Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Mimpi Buruk dan Kesempatan Kedua

“Sayang, ada apa?”

Dara langsung membuka kedua matanya, dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan ini adalah kamarnya.

Ini bukan mimpi, kan?

“Sayang, kamu mimpi buruk?”

Suara Adam membuyarkan lamunan Dara, dia langsung menatap suaminya, dan dia pun menangis, memeluk suaminya erat. “Ini bukan mimpi, kan?” tanyanya terisak.

 “Kamu kecapean karena kemarin sibuk ya, Sayang?” suaranya lembut, pria itu mengecup puncak kepala Dara lembut.

“Mas Adam... kamu masih mencintaiku, kan?” Dara malah bertanya ke hal lain.

Adam semakin bingung, dia langsung menatap istrinya. Dia melihat ada kegelisahan luar biasa di mata indah itu. Air mata terus saja mengalir di kedua pipi Dara.

Adam menghela napas pendek, dia menghapus air mata itu dengan jemarinya. “Pertanyaan yang kamu juga tahu jawabannya, Sayang,” balasnya tersenyum hangat.

“Mas Adam masih menganggap aku menarik, kan?”

Adam semakin tidak mengerti, alisnya pun terangkat. “Sebentar, Mas ambilkan minum dulu buat kamu, Sayang.” Pria itu beranjak dari tempat tidur.

Tak berselang lama, Adam langsung menyerahkan segelas air mineral pada Dara dan istrinya itu langsung meminumnya habis.

Dara mengatur napasnya, dia masih saja kalut dan takut dengan mimpi buruknya tadi. Dia memeluk Adam lagi. Sungguh, Dara tidak mau kehilangan suami dan anak-anaknya. Mereka adalah surganya, dan dia akan menjaga istana ini dengan segala kekuatannya. Siapapun tidak berhak mengambil surganya itu.

Adam mengecup kening Dara. Sebenarnya dia ingin bertanya pada istrinya itu, kenapa dia mendadak menangis dan ketakutan dan juga bertanya tentang perasaannya, namun Adam mengurungkan niatnya, dia hanya ingin Dara kembali tidur karena malam masih larut.

“Sudah tenang, Sayang?” suara Adam memecahkan keheningan itu.

Dara mengangguk, lalu dia tersenyum menatap suaminya itu. “Mas Adam, maafkan aku, ya!”

“Ada apa, Sayang?”

“Aku memang bukan istri yang sempurna, dan aku juga bukan ibu yang baik untuk Suri dan Kai. Maafkan aku jika aku banyak kurangnya selama ini. Tolong katakan saja apa yang harus aku lakukan, aku tidak ingin kalian berpaling dan membuangku.”

Kedua alis Adam terangkat sempurna, dia merasa ucapan Dara malam ini terasa aneh. Kenapa istrinya itu mengatakan hal yang tidak masuk akal?

“Kamu adalah istri dan ibu yang luar biasa, Sayang. Kami sangat mencintaimu dan bangga padamu, jadi kenapa kamu harus risau?”

Dara tersenyum dan dia pun menangis lagi. Dara hanya menundukan wajahnya, dia tidak tahan menatap tatapan hangat Adam.

Adam mengangkat dagu istrinya itu. “Jangan menangis, Sayang! Jika kamu tadi bermimpi buruk, itu hanya mimpi dan tidaak akan nyata. Kami sangat mencintaimu dan sangat membutuhkanmu.” Pria itu tersenyum dan mengecup bibir Dara singkat, “Kita tidur, ya! Besok bukankah kamu harus pergi ke Singapura? Kamu bilang padaku untuk bangun lebih awal.”

Dara mengernyit, dia tidak ingat apa-apa. “Ke Singapura? Untuk apa?”

“Besok kamu memang ada peresmian gerai baru di sana, kamu lupa mau buka cabang baru di sana?”

“Cabang baru? Itu... bukankah sudah lewat?”

Adam menatap Dara tak mengerti. “Besok baru peresmiannya, Sayang. Kamu benar-benar lupa?”

“Itu tanggal 7 Maret kan?”

“Iya, besok.”

“A-apa? B-besok tanggal 7 Maret?” Dara terkejut.

Adam semakin tak mengerti karena istrinya berbicara asal. “Sayang pikir besok tanggal berapa?”

“Sekarang bulan Desember, kan?”

“Apa? Sayang... kamu kenapa sampai lupa tanggal dan bulan?” Adam menggelengkan kepalanya, lalu dia mengambil ponselnya yang ditaruh di atas nakas dan langsung menunjukkan waktu. “Lihat, kamu percaya sekarang itu masih tanggal 6 Maret?”

Dara tidak langsung menjawab. Dia melihat layar ponsel suaminya. Lalu, dia memeluk suaminya erat. Air matanya pun tumpah lagi.

Adam semakin tidak mengerti dengan kelakuan istrinya malam ini. Tapi, Adam membuarkannya, dia hanya ingin memeluk Dara agar istrinya itu bisa tenang kembali.

Dara hanya menangis dalam pelukan suaminya, dia merasa Tuhan sedang memberinya keajauban. ‘Tuhan, terima kasih atas kesempatan kedua ini. Aku tidak akan menyia-nyiakannya!’ batinnya dalam hati.

