Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Puji

"Munding, kalian berapa kali ehm ehm dalam seminggu?" celetuk si Wowo.

Uhukkkk.

Munding langsung tersedak es teh yang sedang diminumnya. Nurul menundukkan mukanya yang memerah saking malunya. Emang parah kawan Mas-nya yang satu ini, yang kayak gituan ditanyain juga.

"Ayang!!!" teriak Citra, "malu-maluin aja sih Ayang ni!" keluhnya dalam hati.

"Kamu tu ya?" jawab Munding sambil geleng-geleng kepala.

"Ane kan pengen juga dipanggil 'Om' sama keponakan," jawab Wowo tanpa merasa berdosa sama sekali.

"Dasar 'Om-om' wannabe!" sungut Citra yang langsung disambut tawa oleh kawan yang lain.

=====

"Mas seneng ya?" bisik Nurul sambil memeluk suaminya.

"Mmmmm. Maksudnya?" tanya Munding sedikit kebingungan.

"Kan dah ketemu sama kawan lama, maen ke Semarang juga, terus jalan-jalan, dan semua hal lain yang diluar rutinitas kita sehari-hari," jawab Nurul sambil tersenyum.

"Mas bahagia, karena ditemenin Nurul, kalau sendirian ke sini, nggak bakalan kayak sekarang deh," jawab Munding.

Munding terdiam sebentar lalu melanjutkan lagi, "kenangan itu manis untuk dikenang, bukan untuk dijalani lagi. Semua orang juga kayaknya sudah bahagia dengan pilihan hidupnya masing-masing. Kita semua mencari kebahagiaan dengan jalan kita sendiri," gumam Munding pelan.

"Mas dewasa banget sekarang," bisik Nurul sambil mencium telinga suaminya.

"Ya iyalah. Kan persiapan menjadi seorang ayah," jawab Munding sambil tersenyum.

Mereka berdua terdiam dikamar tamu yang mereka tempati sambil menikmati kemesraan mereka berdua.

"Kita bikin keponakan buat Om Wowo yuk?" bisik Munding pelan ke istrinya.

Muka Nurul langsung merah, "Kita kan lagi bertamu di rumah orang Mas. Nggak sopan kali," protes Nurul.

"Mana ada," jawab Munding dan dia langsung 'membanting' istrinya ke kasur dan memberinya pelajaran yang tak terlupakan malam itu.

=====

"Kami pamit dulu Pak. Mohon maaf kalau sudah merepotkan selama tinggal disini," kata Munding ke Pak Broto pagi itu.

Munding, Nurul, dan Asma sedang berpamitan ke keluarga Amel. Mereka sudah numpang disini selama 3 hari 2 malam, nggak enak kalau kelamaan.

"Hahahahahaha. Munding, kok kayaknya kamu masih menganggap keluargaku seperti orang asing? Jangan terlalu formal begitu. Kapanpun kamu mau, silahkan tinggal disini sepuasnya. Ini rumahmu juga," jawab Pak Broto.

"Satu lagi, tolong pikirkan baik-baik permintaan kami. Anggap ini untuk melunasi 'hutang' yang belum lunas tempo hari," kata Broto sambil tertawa kecil.

Munding hanya tersenyum kecut dan menganggukkan kepalanya.

Tapi, justru ada satu orang yang bereaksi aneh dengan percakapan Pak Broto dan Munding. Anak Pak Broto sendiri, Amel, dia langsung memerah mukanya waktu mendengar Papanya menyuruh Munding menganggap rumah ini rumahnya sendiri.

"Papa ini, kayak lagi ngomong sama menantu saja," gumam Amel dengan suara pelan yang hanya bisa didengarnya sendiri.

Tak lama kemudian, Munding tersenyum, "Makasih Pak. Kami permisi dulu. Assalamualaikum," pamit Munding sambil menyalami keluarga Amel.

Mereka bertiga lalu naik ke mobil Asma dan meninggalkan rumah Amel.

=====

"Boss kita yang baru tu judesnya minta ampun," keluh seorang pramuria kepada kawannya dengan suara pelan.

"Ish, nggak inget dia kalau dulunya sama kayak kita," bisik kawannya.

"Jangan kenceng-kenceng, ntar Boss denger," jawab kawan yang satu lagi.

Mereka terdiam saat melihat si Boss baru saja lewat di dekat mereka.

Puji Astuti.

Puji yang sekarang jauh berbeda dengan Puji yang dulu. Sejak dia merasakan sendiri rasanya menjadi seorang Boss, lambat laun, rasa minder dan rendah dirinya karena terlahir dari keluarga kurang mampu menghilang. Dia sekarang menjadi seorang gadis yang percaya diri dan sedikit arogan.

Puji, awalnya tumbuh seperti gadis desa seperti kebanyakan rekan-rekannya. Dia bahagia menjalani kehidupannya yang serba kekurangan sebagai anak buruh tani di Sukorejo. Puji tak pernah sekalipun memikirkan tentang hal-hal mewah di luar sana, karena kawan-kawan sebayanya berpakaian, makan dan hidup dengan cara yang mirip dengannya.

