Ringkasan
Buku ketiga seri Munding
Bab 1 Prolog
Sebuah mobil melaju kencang di jalanan malam kota Jakarta. Mobil tersebut hanyalah mobil kelas menengah keluaran pabrikan Toyota yang biasanya ditawarkan untuk mobil sewaan harian dengan hanya menggunakan selembar KTP sebagai jaminan.
Sama sekali tidak mencolok dan terlihat normal.
Empat orang penumpang duduk terdiam di dalam mobil itu. Mereka membiarkan si pengemudi membelah jalanan dengan kecepatan penuh tanpa berkomentar apa-apa.
"Dimana titik kumpul dengan anggota tim yang lain?" tanya salah seorang penumpang yang duduk di belakang dengan menggunakan Bahasa Inggris yang fasih.
"Tenang. Kalian relaks saja. Kalian sudah melewati proses seleksi kok. Kalian resmi menjadi anggota kami," jawab sang Penumpang di sebelah kursi pengemudi dengan menggunakan Bahasa Inggris yang sedikit tidak lancar.
Dari logatnya, terlihat kalau orang itu bukan berasal dari negara yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa ibunya. Dia terlihat berasal dari Asia Timur, mungkin Jepang atau Korea.
"Silahkan dicheck di rekening kalian. Kami sudah melakukan pembayaran sesuai dengan perjanjian," lanjut si orang Asia itu.
Si penumpang yang duduk di kursi belakang tadi terlihat membisikkan sesuatu ke orang di sebelahnya. Setelah itu, dia kembali melihat ke orang Asia tadi, "kami setuju bergabung dengan kalian. Tapi aturan pembayaran harus diubah. Setengah harus dibayarkan sebelum pekerjaan, dan setengah lagi setelah pekerjaan selesai. Sebagai gantinya, kami tak akan memilih target yang diberikan," kata si penumpang di kursi belakang yang ternyata adalah seorang wanita cantik berusia sekitar 30 tahunan.
Si Asia langsung tertawa ketika mendengar suara sang Gadis. Sejak tadi, saat dia menyaksikan pembantaian yang dilakukan oleh dua orang yang sedang mereka rekrut ini, dia sudah memutuskan untuk memasukkan mereka ke dalam tim.
Si Gadis mungkin bukan siapa-siapa. Dia hanya petarung level 1, bukan sesuatu yang istimewa. Tapi, pria tua dengan satu tangan yang terlihat cacat dan selalu diam itu, dia lain. Bahkan Si Asia bisa merasakan bulu kuduknya berdiri saat menyaksikan dia bertarung.
Pria tua itu brutal, ganas dan tak dapat diprediksi. Dia bagaikan serigala sungguhan yang mengandalkan nalurinya untuk bertahan hidup sejak muda. Sekalipun satu tangannya cacat dan mereka berdua berada pada level yang sama, Si Asia tak yakin kalau dia mampu mengalahkan si Pria tua itu.
"Jadi kita deal kan sekarang?" tanya si Asia setelah puas tertawa.
"Deal," jawab si perempuan cantik datar.
"Selamat datang di tim Chaos," kata si Asia sambil menyalami perempuan itu dan laki-laki di sebelahnya.
Tak lama kemudian, suasana di dalam mobil kembali hening.
"Mas, uangnya sudah masuk," bisik Nia ke telinga Yasin yang memang terbatas kemampuan berbahasa asingnya setelah mereka terdiam beberapa saat.
"Sesuai jumlah kan?" tanya Yasin.
"Iya. Sesuai jumlah. Aku juga meminta mereka untuk memberikan separuh pembayaran sebelum pekerjaan dimulai untuk misi berikutnya," jawab Nia.
Setelah itu, Nia memegang tangan kekasihnya itu dan menikmati perjalanan mereka.
=====
"Ndan, lihat ini!" kata seorang polisi berpakaian preman kepada atasannya.
Setumpuk foto terlihat disebar diatas meja. Foto tersebut adalah foto yang diambil dari TKP pembunuhan semalam. Korbannya adalah seorang anggota DPRD Kota Jakarta.
"Gila!!!" maki sang Komandan setelah melihat kebrutalan yang terjadi.
Semua laki-laki yang ada di dalam rumah dihabisi. Hanya tersisa wanita dan anak-anak saja. Semua korban itu juga dihabisi dengan cara yang brutal. Dipukul dengan benda tumpul hingga mengalami pendarahan atau cidera parah pada kepalanya.
Termasuk si anggota DPRD yang meninggal dengan tubuh telanjang dan tangan terikat ke belakang. Jumlah korban termasuk sopir dan bodyguard tuan rumah mencapai angka belasan. Dan yang membuat sang Komandan Unit Reskrim ini memaki tadi adalah, semua luka yang ada pada korban terliha sama dan serupa. Itu artinya, pembunuhnya cuma satu orang.
"Tinggalkan foto ini disini, kasus ini bukan lagi wewenang kita," kata Sang Komandan pendek.
"Siap Pak," jawab si polisi tadi dan segera meninggalkan ruangan.
Sang Komandan tahu apa yang dia hadapi dan dia harus melaporkan ini ke atasannya.
"Seekor Serigala Petarung berkeliaran mencari mangsa," gumam sang Komandan dan merasakan bulu kuduknya berdiri.
=====
Beberapa bulan kemudian.
"Lihat ini, ini pola yang berhasil diidentifikasi oleh pihak kepolisian," kata seorang perwira polisi yang sedang memberikan presentasi.
"Mereka hanya terbentuk dari sebuah grup kecil, mungkin beranggotakan 8 - 9 orang. Mereka menyebut dirinya 'Chaos'."
"Meskipun anggota Chaos sangat sedikit, tapi syarat pertama menjadi anggota mereka adalah petarung elit level 2. Atau meminjam bahasa militer, mereka adalah serigala petarung tahap inisiasi."
"Saat beraksi, mereka akan bergerak dengan tim yang lebih kecil lagi. Mungkin hanya 4-5 orang."
"Kami pernah berhasil meng-intercept tim kecil mereka setelah mereka berhasil melakukan aksinya, sekali."
"Tapi tim kami dibabat habis," kata sang Perwira dengan nada sedih.
"Setelah itu, tak pernah sekalipun kami berhasil mengejar jejak mereka."
"Ciri utama mereka adalah mobile. Mereka tak pernah menetap dalam satu tempat selama lebih dari setengah hari. Itulah yang membuat tim kami kelimpungan."
"Jadi, tujuan kami dari pihak kepolisian untuk mengumpulkan Bapak-bapak semuanya disini adalah kami ingin meminta support dari TNI untuk membentuk tim gabungan yang tugas utamanya adalah mengejar grup teroris internasional yang bernama Chaos."
Broto terdiam, dia adalah perwakilan dari Angkatan Darat. Saat ini sebuah nama muncul dalam kepalanya untuk menjadi kandidat dari Angkatan Darat.
Munding.