Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Money Bowl

Moana berjalan lambat di Kota North Port yang gelap. Langkahnya terkadang terhenti karena kakinya yang bersepatu hak tinggi itu tersendat karena lecet di bagian belakang.

"Uh! Kemiskinan ini melelahkan," lirihnya sembari melanjutkan perjalanannya menuju sebuah gubuk reot dekat pelabuhan. "Hari sudah gelap tapi kenapa lampu-lampu jalan masih padam!" Matanya melirik ke atas dan sadar jika banyak lampu yang mati bahkan lebih banyak dari malam sebelumnya.

Dia terus berjalan hingga tiba di depan rumah tuanya kemudian membuka pintu kayu setelah memutar kunci. "Aku lelah!" kesalnya sambil melangkah masuk ke dalam rumah yang lampunya sudah putus sejak dua hari yang lalu. "Aku harus cari jalan untuk kaya," gumamnya.

Nafasnya terdengar terengah karena dadanya yang sesak setelah kemiskinan ini membuatnya terpuruk.

Tak ada nasi di meja makan dan sepotong roti pun tak mampu dibeli. Matanya perlahan meneteskan air mata dan tangannya yang biasa penuh dengan lembaran uang kini hanya hampa tanpa makna.

"Aku harus bagaimana sekarang?" bisiknya sambil duduk di atas lantai tanpa alas. "Aku harus cari cara untuk bertahan hidup." Ucapnya berkali-kali sambil terus memutar isi kepalanya berharap menemukan jalan yang dia cari. "Aku harus bagaimana?" Air matanya semakin membasahi pipinya dan perlahan matanya pun terpejam.

Dalam tidurnya Moana melihat seberkas cahaya datang mendekat dan menyinari rumah tua tempatnya kini berada.

Dia hanya bisa terdiam sambil berbaring lemas karena belum makan sejak kemarin. "Siapa mereka?" ucapnya dengan tubuh yang bergetar ketakutan.

Dua orang wanita berambut putih sepinggang lalu mendekatinya kemudian mengulurkan tangannya yang penuh keriput namun sangat hangat ke arah Moana. "Bangunlah," ucapnya lembut dan Moa segera meraih uluran tangan itu.

"Kalian siapa?" tanya Moa yang tak mengenali keduanya.

"Katakan padaku apa yang kau mau?" ucap salah satu dari wanita tua itu dengan suara yang lembut.

"Tapi kalian siapa?"

"Jangan banyak tanya. Tak penting siapa kami. Katakan saja apa yang kau mau dan aku akan membantumu,"

Moa terdiam sesaat. Isi kepalanya mulai berputar dan perasaan lapar yang sangat membuat bibirnya segera bergetar. "Aku mau kaya. Miskin membuatku sangat susah dan aku tak bisa apa-apa dengan keadaan ini!"

"Kau mau kaya," Nenek tak diundang itu terkekeh. "Itu mudah untuk kami!"

"Mudah?" Moa mengernyitkan keningnya lalu menghela nafas berat. "Tapi tidak untukku!"

"Psst! Kau bawa kan alat untuk membuat Money Bowl," bisik Nenek yang berada dekat dengan Moa pada temannya.

"Iya, aku bawa!" Dia lalu berdiri sambil melebarkan senyumannya pada Moa yang memang sudah dia perhatikan gerak-geriknya sejak seminggu belakangan ini.

"Money Bowl?!" Moa tertegun mendengar ucapan tamunya itu.

"Benar ini namanya Money Bowl! Kau akan kaya dengan benda ini!"

"Bagaimana caranya?"

"Akan aku ajarkan padamu caranya dan dengan Money Bowl kau akan dapat uang dengan mudah, tapi kau harus janji ini tak boleh kau gunakan sembarangan!" ucap salah satu nenek dengan suara lembut namun sangat tegas.

"Baiklah, katakan padaku,"

Nenek yang satunya lalu meraih mangkok kosong usang milik Moa kemudian mengisinya dengan garam, beras dan beberapa lembar kayu manis yang dia bawa kemudian meletakkannya di depan Moa.

"Setelah semua masuk kini giliranmu mengucap mantra," tambah Nenek sihir itu kemudian temannya membisikkan mantra yang dimaksud.

"Aku harus mengucapkan mantra itu?"

