Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 19 Pil Biru

Tidur dengan Fahlevi?

Kinan mendelik mendengarnya. Apa Danial tidak bermoral, menyuruh istrinya berzina dengan pria lain? Gila!

"Kenapa kau menyuruhku melakukan hal itu?" tanyanya, dahinya mengernyit. "Kau tahu kalau zina itu salah."

Danial memiringkan kepala, tersenyum polos. "Orangtuaku sangat ingin memiliki seorang cucu untuk jadi penerus keluarga. Bagaimana bisa kita memiliki seorang anak, sementara aku tidak menyukai wanita? Maka dari itu, aku membuat kesepakatan denganmu dan Fahlevi.

"Kalau kau berhubungan intim dengan Fahlevi dan mengandung seorang anak, maka aku akan membebaskanmu dan keluargamu setelah kau melahirkan. Begitu juga dengan Fahlevi. Aku memberikannya uang sebagai imbalan atas jasanya itu."

Kejutan lagi! Pria tampan yang tampak kalem dan baik itu ternyata mata duitan? Menyebalkan! Pedih hati ini mengetahui hal seperti itu.

Danial beranjak mendekati Kinan sambil mengulurkan jabatan tangannya. "Jadi bagaimana Nona Kinan? Apa kau setuju? Jangan takut, aku bukan pria yang suka mengingkari janji."

Kinan menatap uluran tangan Danial. Hati ini begitu sakit karena perzinahan itu sama saja melecehkannya. Tapi demi nyawa keluarganya dan kebebasannya, terpaksa ia menggadaikan moralnya, menerima jabatan tangan Danial meski hati ini tidak sudi.

Pria iblis itu, Kinan yakin dia tersenyum menang ketika ia menerima kesepakatan gila itu. Tubuh Kinan melemas, sempat merasa menyesal setelahnya. Dosa yang akan diperbuatnya, semoga Tuhan mengerti dengan apa yang dipilihnya itu.

❦︎❦︎❦︎

Danial dan Kinan berangkat dari rumah pada pagi harinya, sementara Fahlevi menunggu di bandara. Senyum orangtua Danial menyambut kepergian mereka, berharap bahwa mereka akan membawa seorang bayi di rahim Kinan.

Gadis itu hanya tersenyum semringah, Danial buru-buru menghela tubuh Kinan ke mobil sebelum mendengar ucapan memuakkan lagi tentang "bayi".

Sesampainya di sana, mereka sudah berjumpa dengan Fahlevi. Pria itu menyapa Danial dan Kinan, tetapi Kinan malah membuang muka dan membalas sapaannya dengan dingin.

Fahlevi sedikit kecewa, lalu menatap Danial. "Saya sudah mempersiapkan semuanya. Mari, kita masuk, Tuan dan Nyonya." Ia merentangkan tangan, mempersilakan Danial dan Kinan untuk berjalan duluan.

Setelah semua proses dilakukan, akhirnya mereka bertiga terbang ke London yang memakan waktu sampai 16 jam lebih. Selama perjalanan tidak ada pembicaraan di antara ketiganya.

Danial duduk di sebelah Kinan, tetapi lebih sibuk dengan ponselnya. Lagipula, Kinan juga tidak tidak mau mengobrol dengannya. Maka, ia lebih memilih mendengarkan musik lewat earphone sambil memejamkan mata. Sementara Fahlevi yang duduk di belakang dengan seorang pria, sibuk mengerjakan sebuah proposal di laptop.

Mereka tiba pada malam hari, dan langsung menuju ke hotel yang telah Fahlevi pesan. Sebelum masuk ke kamar, Danial berkata pada Fahlevi dan Kinan.

"Malam ini dan seterusnya, kalian tidur satu kamar. Aku masuk dulu. Selamat bersenang-senang."

Kinan memasang wajah kesal. "Selamat bersenang-senang" katanya? Danial sengaja mencemooh Kinan dan Fahlevi.

Setelah Danial masuk ke dalam kamarnya, Fahlevi mulai membuka pintu kamar. "Silakan, Nyonya," katanya pada Kinan, menyuruhnya masuk.

Tanpa memandang dan bersikap acuh tak acuh padanya, Kinan masuk ke dalam kamar. Fahlevi menyeret dua koper ke dalam, lalu meletakkannya di pojok kamar. Kinan berjalan ke kamar mandi sambil membawa handuk untuk membersihkan diri, sementara Fahlevi mengambil sesuatu di dalam sebuah lemari kecil di dekat ranjang.

Tak beberapa lama kemudian, Kinan keluar dari kamar mandi dengan sudah memakai piyama. Diliriknya Fahlevi yang tengah duduk di sofa panjang yang telah diletakkan bantal dan selimut.

"Nyonya, untuk malam ini, Anda tidur di ranjang, saya tidur di sini," kata Fahlevi, padahal Kinan tidak bertanya.

Awalnya, Kinan tercengang. Pria ini, bukannya sudah dibayar untuk menyentuhnya, tetapi kenapa bersikap canggung begini? Apa dia sengaja untuk terlihat baik di depan Kinan?

Ah, sungguh ia tak peduli! Di matanya, Fahlevi sama saja dengan pria brengsek lainnya!

"Terserah," sahut Kinan, acuh tak acuh berjalan menuju meja rias.

Kini, Fahlevi yang menggunakan kamar mandi untuk membersihkan badan dan berganti pakaian. Kinan yang sudah merapikan rambut dan memakai krim malam, langsung beranjak tidur. Namun, ia tak langsung memejamkan mata, melirik sinis ke arah kamar mandi yang di dalamnya masih ada Fahlevi.

"Munafik! Lihat saja, nanti malam dia pasti akan merangkak ke ranjang dan langsung menyetubuhiku!" umpatnya, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.

❦︎❦︎❦︎

Bram termenung di kamarnya, memikirkan keanehan yang terjadi di antara Kinan dan Danial. Tiba-tiba ia berdiri, melonggarkan dasinya dengan geram.

"Masa tidak terjadi sesuatu? Apa Kinan tidak pergi ke sana dan melihatnya?" gumamnya. "Padahal, aku lihat sendiri dia pergi keluar rumah malam itu."

Bram mengambil ponselnya, buru-buru menghubungi seseorang. "Halo, Marcel," cecarnya begitu teleponnya tersambung. "Apa kau sudah memastikan kalau gadis itu melihat 'semuanya' malam itu?"

"Saya sudah melihat rekaman CCTV, dan sudah saya pastikan kalau gadis itu datang ke kamar hotel saya sesuai dengan rencana, Pak."

Bram menghela napas panjang. "Kirimkan hasil rekaman CCTV-nya. Saya mau periksa!"

"Baik, Pak."

Bram mematikan ponselnya, resah dan kesal karena apa yang direncanakan tak sesuai dengan ekspektasinya.

Soal seks menyimpang yang diidap oleh Danial, sebenarnya sudah lama ia mengetahuinya. Namun, ia tak langsung mengungkapkan kerena tidak mau menimbulkan risiko untuk dirinya. Jadi, ia mempergunakan Kinan untuk menyingkap topeng keponakannya itu.

Tapi kenapa jadi kayak gini? Pasti ada yang tidak beres? Gumam Bram dalam hati, mengacak-acak rambutnya dengan geram.

❦︎❦︎❦︎

Fahlevi duduk di atas sofa, dengan menyelimuti kakinya. Matanya masih berkutat di laptop, menyelesaikan proposal untuk pertemuan dengan investor. Kepalanya terasa penat, lalu ia memijat keningnya. Tak sengaja pandangannya mengarah pada Kinan yang sedang tertidur.

Ponselnya berdering—Danial yang menelepon. Ia tertegun. Ada apa pria itu meneleponnya jam segini? Pentingkah?

"Halo, Tuan." Ia mengangkat telepon.

"Ke kamarku sekarang! Ada yang ingin kubicarakan!" Singkat, padat, dan jelas, kemudian Danial langsung menutup teleponnya.

Fahlevi tak perlu memikirkan alasan apa yang mendesak Danial untuk menyuruhnya ke kamarnya. Tentu saja, pembicaraan penting itu mengenai pekerjaan.

Setelah menyimpan laptop, Fahlevi beranjak ke kamar Danial. Yang membukakan pintu bukan si pemilik kamar, melainkan seorang pelayan yang disewa olehnya. Danial sendiri sedang duduk di ruang tamu, dengan ditemani sebotol wine, camilan, dan dua gelas kosong di atas meja.

"Duduklah!" perintah Danial, lalu menatap si pelayan yang ada di sampingnya. "Tuangkan minuman padanya."

"Saya tidak minum, Tuan," tukas Fahlevi, pada saat si pelayan akan mengangkat botol wine. "Ada apa Tuan menyuruh saya ke sini."

"Besok, kita akan bertemu dengan Tuan William. Jadi, kau harus mempersiapkan semuanya," kata Danial. "Apa kau sudah menyelesaikan proposalnya?"

"Sudah, Tuan." Pada saat Fahlevi berkata, si pelayan menyuguhkan segelas minuman bersoda di atas mejanya.

"Minumlah! Itu hanya cola," kata Danial, melirik sejenak pada gelas minuman Fahlevi.

Pria itu mengangguk segan. Bukan karena malu, ia hanya sedang tidak ingin minum apa pun. Tapi alangkah tidak sopannya menolak lagi tawaran bosnya. Maka dari itu, Fahlevi menyesap minuman itu meski hanya sedikit.

Pada saat itu, diam-diam Danial melirik ke arah Fahlevi sambil menenggak minumannya. Ada lengkungan senyum misterius di bibirnya.

"Kinan sudah tidur?" tanyanya kemudian.

"Iya, Tuan," jawab Fahlevi, tiba-tiba mengerjapkan mata dan menyentuh keningnya.

Danial menegakkan badan, takjub melihat reaksi cepat obat yang dimasukkan dalam minuman Fahlevi. "Kau kenapa?" tanyanya, pura-pura bersimpati.

"Tidak apa-apa, Tuan," lirih Fahlevi. "Mungkin saya hanya kecapekan saja."

"Ya, sudah. Istirahat saja," saran Danial, kemudian memberi perintah pada si pelayan. "Pelayan, tolong antarkan dia ke kamarnya!"

Pelayan itu mengangguk singkat, lalu membantu Fahlevi berdiri dan menggiringnya keluar dari kamar. Danial menonton dari sana sambil tersenyum dan menikmati wine-nya.

"Selamat bersenang-senang kalian," gumamnya, lalu tersenyum puas.

Si pelayan mengantarkannya sampai depan pintu karena atas permintaan Fahlevi. Langkahnya yang sempoyongan memasuki kamar ini, lalu tanpa sadar merebahkan diri di atas ranjang.

"Panas...," keluh Fahlevi, membuka kaus putihnya.

Padahal, AC ruangan ini menyala, tetapi tubuh Fahlevi seakan terasa terbakar. Ia menegak, matanya nanar melihat ke arah sosok yang sedang tertidur di ranjang. Perlahan, ia mendekati. Hasrat yang ada di dalam tubuhnya, mendorongnya untuk mendekap tubuh itu.

Tangannya mulai meraba, mencari sebuah celah agar dapat menyentuh bagian dari tubuh Kinan. Sentuhan lembut di dadanya, membuat Kinan tersentak.

Kinan membuka matanya lebar-lebar, mendapati Fahlevi tengah melakukan hal tak pantas padanya. Dihempaskan tangan pria itu, lalu menjerit marah, "Apa yang kaulakukan?"

"Nyonya, aku ... aku ... sudah tidak tahan...," desah Fahlevi memelas, lalu melepaskan sisa pakaian yang menempel di tubuhnya. "Nyonya, maafkan saya...."

Fahlevi menarik tangan Kinan, lalu menghempaskannya di atas ranjang. Kinan mencoba melawan, tapi sia-sia karena Fahlevi terlalu kuat. Ia bergidik. Pria ini mulai mendekati wajahnya perlahan, mengarah ke bibirnya.

Ah, tidak! Apa Fahlevi mencoba memperkosanya?[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel