Bab 2. Meet Him
Byurrr
“Ah!” Napas Casandra hampir putus di kala ada air tersiram di wajahnya. Mata gadis itu terbuka dengan terpaksa seraya menyeka wajahnya. Sinar matahari begitu terik mengenai wajahnya, menandakan pagi telah menyapa.
Saat kesadaran Casandra sudah pulih, tatapan gadis itu menatap ayahnya yang berdiri sambil memegang baskom. What the fuck! Casandra mengumpat dalam hati. Ayahnya mengguyurnya.
“Dad? Have you lost your mind?!” seru Casandra dengan nada sedikit tinggi. “Kenapa kau menyiramku!”
Devan menatap tajam putrinya itu. “Kau yang sudah kehilangan akal sehatmu. Kau mabuk, sampai Jean kelimpungan mencarimu. Sekarang kau bangun terlambat, apa kau lupa hari ini kau memegang posisi tertinggi di perusahaan kita? Kalau media melihat kelakuanmu, mereka pasti akan menjadikanmu pemberitaan utama, Casandra!” teriaknya dengan keras.
Devan Stewart belum pernah semurka ini pada putrinya. Mendengar putri tunggalnya mabuk berat, sampai tergeletak di toilet, membuat Devan murka. Terlebih hari ini, putri tunggalnya akan resmi menggantikan posisinya di perusahaannya.
Casandra mendesah frustrasi. Dia memijat pelipisnya yang masih pusing. “Maaf, Dad. Tadi malam aku sangat kacau.”
Devan mengatur emosinya. “Jangan ulangi lagi. Tadi malam beruntung Jean menemukanmu di toilet. Bagaimana kalau sampai Jean tidak bisa menemukanmu?”
Casandra berdecak pelan. “Iya-iya, maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”
“Cepat, kau mandi dan beriaslah. Hari ini rapat direksi. Kau harus mampu membuktikan kau layak menjadi pewaris Stewart Group,” tukas Devan mengingatkan.
Casandra menganngguk, lalu dia menyibak selimut, dan melangkah menuju ke kamar mandi—dengan raut wajah kesal. Jika saja Casandra bukan anak tunggal, maka dia tak akan mau menggantikan posisi ayahnya. Memimpin perusahaan adalah tanggung jawab yang tidak main-main.
***
Casandra mematut cermin melihat riasannya sudah berantakan. Gadis itu segera membersihkan wajah yang nampak sangat kacau. Namun, di kala Casandra membuka dress-nya, mata Casandra melebar melihat banyak tanda kemerahan di payudaranya.
Casandra terkejut. Raut wajahnya pucat pasi. Tadi malam dia tak pergi dengan Gio, lalu siapa yang meninggalkan kissmark di tubuhnya? Jantung Casandra berpacu dengan kencang akibat rasa takut menghantamnya.
Casandra terdiam berusaha mengingat sesuatu hal. Tadi malam, dia pergi hanya berdua dengan asisten pribadinya saja. Pun Casandra tak sama sekali berkenalan dengan pria asing.
Tunggu! Tiba-tiba ingatan Casandra mengingat di kala dirinya berada di toilet, ada pria asing yang menghampirinya. Wajah Casandra semakin memucat. Ya, gadis itu mengingat jelas bahwa pria asing itu mencumbunya.
“Ah! Sialan! Bodoh sekali kau, Casandra!” Casandra menjambak rambutnya keras. Dia ingat tak sampai melakukan lebih. Hanya sekedar make out saja, tapi tetap saja dirinya terlalu murahan, sampai mengizinkan pria asing menyentuhnya.
“Berengsek!” Casandra mengumpat kasar. Dia berusaha mengingat wajah pria asing yang dia temui tadi malam, namun sialnya Casandra benar-benar tak mengingat wajah pria asing itu. Yang Casandra ingat adalah pria asing itu memiliki mata berwarna biru layaknya lautan indah.
Casandra mengusap wajahnya kasar. Beruntung, kejadian itu berada di toilet, jadi tak mungkin ada orang yang melihatnya. Sungguh, tujuan Casandra ke klub malam untuk menangkan pikiran, tapi malah terkena masalah baru.
***
Casandra melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Los Angeles. Pagi itu cuaca begitu cerah. Namun, Casandra tak bisa mengemudi dengan santai karena dia memiliki meeting penting dengan direksi. Jika sampai terlambat, maka pasti ayahnya akan mengamuk padanya.
Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Casandra melihat ke layar yang ada di mobilnya tertera nama ‘Gio’ tengah menghubunginya. Casandra yang masih kesal, langsung menolak panggilan telepon itu.
Tetapi, ponsel Casandra kembali berdering. Mau tak mau, Casandra akhirnya menjawab panggilan telepon itu.
“Ada apa?!” seru Casandra kala panggilan terhubung.
“Sayang, aku tahu kau marah, karena membatalkan kencan kita, tapi aku berjanji tidak akan lama di Cordoba. Aku akan segera kembali ke Los Angeles. Nanti kita akan atur kencan ulang. Oke?” ujar Gio membujuk dari seberang sana.
“Tidak usah! Kau cari saja wanita lain di Cordoba. Aku yakin di sana banyak sekali wanita cantik.”
“Casandra, kau ini jangan berbicara konyol. Kau tahu, aku hanya mencintaimu.”