***

“Bunda!”

Dara menatap anak kembarnya yang terkejut karena melihatnya pagi ini. Wanita itu menyiapkan sarapan untuk Kai dan Suri. Dia tersenyum dan meletakkan roti tawar di atas piring keduanya.

“Ini cukup tidak untuk cokelatnya?” Dara malah bertanya balik.

Kai dan Suri tidak menjawab pertanyaan bundanya, keduanya saling menatap satu sama lainnya dengan takjub. Keduanya tidak menyangka bahwa mereka bisa melihat pemandangan yang sangat langka di pagi hari.

Bundanya ada di rumah? Menemani mereka untuk sarapan? Apa ini mimpi?

Dara tertegun menatap kedua anak kembarnya yang melamun. Dia langsung menghampiri Kai dan Suri dan mengecup pipi kedua anaknya itu. “Selamat pagi, kesayangan Bunda... “

Kai dan Suri tersentak, keduanya pun tersenyum lebar.

“Bunda, nggak kerja?” tanya Suri dengan polosnya.

“Hmm... Bunda masih kerja, Sayang.”

“Lho kok masih di sini?” Suri menatap bundanya dengan heran.

“Kenapa? Suri tidak suka kalau Bunda masih di rumah sepagi ini?”

Suri langsung menggelengkan kepalanya. Dia langsung memeluk bundanya erat. “Suri senang, Bunda. Suri kangen sekali sama Bunda,” balasnya pelan.

Deg!

Hati Dara tentu saja sakit mendengar jawaban anaknya itu, dia pun baru menyadari bahwa selama ini dia tanpa sadar mengabaikan kerinduan kedua anaknya. Dia pikir, kedua anaknya baik-baik saja, tapi ternyata kedua anaknya yang masih berusia 6 tahun ini masih butuh sosok ibu. Hatinya pun perih, sungguh dia tdak menyadarinya sama sekali.

Dara langsung tersenyum dan membelai lembut puncak kepala Suri. “Maafkan Bunda, ya! Kemarin Bunda terlalu sibuk, tapi mulai pagi ini dan seterusnya... Bunda pasti akan usahakan selalu duduk di meja makan menemani kalian.”

“Bunda janji?” tanya Suri tak percaya.

“Bunda, nggak bohong, kan?” timpal Kai.

Dara memgangguk menatap anak kembarnya itu. “Bunda pasti akan menepati janji ini!”

Suri dan Kai bersorak bahagia, keduanya memeluk bundanya dan mencium pipi Dara. “Bunda itu hebat! Kami sayang sama Bunda!”

“Ya, itu harus! Kalian hanya harus sayang sama Bunda!” tukas Dara dengan mimik wajah yang terlihat serius.

Di sisi lain, Adam menatap pemandangan yang tak biasa. Dia pun mematung melihat ketiganya berpelukan. Adam tersenyum, dia merasa terharu karena Dara akhirnya bisa menyempatkan waktu menemani anak-anak mereka untuk sarapan pagi.

“Terima kasih, Sayang,” lirih Adam tersenyum. Baru saja dia mau menghampiri ketiganya di meja makan, ponselnya berdering. Dia mengernyitkan keningnya saat tahu siapa yang menghubunginya sepagi ini.

Dengan langkah hati-hati, Adam pergi mencari tempat yang agak menjauh dari ruang makan. Dia menerima panggilan itu di dekat kolam renang.

“Iya, ada apa Sarah?”

“Ah, kamu lama sekali mengangkatnya,” balas Sarah di ujung sana. “Bagaimana? Anak-anak sudah siap? Aku jemput mereka sekarang, ya!”

“Itu tidak perlu.”

“Lho, kenapa? Kamu mau mengantar mereka ke sekolah? Bukankah kamu ada meeting pagi ini?”

“Bukan aku yang mengantar anak-anak.”

“Lalu, siapa? Pak Gunardi? Kamu membiarkan anak-anak hanya dengan sopir?”

“Bukan. Anak-anak ada Dara yang mengantarnya pagi ini.”

Jawaban dari Adam membuat suasana hening sejenak. “A-pa? Dara? Dia ada di rumah sepagi ini? Bukankah dia harus pergi ke Singapura?”

Baru saja Adam mau menjawabnya, suara Dara pun langsung memanggilnya dengan mesra.

“Mas Adam, kamu di sini ternyata.” Dara tersenyum dan menghampiri suaminya yang sedang menerima telepon.

Adam tertegun, dan dengan refleks dia memutuskan panggilan selulernya. “Ada apa, Sayang?” tanyanya.

“Mas Adam sedang menelepon siapa?”

“Ini staff di kantor, dia bertanya masalah meeting pagi ini,” balas Adam. Dia terpaksa berbohong karena tidak mau nanti Dara malah salah paham.

“Oh... aku sama anak-anak mau berangkat, Mas. Mau pamit.”

Adam mengangguk, dia langsung merangkul istrinya untuk menemui anak-anak mereka yang sudah menunggu.

Namun, di sisi lain... Dara merasa aneh dengan gelagat suaminya. Apa benar yang menghubungi Adam itu adalah hanya salah satu staff di perusahaan suaminya?

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel