1. Kenyataan Pahit
"Papa berubah!"
Kiana memaki papanya dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.
Mata memerah dengan seluruh tubuh bergetar itu sebagai bentuk kekecewaan Ella Putri Kiana, gadis berusia 17 tahun itu terlihat sangat kecewa dengan sikap papanya kepada ia dan mamanya.
Butiran kristal-kristal bening yang sedari tadi ditahannya, kini sudah tidak bisa lagi ia bendung.
Hasil rapor dengan nilai tertinggi di sekolah yang ingin Kiana perlihatkan kepada kedua orang tuanya akhirnya ia urungkan karena ia harus dihadapkan pada pertengkaran hebat kedua orang tuanya.
Hancur!
Kekecewaan dan sakit hati yang teramat sangat membuat Kiana ingin memukul papanya. Namun, Kiana bukanlah anak durhaka, ia masih memiliki hati nurani untuk menghormati papanya.
"Ah sudahlah, jangan menangis! Air mata itu tidak akan merubah apapun. Pokoknya dalam 30 menit ke depan, kamu dan Mama kamu harus ke luar dari rumah ini!" ucapan Hermawan terdengar sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Lelaki yang dianggap oleh Kiana sebagai papanya, belahan jiwa yang sangat ia sayangi, malaikat dalam hidupnya, pahlawan yang sangat berarti, kini berubah menjadi manusia jahat yang melukai dan menyakiti hati Kiana dan mamanya.
Sederhana, harta tahta dan wanita!
Godaan terberat seorang laki ketika telah memiliki segalanya adalah perempuan. Ya, hanya gara-gara seorang wanita perusak rumah tangga.
Kiana menangis tanpa suara, ia hanya memasang wajah masam menatap papanya dengan kebencian dan kekecewaan mendalam.
"Ma, ayo pergi!" ucap Kiana.
Kiana menggandeng tangan mamanya untuk keluar dari kamar mamanya, bahkan Kiana belum sempat mengganti pakaian sekolah putih abu-abunya karena sepulang sekolah ia langsung menuju kamar kedua orang tuanya.
Ya, kamar berantakan seperti kapal pecah itu merupakan gambaran perang dunia antara Windari dengan Hermawan suaminya.
Wanita separuh baya yang yang tidak lain adalah mama Tania itu saat ini tengah duduk di lantai, diam dengan sejuta kesedihan yang ia bawa bersamanya.
"Ayolah, Ma!"
Dengan langkah kaki pelan, Kiana dan mamanya keluar dari kamar itu.
Keduanya meninggalkan rumah yang telah ditempatinya selama lebih kurang 15 tahun tanpa alas kaki, tidak membawa sepersenpun uang atau barang-barang apapun dari rumah mewah yang lebih terlihat seperti istana itu.
Kiana dan mamanya terus berjalan keluar dari rumah mewah itu dengan sejuta kesedihan yang dibawa bahkan tanpa alas kaki.
Sedih!
Tidak ada juga yang menahan Kiana dan mamanya untuk pergi dari rumah mewah itu.
Hujan lebat dan petir yang menyambar-nyambar di malam yang gelap itu, membuat Kiana dan mamanya ketakutan. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali terus berjalan tanpa tahu arah dan tujuan.
"Ma, sabar ya!"
Kiana menggenggam erat tangan mamanya yang terasa sangat lemah tak berdaya.
Kiana ingin menghubungi taxi online, namun baterai ponselnya habis sehingga tidak bisa digunakan.
Panik!
Tentu saja gadis cantik itu merasakan kegundahan di hatinya, namun ia berusaha bersikap tegar demi mamanya, wanita yang teramat sangat dicintai dan ingin dilindunginya.
Di dalam hati, Kiana berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi dan menjaga mamanya.
"Nyonya, Non, mau kemana?" Teriakan asisten rumah tangga yang menahan Kiana dan mamanya di tengah hujan deras itu. Namun, tidak ada yang bisa Kiana lakukan selain pergi tanpa menoleh sedikitpun.
'Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?' ujar Kiana di dalam hati.
Kiana melihat mamanya, wajah cantik itu terlihat pucat dan kedinginan, tanpa suara apapun.
"Ma, sabar ya!"
Kiana memeluk mamanya dalam hujan lebat dengan petir keras yang menyambar-nyambar.
Kiana merasakan tubuh mamanya gemetaran, kedinginan dan ketakutan. Akan tetapi tidak ada yang bisa dilakukan oleh Kiana saat ini kecuali memeluk malaikatnya itu.
Tidak tega dan iba, begitulah hal yang Kiana rasakan ketika memeluk mamanya. Sungguh, ia tidak ingin mamanya terluka.
'Dasar wanita pelakor, kelak kau akan mendapatkan karma,' ujar Kiana di dalam hati, dengan semua kebencian yang ia bawa bersamanya.
Kiana mengepalkan tangannya, hatinya teramat sangat sakit karena penghianatan papanya.
Saat ini otak Kiana tengah memintanya untuk membalaskan semua dendam dan sakit hati yang ia rasakan saat ini suatu hari nanti. Namun, saat ini Kania bertekad untuk melindungi mamanya terlebih dahulu. Ya, walaupun Kiana tidak tahu cara apa yang bisa dilakukannya sekarang.
Menangis!
Kiana dan mamanya menangis bersama hujan tanpa tahu arah dan tujuan. Ya, sepertinya langit pun saat ini ikut menangis menyaksikan dua wanita tak berdosa tersiksa di muka bumi.
"Cinderella,"
Kiana mendengar suara seorang laki-laki yang ia kenal, namun terdengar samar di telinganya. Ya, hanya satu orang lelaki yang memanggilnya Cinderella.
'Apakah Reyhan di sini?' batin Kiana.
'Ah, apa yang kamu pikirkan Kiana, berandalan itu tidak mungkin ada disini untuk mengganggumu!'
Kiana mencoba membantah apa yang ada dipikirannya, namun rasa penasaran masih menghantuinya, karena ia tidak ingin lelaki itu mengganggunya di depan sang mama.
Kiana kemudian melepaskan pelukannya dari mamanya, ia membalikkan badannya, menatap sekelilingnya dan seketika pandangannya tertuju pada sosok lelaki yang sangat ia kenal ada di depan matanya.
'Reyhan!' ucap Kiana di dalam hati.
Kiana mengucek-ngucek matanya, ternyata yang didengar dan dilihat Kiana bukan ilusi, sahabatnya sedari SMA itu benar-benar ada di depan matanya.
Reyhan datang dengan wajah khawatirnya. Lelaki yang datang tiba-tiba itu memikirkan mobilnya tepat di depan Kiana dan mamanya yang saat ini basah kuyup dan terlihat kedinginan karena hujan lebat.
"Benar, kamu memang Cinderella," ucap lelaki yang bernama Reyhan Alexander itu. Lelaki 17 tahun yang memiliki wajah tampan dan merupakan salah satu anak konglomerat pemilik yayasan dimana Kiana sekolah.
Kiana memalingkan wajahnya dari Reyhan, ia langsung menggenggam tangan mamanya kembali, kemudian melangkah beberapa langkah ke belakang untuk menjauhi Reyhan karena Kiana tidak ingin berurusan dengan lelaki itu.
"Cinderella, kamu pura-pura tidak mengenalku?"
Reyhan terlihat tidak suka jika Kiana bersikap cuek dan tak acuh kepadanya.
"Kiana!"
Reyhan menggenggam sebelah tangan Kiana dan untuk pertama kalinya lelaki itu memanggil nama Kiana dengan namanya sendiri.
"Jangan sentuh aku!"
Kiana menepis tangan Reyhan yang baru saja menggenggam tangannya.
Kiana menatap Reyhan dengan tatapan sinis bercampur kaget karena ia tidak menyangka lelaki itu ada di sekitar kompleks rumahnya, padahal Kiana tidak pernah memberitahukan dimana rumahnya kepada lelaki itu.
"Ngapain kamu di sini?" ujar Kiana ketus, seolah ia malu Reyhan melihat keadaannya.
"Cinderella, apa yang terjadi kepadamu? Kenapa kamu hujan-hujanan seperti ini?"
Reyhan terlihat khawatir, terus menatap Kiana dan mamanya sembari mencoba menggenggam tangan gadis cantik itu.
"Bukan urusanmu!"
Kiana lagi dan lagi menapis tangan Reyhan dan memalingkan wajahnya dari lelaki itu.
Namun, tiba-tiba Windari jatuh pingsan hingga membuat Kiana panik dan berteriak histeris.
"Mama ...!"