“Aku sedang di jalan. Jangan telepon aku.”
“Casandra—”
Tanpa lagi berkata, Casandra menutup panggilan telepon secara sepihak. Dengan raut wajah yang semakin kesal, Casandra kian menginjak pedal gas menambah laju kecepatan mobilnya. Namun …
Cyittttttt…
“Damn it!” umpat Casandra, dia langsung menginjak rem ketika melihat anak kecil menyebrang sembarangan, tanpa melihat rambu lalu lintas.
Brakkkk
“Ahggg!” teriak Casandra saat merasakan bagian belakang mobilnya tertabrak. Casandra mengumpat kasar, hari ini nasibnya sungguh sial. Hampir menabrak seseorang dan sekarang mobilnya di tabrak.
Casandra turun dari mobil, dia melepaskan kaca mata hitamnya dan menatap tajam mobil yang menabraknya. Tidak lama kemudian sosok pria paruh baya turun dari mobil. Dengan penuh amarah, Casandra melangkah mendekat ke arahnya.
“Apa kau bisa mengendarai mobilmu dengan baik, Tuan?” Casandra berusaha mengendalikan emosinya. Bagaimanapun di hadapannya ini adalah pria yang usianya mungkin tidak jauh berbeda dengan ayahnya.
“Nona, maaf tapi Nona yang mengendari mobil dengan kecepatan tinggi. Lalu Nona juga berhenti mendadak,” kata pria paruh baya itu yang berusaha membela dirinya.
“Tapi kau bisa menginjak remmu jika ada mobil di depanmu yang berhenti mendadak!” seru Casandra kesal. “Dan aku juga tidak mungkin rem mendadak jika tidak ada anak kecil yang menyebrang sembarangan!” Casandra kembali menjelaskan dengan nada yang emosi.
“Ada apa ini?” Suara berat terdengar dari arah belakang.
Casandra mengalihkan pandangannya menatap sosok pria yang terbalut jas formal. Pria yang sangat tampan dengan mata berwarna biru yang begitu indah. Tunggu! Raut wajah Casandra berubah di kala melihat sepasang iris mata biru dari pria asing yang ada di hadapannya.
“K-kau—” Wajah Casandra menegang panik.
Pria itu tersenyum penuh arti melihat kepanikan di wajah Casandra, lalu dia menoleh menatap sang sopir. “Jelaskan siapa yang salah, Cody?”
“Tuan Michael, maaf, Tuan. Tapi Nona ini yang tadi berhenti mendadak hingga saya tidak sengaja menbarak mobil belakang Nona ini,” jelas Cody seraya melirik ke arah Casandra.
Pria bernama Michael itu kembali menatap Casandra. “Aku lihat kau mengemudi dengan kecepatan penuh, lalu kau menginjak rem mendadak. Jika kau tidak bisa mengemudi, lebih baik jangan mengemudi.”
Casandra tak terima dengan ucapan pria di hadapannya itu. “Hey! Jaga bicaramu! Aku sudah sering mengemudi! Tadi, aku menginjak rem mendadak, karena ada anak kecil yang menyebrang sembarangan tanpa melihat rambu lalu lintas! Kau salahkan saja anak kecil itu, jangan menyalahkanku.”
Selama mengomel, jantung Casandra berpacu kencang. Manik mata biru milik pria asing di hadapannya itu, mengingatkannya akan pria asing yang dia temui tadi malam. Tidak-tidak! Pemilik mata biru di dunia ini cukup banyak. Tidak hanya satu saja. Casandra yakin, pria asing yang ditemuinya tadi malam, pasti sudah ditelan bumi.
Michael tersenyum sinis. “Anak kecil yang kau salahkan sudah tidak ada, Nona.”
Casandra membuang napas kasar. “Sudahlah, aku tidak mau berdebat denganmu. Berikan saja kartu namamu. Aku akan meminta asistenku mengganti rugi kerusakan mobilmu itu!” Casandra tak mau ambil pusing, lebih baik dia mengganti rugi saja agar terbebas dari masalah.
Michael melangkah mendekat, menatap dalam iris mata cokelat gelap Casandra. Tampak wajah Casandra menjadi gugup di kala Michael mendekat. Aroma parfume citrus mahal menyeruak ke indra penciuman Casandra.
“Aku tidak membutuhkan uangmu.” Michael menundukan kepalanya, mensejajarkan ke wajah Casandra. “Aku menegurmu, karena mengingatkanmu untuk mengemudi dengan benar.”
Casandra menelan saliva-nya susah payah, berusaha mengatasi kegugupannya. Manik mata Casandra kini menajam menatap Michael. “Aku tahu bagaimana cara mengemudi! Tidak usah mengajariku! Maaf, aku harus pergi. Aku tidak memiliki waktu berbicara dengan pria menyebalkan sepertimu!” Casandra mendorong dada Michael, lalu dia masuk ke dalam mobilnya dengan raut wajah yang semakin kesal.
Michael tersenyum tipis saat melihat Casandra meninggalkannya dengan penuh emosi. Rupanya wanita itu memiliki tingkat emosi yang cukup tinggi.
“Tuan, kenapa Tuan membuat Nona Casandra marah?” Cody bertanya dengan hati-hati.
Micahel menyeringai puas. “She’s looking so hot, when she’s mad.”