Ringkasan
Diam-diam, Michael memperhatikan Casandra dari kejauhan. Pria itu mencintai Casandra sejak lama. Namun, dia memilih menunggu, hingga waktu yang tepat untuk mendapatkan Cassandra. Hingga suatu ketika perusahaan Casandra berada di ambang kehancuran, hanya Michael yang mampu menyelamatkannya. Dan Hanya satu keinginan Michael yaitu bisa menikahi Casandra, dan memiliki sepenuhnya wanita itu. Casandra terpaksa meninggalkan kekasihnya. Kekasih yang telah menemaninya bertahun-tahun hanya karena harus menyelamatkan perusahaannya dan menikah dengan Michael. Segala cara Casandra lakukan, agar mempertahankan hubungannya, namun dia tidak akan pernah mampu melawan sosok Michael Yates Hutomo. "Now, you are mine," bisik Michael serak. "But not my heart!" tukas Casandra tajam. *** Cover designed by Papong Jg== owned by Abigail Kusuma Follow me on IG: abigail_kusuma95
Bab 1. Not Now, Baby Girl
“Venue sudah.”
“Gaun pengantin sudah.”
“Kalung berlian sudah.”
“Mahkota sudah.”
“Sovenir sudah.”
Casandra tersenyum di kala persiapan pesta pernikahannya sudah siap sempurna. Raut wajah gadis itu memancarkan jelas kebahagiaan yang tak terkira. Pernikahan impian yang sudah dia nanti-nantikan akan sebentar lagi menjadi kenyataan.
“Nona Casandra?” Jean—asisten Casandra—melangkah menghampiri Casandra.
Casandra menatap Jean, dengan tatapan tatapan riang. “Apa Gio sudah datang?”
Jean menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “M-maaf, Nona. Tadi Tuan Gio menelepon, beliau mengatakan kalau hari ini beliau tidak bisa datang. Beliau ada meeting penting di Cordoba.”
Casandra mendesah panjang. “Jadi maksudmu, hari ini Gio terbang ke Cordoba?”
Jean menganggukan kepalanya. “Benar, Nona. Tuan Gio hari ini melakukan penerbangan ke Cordoba.”
“Kenapa dia tidak bilang sendiri padaku?”
“Tadi Tuan Gio mengatakan ponsel Anda tidak aktif. Itu kenapa dia menelepon saya.”
Casandra berdecak kesal, lalu dia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar ponselnya yang ternyata mati. Sialnya, Casandra lupa mengisi daya ponsel. Terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan, kerap membuat Casandra melupakan banyak hal. Bahkan urusan kecil pun bisa lupa.
“Baterai ponselku habis,” ucap Casandra kesal.
Jean meringis. “Nona, saya yakin Tuan Gio tidak akan lama di Cordoba.”
Casandra mengembuskan napas panjang. “Pergilah, Jean. Aku sedang tidak ingin diganggu.”
“Baik, Nona. Saya permisi.” Jean menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Casandra.”
Casandra menghempaskan tubuhnya ke ranjang, seraya melihat cincin berlian yang berlingkar di jari manisnya. Raut wajah Casandra masih kesal. Padahal hari ini Gio sudah berjanji akan datang.
Gio Redley—calon suami Casandra itu terkenal sangat sibuk. Sebentar lagi mereka akan menikah, tapi tetap Gio disibukkan dengan pekerjaannya. Hubungan mereka sudah terjalin 7 tahun lamanya. Jika orang mendengar, pasti akan terkejut karena Casandra dan Gio memiliki hubungan cukup lama, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Casandra menjalin hubungan dengan Gio, saat gadis itu berusia masih 16 tahun. Sedangkan Gio kala itu berusia 20 tahun. Hubungan mereka layaknya pasangan sempurna. Setiap kali Casandra marah, maka Gio selalu memiliki kesabaran extra untuk menenangkannya.
Namun, entah belakangan ini menjelang pernikahan, mereka bahkan jarang sekali bertemu. Setiap kali Casandra menelepon, pasti Gio selalu meeting dengan rekan bisnis pria itu. Sungguh, Casandra merasa jenuh karena merasa diabaikan.
“Ah! Menyebalkan sekali!” Casandra mengambil bantal besar, menyembunyikan kepalanya di bantal besar itu. Ingin berteriak menangis, tapi semua itu percuma, karena kejadian seperti ini sudah berulang kali.
***
Suara detuman musik terdengar memekak telinga. Suasana begitu riuh dan ramai. Salah satu klub malam ternama di Los Angeles, itu terkenal tak pernah sepi. Berbagai kalangan atas seperti politikus, artis, dan pengusaha ternama berkumpul di klub malam itu.
Lautan manusia berdansa dan bercumbu. Aroma tembakau dan alkohol begitu kental memenuhi malam itu. Terlihat para pelayan berpakaian sangat seksi bahkan menonjolkan jelas payudaranya seakan menantang para pria hidung belang.
Casandra terdampar di tempat ini. Dalam arti, dia ke klub malam ini di kala suasana hati yang kacau, dan amarah yang berkobar. Casandra kecewa, kesal, dan marah. Harusnya malam ini, dia berkencan dengan calon suaminya, tapi semua rencana gagal total, karena sang calon suami sibuk dengan dunianya.
“Nona, Anda jangan terlalu banyak minum. Nanti kalau Tuan Gio tahu, beliau bisa marah besar,” ucap Jean mengingatkan Casandra untuk tak banyak minum.
Casandra duduk di kursi VIP, lalu dia meminta pelayan untuk menyiapkan minuman terbaik. “Kau jangan banyak menasihatiku, Jean.” Dia mengabaikan apa yang dikatakan oleh sang asisten.