Semuanya berubah ketika Puji meminta orang tuanya untuk membiayai Puji bersekolah ke tingkat menengah atas.

Saat masuk ke dunia SMA itulah, Puji baru belajar kalau selama ini cara hidupnya bisa dikatakan sebagai cara hidup serba kekurangan. Dia mulai membanding-bandingkan pakaian yang dia kenakan dengan teman-temannya, membandingkan makanan yang dia nikmati sehari-harinya dan ketika musim gadget melanda, Puji mengalami puncak dari kekecewaannya.

Puji adalah gadis yang cantik. Bukan hanya di Sukorejo, tapi di Sukolilo sekalipun, Puji terhitung sebagai salah satu gadis yang memiliki kecantikan diatas rata-rata. Tapi, Puji tak pernah merasa bersyukur akan hal itu, dia merasa dunia tak adil karena telah membuatnya lahir dari rahim pasangan buruh tani.

Pada akhirnya, Puji memanfaatkan kelebihan yang dia miliki untuk memperoleh apa yang dia inginkan. Puji menggadaikan keperawanannya kepada Joko Sentono dengan harga yang mahal, setelah itu, Puji lari dari pelukan laki-laki satu ke laki-laki lainnya sesuai dengan tarif yang dia mau.

Puji sudah merasakan nikmatnya kemewahan saat itu. Puji memakai baju bagus dan mahal, gadgetnya selalu up to date, dan tentunya dia bisa mengikuti kebiasaan kawan-kawannya nongkrong di restoran mahal dan berkelas di kota kabupaten.

Tapi.

Semuanya berubah sejak negara api menyerang.

Upsss. Itu mah Avatar The Last Airbender ya kan?

Semuanya berubah sejak kejadian di lapangan Sukorejo malam itu. Malam dimana, si Jelmaan Iblis yang bernama Munding menghancurkan Joko dan gerombolannya. Malam dimana, Munding membantai Karto Sentono dan cecunguk-cecunguknya.

Penduduk Sukorejo mungkin tidak banyak yang mempunyai pendidikan tinggi, tapi mereka tidak bodoh. Mereka arif. Mereka bisa menebak kaitan antara penyerangan yang menimpa Joko Sentono dan pembantaian yang menimpa Bapaknya, Karto Sentono. Dan satu nama muncul sebagai penyebab kedua malapetaka itu.

Munding.

Sejak saat itu, tak ada lagi laki-laki yang mau mendekati Puji, karena semua orang tahu, Puji-lah yang bertanggung jawab dengan tragedi Asma malam itu. Puji menjebak Asma untuk bertemu di lapangan desa, agar Joko bisa memperkosanya.

Siapakah yang mau mempunyai hubungan dekat dengan seorang gadis seperti Puji? Dia seolah-olah sebuah target berjalan dengan rudal Scud yang diarahkan ke punggungnya.

Puji tak bisa meninggalkan rumah tanpa penutup kepala dan masker di wajahnya. Dia akan mendapatkan cibiran dan ejekan dari semua warga kampung Sukorejo karena tingkahnya dulu. Lambat laun, Puji yang kehilangan sumber pendapatannya dan kehilangan harga dirinya, hanya bisa menutupi wajah dengan rambutnya dan selalu menundukkan kepala saat berjalan.

Nasib Puji sedikit berubah ketika seorang preman dari kota datang dan membuka usaha warung remang-remangnya. Tanpa berpikir panjang, Puji mendaftar ke sana sebagai pramuria di tempat itu. Puji bekerja di sana sejak saat itu hingga akhirnya Munding kembali ke kampung ini dan memicu kemarahan Aditya. Hingga timbullah semua rentetan kejadian yang mengakibatkan Puji berakhir sebagai pemenang.

Puji sudah menjadi Boss dari warung remang-remang milik Aditya. Dia sudah kembali menjadi dirinya yang dulu semasa SMA.

Dia berjalan dengan penuh percaya diri dan wajah sedikit mendongak. Bajunya bermerk dan harganya tentu saja mahal. Sebuah kunci mobil terlihat terselip di saku rok pendeknya yang memiliki tinggi 10cm di atas lututnya, membuat laki-laki manapun pasti akan penasaran membayangkan apa yang tersembunyi di pangkal paha yang putih dan mulus itu.

Rambutnya tertata rapi dan wajahnya terlihat tertutup make up tipis yang elegan dan terkesan dewasa. Dia berhasil menutupi usia sebenarnya yang masih 21 tahun. Sebuah kacamata hitam terlihat tak pernah meninggalkan matanya, sekalipun di dalam ruangan. *Apa nggak gelap ya?

Puji juga tak segan-segan menghardik dan memarahi pekerjanya jika dia merasa mereka sedang bermalas-malasan.

Dia memang tak pernah main tangan saat memarahi karyawannya, tapi frekuensi Puji ngomel-ngomel, lebih parah dibandingkan frekuensi Aditya nampol mereka. Dari sanalah julukan 'Boss Judes' disematkan untuknya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel