BAB 9 - KEMBALI BERSEKOLAH (2)
Tidak ada yang kuharapkan ketika kembali bersekolah. Memasuki kelas seperti biasanya dan duduk di bangku sekolah menengah Shishi sesuai dengan urutan absen adalah rutinitas Li Xia bahkan dalam alur cerita game The Legend of Phoenix. Li Xia tidak memiliki teman, ia di dekati banyak nona bangsawan hanya untuk di peras, di permainkan dan di Katai buruk di belakangnya.
Li Xia yang tidak punya teman tentu saja tidak peduli hal itu, selama ia bisa berteman ia tidak masalah. Hanya saja saat ini aku ada dalam raga Li Xia, hal itu tidak akan ku biarkan terjadi lagi. Jika biasanya aku mulai berusaha berkumpul dengan sekumpulan nona-nona muda mengemis untuk bergabung dengan mereka. Maka saat ini aku lebih memilih diam saja di tempat dudukku.
Aku sadar banyak pasang mata sempat melirikku sesaat. Mungkin mereka penasaran mengapa aku diam saja, padahal biasanya aku akan membanggakan bahwa aku adalah tunangan pangeran Zhou Yan. Membayangkan betapa memalukannya kelakukan Li Xia yang asli membuatku merasa malu dan mual. Bagaimana bisa takdir begitu kejam membuatnya ia terperangkap dalam raga Li Xia.
Berada dalam raga Li Xia membuatnya harus memulai dari awal untuk membersihkan atau memperbaiki segala masalah, kelakuan, kesalahan yang ia buat dan hal itu tidaklah gampang. Seberapa keras aku mencoba memotivasi diriku untuk tetap bertahan untuk mengubah takdir Li Xia dalam alur cerita pada game The Legend of Phoenix, tetap saja kadang aku merasa tidak mampu menepati janjiku.
Suara lonceng pertanda kelas pertama akan dimulai berhasil membuyarkan lamunanku. Para siswa yang sempat mengobrol di luar pun berhamburan masuk di susul seorang pengajar yang mengikut di belakang mereka. Pengajar tersebut adalah sosok yang ku kenal akrab dengan saudari laki-laki ku. Jika aku tidak salah namanya adalah Hao Dong. Seharusnya Hao Dong adalah guru kelas 2 sama seperti saudari laki-laki ku, tapi keberadaannya dalam kelas tentu saja menjadi pertanyaan untukku dan para murid di kelasku.
"Guru muda ini tau kalian mungkin merasa bingung mengenai keberadaannya saat ini di kelas kalian. Maka dari itu biarkan guru muda kalian ini untuk pertama-tama memperkenalkan diri mengingat mungkin ada beberapa siswa yang belum mengenal guru muda ini" kata Hao Dong mengawali perkenalan.
"Perkenalkan, Guru muda ini bernama Hao Dong. Seorang guru sastra China yang seharusnya mengajar di kelas menengah 2. Hari ini guru sastra China kalian, ibu guru Lien sedang sakit, sehingga guru muda ini menggantikannya untuk sementara" tambah Hao Dong sekaligus menjelaskan keberadaannya.
"Mungkin sekian perkenalan singkat kita, silahkan buka buku paket kalian" perintahnya.
Waktu berlalu dengan cepat, pembelajaran pun berakhir dan para siswa mulai berhamburan keluar saat lonceng istirahat berbunyi. Biasanya aku akan menjadi orang tercepat keluar mengingat tujuanku datang ke sekolah hanyalah untuk menemui pangeran Zhou Yan, tapi kali ini hal itu tidak akan ku lakukan lagi.
Siang ini aku keluar dan melangkahkan kakiku menuju kantor guru. Aku baru saja menyadari jika aku melupakan dompetku di ruang makan kediamanku. Padahal ayahandaku, Li Xuan telah memberiku banyak uang jajan. Alhasil aku memutuskan meminta uang pada saudari laki-lakiku, Li Xian.
Di tengah perjalanan menuju kantor guru dan pengajar, aku sempat melihat sekeliling halaman sekolah. Sesaat langkahku terhenti sejenak dan pandangan ku pun berhenti pada sekumpulan nona-nona muda yang histeris mengelilingi tiga pemuda yang salah satu dari pemuda tampan itu sangat ku kenali. Pangeran Zhou Yan.
Pandangan kami sempat bertemu beberapa saat dan saat aku menyadarinya, aku pun lantas bergegas pergi sebelum pangeran Zhou Yan mengejar ku untuk meminta alasan aku meminta mengakhiri pertunangan kami.
