Bab 3
Setelah Adelia membaca berkas tersebut. Dia tiba-tiba membelalakkan matanya. Tidak percaya melihat jumlah uang yang jumlahnya sangat besar di kertas tersebut.
"Ini ... ini benaran setengah milyar? Saya dibayar setengah milyar untuk menikah kontrak dengan Pak Arsenio." Adelia masih tidak percaya dengan jumlah uang yang sedang dilihatnya.
"Iya, betul, Nona Adelia. Anda dibayar setengah milyar oleh Pak Arsenio." Bagas menganggukkan kepalanya. "Dan di situ pun tertulis Pak Arsenio tidak akan melakukan kontak fisik dengan Anda. Seperti yang Anda inginkan dan Pak Arsenio pun memang tidak menginginkan hal tersebut."
"Kecuali jika di depan Bu Martha. Anda tidak mungkin berjauh-jauhan. Kalian harus bersikap romantis layaknya pasangan suami istri," jelas Bagas.
Sementara Arsenio hanya terdiam tidak bergeming. Dia hanya memperhatikan Adelia. Sesekal dia menyunggingkan senyumnya karena melihat ulah Adelia.
Adelia kemudian menganggukkan kepalanya setelah mendengar ucapan Bagas. "Dasar orang kaya malah buang-buang uang demi menikah kontrak," batin Adelia.
"Ya, sudah. Saya akan menandatanganinya. Dan ingat Pak Arsenio pun jangan melanggar perjanjian kontrak ini." Adelia mengambil bolpen di atas meja.
"Mana mungkin aku melanggarnya! Ada-ada saja kamu ini!" kesal Arsenio.
"Iya, iya. saya, 'kan cuma mengingatkan saja. Tidak usah marah begitu," kesal Adelia, "dasar pemarah," umpat Adelia dalam hati.
***
Adelia sedang berada di rumahnya, dia memperhatikan Bu Wulan yang sedang menjahit. Dia lalu mengambil kursi plastik dan duduk di depan Bu Wulan. Sementara Bu Wulan sangat serius menjahit.
"Bu. Mulai besok Adelia mau bekerja di rumah Bu Martha, ya. Adelia juga tidurnya di kediaman Bu Martha." Adelia berucap dengan sangat hati-hati sambil memperhatikan sang bunda menjahit.
"Kerja apa lagi, Adel? Bukannya kamu sudah kerja di toko online?" Bu Wulan menoleh kepada Adelia lalu kembali fokus menjahit.
"Iya, Bu, Adel masih kerja di toko online. Yang di Bu Martha kerjanya mulai jam enam sore. Lagian kerjanya cuma bersih-bersih rumah doang kok, Bu." Adelia meyakinkan sang bunda dan hatinya harap-harap cemas.
"Kamu tidak capek? Sudahlah tidak usah, Adel?" ucap Bu Wulan. "Ibu tidak mau kamu terlalu menguras tenaga hanya untuk mencari uang, nanti kamu kecapean.Kecuali kamu belum mendapatkan pekerjaan baru itu tidak apa-apa."
"Tidak akan capek kok, Bu. Adel juga sudah kepalang janji sama Bu Martha kalau Adel mau kerja di rumahnya. Lagian Bu Martha baik kok, orangnya." Adelia menatap wajah Bu Wulan.
"Ya, sudah terserah kamu, tetapi kalau kamu capek berhenti jangan dipaksakan. Ibu tidak mau kamu tiba-tiba sakit karena kerja dua kali."
"Oke, siap, Bu." Adelia mengangkat satu tangan seperti akan memberi hormat. "Tenang saja, Bu. Adel akan menjaga kesehatan biar badan Adel tidak sakit," lanjut Adelia.
Bu Wulan menggelengkan kepalanya sambil memperhatikan wajah Adelia. "Iya.Ibu doakan semoga kamu sehat-sehat terus," ucap Bu Wulan lalu tersenyum.
"Terima kasih, Bu." Adelia bangun dari duduknya lalu memeluk belakang tubuh sang bunda dan pipi sang bunda.
Tangan Bu Wulan langsung mengusap pipi sang anak yang sedang memeluknya.
***
Adelia sudah berada di rumah Arsenio. Dia sedang bermain ponsel. Tidak lama kemudian Arsenio menghampiri Adelia.
"Oh, iya. Aku mau mengingatkanmu. Ingat sesuai perjanjian kamu itu siapa. Kamu terlahir dari orang kaya dan pekerjaanmu adalah seorang desainer pakaian," perintah Arsenio.
"Iya, Pak Arsenio. Saya masih ingat. Pak Arsenio tenang saja," kata Adelia.