"Iya, katakanlah. Aku akan berbisik agar tak ada orang yang aku katakan. Ini sangat rahasia jadi kau tak boleh mengatakannya kepada sembarangan orang!"

"Kau yakin aku bisa kaya hanya dengan mangkok jelek dan benda-benda yang kau bawa?"

"Moa, percayalah pada kami. Ini adalah cara untuk keluar dari kemiskinan. Setelah kau ucapkan mantra itu, perlahan hidupmu akan membaik dan kemiskinan akan pergi jauh darimu,"

Moa yang masih tak percaya dengan perkataan dua orang tamunya malam itu lalu mengikuti bisikan nenek tua itu. Dia mengucap satu persatu kata dan setelah selesai keduanya kemudian segera menghilang dari hadapan Moa.

"Apa benar yang mereka katakan? Kenapa aku tak merasakan apa-apa?" bisiknya lalu menghela nafasnya berat. "Mana mungkin bisa kaya hanya dengan cara sesimpel ini. Mereka pasti sedang bermimpi,"

Brak!

Moa terbangun dari tidurnya kemudian bergegas bangkit dari lantai. "Aku bermimpi!" ucapnya lega lalu tersenyum. "Untung hanya mimpi!"

Seperti biasa Moa segera bangkit dan bergegas menuju kamar mandi. Dia harus kembali bekerja seperti biasa namun baru saja dia melangkah menuju kamar mandi, matanya segera terhenti pada mangkok yang ada dalam mimpinya semalam. "Eh!" bisiknya. "Kenapa ada mangkuk itu?" tunjuknya dengan telunjuk bergetar.

Setelah bertegun dia pun segera melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi dengan perasaan masa bodo.

Dia masih saja tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh kedua tamu tak diundang semalam dan lebih memilih hidup dalam kenyataan yang sedang dialami.

"Mana mungkin aku bisa kaya hanya dengan mangkok berisi beras itu," lirihnya kemudian lanjut mempersiapkan diri di kamar tidurnya yang sederhana.

Setelah semua siap, Moa lalu mengenakan kembali sepatu hak tingginya yang sempit dan melangkah lambat menuju toko tempatnya bekerja.

Hari ini sama seperti biasa, dia memulai hari dengan membersihkan toko dengan lap seadanya sebelum toko buka jam 10 siang ini.

"Moa!" panggil Tuan Roy, pemilik toko tempat Moa bekerja.

"Tuan, selamat pagi. Ini terlalu pagi untukmu datang. Ada apa gerangan!"

"Aku benar-benar beruntung hari ini!" seru Roy lalu menunjukkan secarik kertas berisi pesanan bunga dari hotel yang akan dibuka sabtu ini.

"Apa itu?" tunjuk Moa dengan mata menyipit.

"Kita kaya, Moa! Aku dapat pesanan untuk lima bulan kedepan dan mereka membayar pesanannya sekaligus!"

"Ow, ya!" Moana melonjak senang kemudian mengulurkan tangannya. "Selamat, Tuan!"

"Eh! Ini kerja keras kita. Kalau bukan kau yang datang ke hotel yang akan dibuka itu kemarin, pesanan ini tak akan masuk padaku."

"Lalu bagaimana sekarang?"

"Aku sudah menerima pesanan ini dan kau harus bantu aku, ya!"

"Siap, Tuan! Ini kabar bagus pagi ini. Jadi aku harus mempersiapkan bunga apa dulu?"

"Oh! Pesanannya bunga apa saja. Asal berwarna merah dan beraroma segar! Kau pilihkan saja untukku, ya!"

"Baik, Tuan!" seru Moana dengan senyum yang mengembang.

Tentu ini kabar yang sangat baik untuknya dan toko tempatnya bekerja setelah hampir 3 bulan ini mereka tak pernah menjual satu rangkaian bunga pun.

Moa lalu melangkah menuju tempat duduknya untuk mulai mencatat pesanan dari hotel yang akan buka sabtu ini.

"Moa!" panggil Roy sekali lagi pada pelayannya itu. "Apa kau melakukan suatu sihir untuk membantuku berjualan?" ucap Roy tiba-tiba.

"Sihir?!" Moa menyipitkan matanya dan seketika teringat pada Money Bowl yang semalam dia buat dalam mimpinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel