. "Ra ih, kok gituuuu."
"Bercanda kok." Seketika Rachel memasang wajah imut menahan tawa,
"Biarin aja napa ra, lagian itu kan salah dia nggak parah juga. Coba kalau aku lempar pake ini. Bukan benjeool lagi tapi masuk rumah sakit!"
"Kalian jahat ih, auk ah."
Stella dan lainnya merangkul Iren dengan erat sampai tidak terlihat lagi. Badan kecil, pendek, dirangkul sohib-sohibnya sampai kelelep ha-ha-ha. Stella tidak sejahat itu, meski mulutnya pedas, judes, tapi namanya sahabat tetap solid dong!
To be continued.