"Aku hanya tidak mau kamu lupa. Repot urusannya nanti. Sebentar lagi aku mau menjemput mama ke bandara. Kamu tidak usah ikut, tunggu di rumah saja," pinta Arsenio.
"Iya, tenang saja aku tidak akan ikut. Lagian buat apa aku ikut ke sana," ucap Adelia.
"Ya, siapa tahu kamu ingin ikut sama aku. Oh, iya. Di depan mamaku kamu harus panggil aku sayang. Jangan keceplosan panggil aku Pak Arsenio!" perintah Arsenio.
"Baiklah," jawab Adelia.
"Ya sudah. Aku pergi dulu." Arsenio beranjak meninggalkan Adelia.
"Mudah-mudahan mamanya Pak Arsenio baik. Aku tidak mau kaya di novel-novel, mertua julid sama menantu," monolog Marsya setelah Arsenio tidak terlihat.
***
Arsenio sedang dalam perjalanan menuju rumahnya.
"Kamu ya, Arsen giliran Mama desak-desak baru kamu menikah," kesal Bu Martha, "dan kenapa menikahnya mendadak tidak dirayakan lagi? Kamu ini bikin malu Mama saja," kesal Bu Martha lalu menggelengkan kepalanya.
Arsenio menoleh ke arah Bu Martha lalu kembali fokus menyetir. "Iya, maaf, Ma. Sudahlah, Ma yang terpenting sekarang omongan, Mama tuh terbantahkan. Aku ini lelaki normal bukan seperti apa yang, Mama bicarakan," ujar Arsenio.
" Iya, iya. Ya Mama cuma takut saja kalau kamu pencinta sesama jenis. Mau di taruh di mana muka Mama kalau kamu ternyata pencinta sesama jenis. Mama sekarang sudah tidak usah khawatir lagi sama kamu, Arsen. sekarang kamu sudah ada yang ngurus."
"Mama ini ada-ada saja, pikiran, Mama terlalu jauh." Arsenio menggelengkan kepalanya.
Bu Martha lalu tertawa mendengar ucapan sang anak. "Oh, iya menantu Mama bagaimana cantik tidak? Anak Mama, 'kan tampan berarti pasanganmu harus cantik dong," ucap Bu Martha.
"Ya, cantiklah, Ma. Arsen yakin Mama pasti suka sama istri Arsen," ucap Arsenio.
"Mama jadi pengen cepat-cepat bertemu sama menantu Mama. Oh iya, Arsen kamu harus cepat-cepat kasih cucu buat Mama. Istrimu tidak menunda kehamilan, 'kan?"
"Tidak ... tidak kok, Ma. Buat apa istriku harus menunda kehamilan," kata Arsenio sedikit gugup dan merasa tidak enak.
"Bagus Mama suka itu. Pokoknya Mama akan selalu berdoa buat kamu dan istrimu. Semoga istrimu cepat hamil dan kalian mendapatkan momongan yang lucu," kata Bu Martha.
"Iya, Ma," sahut Arsenio, "Aku jadi merasa bersalah karena telah berbohong sama Mama. Maafkan Arsenio, Ma. Arsen terpaksa melakukan hal ini," batin Arsenio.
***
Arsenio sudah datang bersama sang bunda. Adelia menyambut kedatangan Bu Martha sambil tersenyum. Dalam hati dia merasakan gugup karena takut ketahuan.
"Jadi ini mantu Mama? Cantik sekali kamu." Bu Martha memegang dagu Adelia lalu cium pipi kiri kanan.
"Terima kasih, Ma. Ayo, Ma. Mama pasti kecapean. Mama istirahat, ya." Adelia memegang lengan Bu Martha dan mengajak masuk Bu Martha.
"Iya. Mama istirahat dulu di kamar. Biar Adel yang mengantar Mama ke kamar," timpal Arsenio.
"Sudah tidak apa-apa. Mama pengen ngobrol-ngobrol dulu sama kalian berdua. Kalian, 'kan pengantin baru. Jadi Mama pengen ngobrol-ngobrol sama pasangan pengantin baru." Bu Martha berbicara dengan antusias.
"Mama tidak capek? mendingan, Mama istirahat dulu saja," pinta Arsenio.
"Tidak usah, Arsen. Pokoknya Mama pengen ngobrol sama kalian. Siapa tahu kalian butuh solusi dari Mama."
Adelia dan Arsenio merasa bingung dengan ucapan Bu Martha. Mereka kemudian saling lirik satu sama lain.
"Solusi? Maksudnya solusi apa, Ma?" tanya Arsenio.
"Itu masalah bercinta."