“Nona, tapi—”
Casandara menatap tajam Jean. “Kalau kau masih berisik, lebih baik kau angkat kaki dari hadapanku!”
Jean menundukkan kepalanya, tak berani melawan apa yang Casandra katakan.
Tak selang lama, pelayan datang membawakan minuman yang dipesan oleh Casandra. Tepat di kala minuman sudah terhidang, Casandra langsung menenggak vodka. Dalam keadaan emosi tinggi, yang Casandra butuhkan adalah alkohol untuk meredam kemarahan yang bergejolak.
“Jean, apa menurutmu Gio berselingkuh?” Casandra menenggak habis vodkanya, lalu dia meminta pelayan menuangkan vodka lagi ke gelasnya.
Jean nampak ingin melarang Casandra untuk minum, tapi Jean tak berani melarang. Terlebih tadi sebelumnya bosnya itu sudah memberikan ancaman padanya. Jadi, mau tak mau Jean harus mengawasi saja, tanpa sama sekali melarang.
“Nona, Anda jangan bicara seperti itu. Tuan Gio sangat mencintai Anda. Tidak mungkin beliau berselingkuh,” kata Jean meyakinkan Casandra untuk berpikir positive.
Casandra mendesah panjang. “Gio belakangan ini sibuk sekali, sampai tidak memiliki waktu untukku. Padahal sebentar lagi, aku dan dia akan menikah.”
Jean tersenyum. “Nona, Tuan Gio memiliki tanggung jawab di perusahaan keluarganya, sama seperti Anda yang juga memiliki tanggung jawab di perusahaan. Jika Anda berpikir negative, maka yang muncul hanyalah rasa cemas dan hal-hal yang belum tentu terjadi. Sekarang, menurut saya, Anda lebih baik berpikir positive.”
Casandra menenggak kembali vodka-nya, dengan raut wajah yang masih frustrasi. “Aku ingin ke toilet.”
“Nona, apa Anda ingin saya antar?” tawar Jean sopan.
“Tidak usah, aku bisa sendiri.” Casandra menolak tawaran Jean, lalu dia bangkit berdiri dan melangkah menuju ke toilet dengan langkai kaki gontai, bahkan nyaris jatuh. Beruntung, Casandra tak sampai benar-benar jatuh.
Di sisi lain, dari kejauhan seorang pria tampan dengan iris mata biru terus menatap Casandra yang tampil sangat cantik dan seksi. Mata biru pria itu berkilat, menunjukan jelas tatapan penuh arti.
***
Casandra membasuh wajahnya dengan air bersih. Kepalanya pusing akibat minum alkohol terlalu banyak. Namun, meski demikian, Casandra merasa masalahnya lepas dan tak lagi memiliki beban. Mabuk memang membuat gadis itu melupakan sejenak masalah yang hadir di hidupnya.
Casandra berbalik, hendak meninggalkan toilet, namun tiba-tiba Casandra menubruk seorang pria gagah berdiri di hadapannya. Kening Casandra mengernyit bingung. Meski mabuk, tapi Casandra tak mungkin salah masuk ke dalam toilet.
“Kau siapa? Ini toilet wanita,” kata Casandra yang mabuk berat.
Pria itu tersenyum, lalu tanpa izin dia mengangkat tubuh Casandra dan mendudukakn ke atas wastafel. “You’re so hot,” bisiknya serak.
Casandra mendorong pria itu. “Kau ini siapa?” tanyanya susah payah. Kepalanya sangat pusing, membuat kesadaran benar-benar menipis.
Pria itu membelai bibir ranum Casandra, menelusuri bibir itu, hingga membuat Casandra memejamkan mata merasakan kelembutan dari jemari maskulin pria asing yang ada di hadapannya. Otak Casandra tak mampu berpikir jernih, semuanya sangat kacau membuatya hilang kendali.
“Kau sangat cantik, Casandra,” bisik pria itu serak.
“K-kau tahu namaku?” tanya Casandra dengan mata sayu.
“I know you.” Pria itu melumat lembut bibir Casandra, dan tangannya melucuti dress Casandra, hingga membuat dress yang dipakai gadis itu terjatuh menumpuk di pinggang.
Iris mata biru pria itu berkilat memuja kedua payudara Casandra yang berukuran padat menantang. Casandra tak memakai bra, membuat pria itu dengan mudah melihat langsung payudara Casandra.
“This is mine.” Pria itu membelai puting payudara Casandra.
“Ah!” erang Casandra mendapatkan sentuhan dari pria asing itu. Alkohol telah menguasainya, hingga membuat kewarasan di dalam otak Casandra hilang.
Pria itu menciumi leher Casandra, lalu mengecupi dada gadis itu, dan terakhir dia mengisap puting payudara Casandra dengan lembut. Jemarinya bermain di puting payudara Casandra yang lainnya.
“Ahh!” desah Casandra keras di kala pria asing itu mengisap puting payudaranya.
Tangan pria itu turun, menyelinap masuk ke dalam celana dalam Casandra, dan membelai titik sensitive Casandra—hingga membuat Casandra bergetar hebat dan semakin meloloskan desahan.
Pria itu menyeringai puas. “Kau basah.”
“Ahhh.” Casandra mencondongkan dadanya, memejamkan mata tak sanggup dengan sentuhan itu.
Pria itu kembali mengisap payudara Casandra bergantian, meninggalkan jejak kemerajan di sana, dan jemarinya membelai klitoris Casandra.
“Ah, ah, ah!” lenguh Casandra keras.
Pria itu terkekeh melihat Casandra tak bisa menahan diri. Dia menyudahi cumbuan itu, dan memakaikan kembali dress Casandra sambil berbisik serak, “Not now, Baby girl. One day, I’ll fuck you so hard.”