Tak terasa aku telah tiba di depan pintu kantor guru dan pengajar. Dari luar aku mendengar suara obrolan guru-guru dan pengajar. Untuk memastikan jika saudari laki-laki ku masih berada di dalam, aku mengintip dari pintu terbuka. Li Xian yang masih di dalam kantor dan tengah mengobrol dengan posisi menghadap pintu keluar lantas menyadari keberadaan ku.
Li Xian lantas pamit dan mengakhiri obrolannya dengan beberapa guru dan pengajar. Setelah itu ia melangkah menghampiri ku dan keluar dari kantor guru dan pengajar sekolah menengah Shishi.
"Ada apa?" Tanya Li Xian saat tiba di hadapanku.
"Gege aku lapar" kataku memelas.
Hal itu tentu saja berhasil membuat Li Xian terkejut beberapa saat. Namun dengan cepat Li Xian mengontrol wajahnya dan kembali memasang wajah dingin dan datar.
"Bukankah ayahanda memberimu uang jajan?" Tanya Li Xian yang sangat jelas mengingat seberapa banyak koin perunggu, dan perak yang ayahandanya berikan untuk saudari perempuannya.
"Kantong uangku tertinggal di rumah" kataku lesu.
Mendengar hal itu tentu saja membuat Li Xian akhirnya memilih untuk mengajak saudari perempuannya ke kantin sekolah. Sebelum berangkat, Li Xian mengambil kantong uangnya terlebih dahulu yang ia letakkan di laci meja kerjanya. Setelahnya Li Xian kembali keluar dan menghampiri ku yang menunggunya di luar atas perintahnya, dan akhirnya kami pun berjalan bersama menuju kantin sekolah menengah Shishi.
Perilaku kami yang hari ini tampak akrab tentu saja menjadi pusat perhatian para guru, pengajar maupun pari siswa yang kini menatap kami terkejut. Selama ini, baik aku maupun Li Xian tidak memiliki interaksi lebih selain berangkat dan pulang sekolah bersama. Namun hari ini berbeda. Mereka melihat dua bersaudara itu tengah jalan berdua di koridor sekolah. Sesekali mereka melihat Li Xia memukul Li Xian karena kesal dengan Li Xian yang terus mengolok Li Xia sebagai pelupa.
Sesampainya di kantin, kami memilih duduk di pojokan. Aku tidak terlalu menyukai keramaian, begitu juga Li Xian. Sehingga kami berdua memutuskan untuk duduk di pojokan dan memulai memesan makanan. Aku memilih memesan mie ayam jamur dengan pangsit goreng, sedangkan Li Xian memesan daging sapi panggang dengan nasi.
Pesanan kami tiba beberapa menit setelahnya. Kamu pun makan dengan khidmat. Hanya ada suara sumpit yang menyentuh permukaan mangkok yang mengisi keheningan antara aku dan saudari laki-lakiku.
Menyadari saat ini aku dan Li Xian menjadi pusat perhatian sejak masuk ke kantin sekolah hingga kami makan. Aku lantas menatap para siswa yang saat ini juga makan di kantin. Ku tatap mereka dengan tatapan tajam sehingga mereka dengan cepat menunduk takut.
Setelah menatap semua orang dengan tatapan tajam dan kesal. Aku melihat sosok pangeran Zhou Yan yang baru saja memasuki kantin di ikuti 2 pemuda yang mungkin sahabat dekatnya. Dibelakang mereka bertiga ada banyak kerumunan nona muda yang terus mengekori ketiganya.
"Gege, kurasa kau harus mempercepat makan mu!" Kataku yang tentu saja berhasil membuat Li Xian mendongak dan menatapku bingung.
Menyadari arah pandangan ku saat ini masih tertuju pada pintu masuk kantin, Li Xian pun mengalihkan pandangannya ke pintu masuk kantin. Li Xian lalu berkata "Mau sampai kapan kamu akan menghindar, mei-mei?" Tanya Li Xian.
"Tentu saja sampai aku siap. Lagian aku kembali ke sekolah bukan ingin menemuinya, tapi karena sebuah kewajiban bagiku menuntut ilmu. Bukankah Gege mengatakan agar aku jangan menyia-nyiakan uang yang ayahanda dan ibunda keluarkan untuk biaya sekolahku?" Tanyaku balik yang akhirnya membuat Li Xian bungkam.
"Baiklah-baiklah. Kamu menang" kata Li Xian mengaku kalah.