Bab 14 (HAMPIR) KEHILANGAN
ARGHHHHh......
Dimas merintih perih karena telapak tangannya kembali berdarah tak sengaja terkena kepala sofa , hahh sekarang malah membengkak mungkin karena ia mengedor - ngedor pintu kamar tadi.
Dimas terbangun dari tidurnya di sofa ruang tv, badannya serasa remuk karena tidur ditempat sempit itu apalagi sofanya tak lagi seempuk sofa dirumah , yakan sudah lama ditinggal. hmmmm ia merasa lelah setelah seharian merawat Luna, berberes rumah dan paling parah bertengkar dengan kekasihnya. rasa bersalah itu mencuat kembali karena ia merasa sangat brengsek bertengkar dan sempat membentak kekasihnya.
sudah jelas Luna hanya ingin pengertiannya , ia sedang sakit butuh perhatian pula bukan kemarahannya. wajar saja Luna ketakutan mungkin efek gak enak badan mungkin. entahlah siang tadi ia tak dapat menahan emosinya.
Tepat pukul empat sore ini rasa lelah yang menderah sedikit meredah . Kemudian, ia segera menuju kamar Luna untuk memastikan bahwa gadis itu sudah bangun atau lebih baiknya sudah lumayan sembuh dari sakitnya dan melupakan niatannya untuk pulang ke jakarta.
Saat ingin menuju tangga , langkah kaki Dimas terhenti karena tiba - tiba televisi yang berada di ruang tadi menyalah namun bukan tayangan tv yang nampak melainkan layar gemuruh. Dengan langkah pasti namun tak menghilangkan perasaan terheran - herannya terhadap menyalahnya televisi tersebut tetap saja membuat ia berjalan mendekati tv itu dan mematikannya.
Satu kali
Dua kali
Tiga kali
Tv itu kembali menyalah , membuat Dimas mengernyit dahi bingung, sampai ia memusatkan pandangannya ke layar tengah televisi, sedetik kemudian layar bersemut itu nampak membentuk gumpalan awan hitam, mata Dimas sontak membulat dan dengan cepat mematikan layar tv itu, tidak dengan remote control atau tombol di tv tersebut melainkan mencabut kabel sambungannya.
"lo kalau mau nakutin, salah orang Bngs*t.!" maki Dimas didepan tv tersebut.
Dengan dada getaran bergemuruh Dimas membuang napasnya yang naik turun. Setelah memastikan tidak ada keanehan lagi pada tv tersebut. Ia segera berlari menaiki anak tangga dan masuk kedalam kamar Luna, ia belum pernah merasakan perasaan yang sangat janggal seperti sekarang ini, perasaan cemas yang berlebih, jantungnya memompa tidak teratur sangat cepat seakan ingin lepas dari tempatnya.
Tepat didepan kamar Luna, awalnya Dimas mengetuk namun karena tak ada sahutan dari dalam kemudian ia membuka pintu itu perlahan.
kosong...
mata nya hanya memandang kamar yang kosong dengan keadaan yang masih berantakan, jantungnya mencelos dan segera menuju kekamar mandi diruangan tersebut, tapi lagi - lagi membuat jantungnya serasa copot . sesak sekali kamar mandi itu kosong dan tak ada tanda - tanda Luna memasuki kamar mandi ini, karena lantainya dalam keadaan kering.
dengan rasa tkut menggelutinya sedari tadi Dimas mencari kesemua penjuru rumah, tetap saja Luna tak Ia temukan. mungkinkah saat Ia tidur Luna pergi.? atau paling parahnya Luna sudah pulang kejakarta.? gak gak gak mungkin, Luna tidak mungkin mendengarkan perkataannya . Luna anak yang penurut , Dimas kembali kekamar tersebut, ia terduduk diranjang itu dan teringat dengan kata - kata Luna menyakitkan baginya.
'bby.. kita pulang aja . aku takut bby.!'
'truss aku harus gimana.? aku takut! apa sampe aku mati disini baru kamu bawa aku pulang'
bener kan kamu gak takut aku mati sia sia disini, permintaan aku tuh cuma mau pulang itu aja susah ya buat kamu kabulin.!'
kata - kata itu terus terngiang dikepalanya membuat kepalanya pusing apalagi melihat air mata itu sudh banyak mengalir dipipi kekasihnya itu. hati nya sakit seakan ditikam belati , sesak tak dapat berucap apa - apa lagi.
" kamu kemana bby.?" lirih Dimas yang sudah seperti orang prustasi terduduk dibawah ranjang, maafin aku yang gak percaya sama kamu , maafin aku yang kebawa emosi sama kamu, seharusnya aku dengerin kamu, seharusnya aku nenangin kamu bukan malah bikin kamu tambah takut.. satu airmata nya lolos turun ke pipi mengalir kerahang tegasnya , ditengah kekalutan yang ia hadapin semilir angin menerpa kamar itu membuat jendela kamar terbuka lebar dan gorden - gorden bertebrangan membuat Dimas yang sedang melamun menoleh kearah jendela dan pandangannya berpusat kearah hutan dibalik jendelah tersebut dan kaki nya tergerak untuk mendekati jendela itu.
mata nya terkejut dengan pemandangan diluar sana, disana ada hutan belakang dan.... Luna yang berjalan "Astaga Luna ngapain dia disana?".
Hati gue serasa diremas- remas melihat Luna seperti linglung berteriak dan berjalan terseok - seok menuju ke pohon besar yang menghadap langsung jendela kamar ini, dan kenapa dia. Ya Tuhan, kenapa gue malah bengong.
pohon besar yang berdiri kokoh dengan akar mencuat keluar. tapi, Luna turun dari mana.? loncat.? kemudian netra coklat madu itu melirik ke kamar sebelah, kamar yang ditempati Luna pertama kali disini. dahi nya mengernyit disana ada balkon. aneh sekali kamar besar tak ada balkonnya sedangkan kamar kecil bak gudang disebelah ada balkon nya , bagus lagi. setelah ini Dimas akan protes pada arsitek yang mendesain rumah ini. ehh?
tapi saat ini bukan waktunya untuk mengomentari rumah unik ini, tapi Luna yang berjalan semakin kearah hutan. dengan yakin Dimas membuka lebar pintu jendela tersebut dan berdiri dijendela tersebut , lalu tanpa aba - aba Dimas main lompat saja keseberang kamar dan mendarat dibalkon menyebabkan kakinya sedikit ngilu dan tangannya yang terasas sangat sakit , tangannya bahkan sudah membiru tapi sekarang tak ia pedulikan sakit ditubuhya karena pendaratan yang tak baik.
dengan cepat Dimas menuruni anak tangga dan berlari mengejar Luna. Rerumputan panjang menyambut saat kaki menginjak tanah dibelakang rumah ini, pohon - pohon pinus yang terlihat cantik sekaligus menyeramkan ini membuat gue bergidik ngeri dan cepat segera berlari ke arah pandangan Luna sebelum dia makin salah arah.
"Luna, Luna ... Hey kamu mau kemana.?"
"Luna... Please kembali sayang .!! Luna kamu denger aku gak si bby.?"
" Luna nya Dimas .. Please jangan kayak gini. Berenti Luna.!! LUNAAAAAA...."
Dimas meneriakki namanya yang dipanggil tak kunjung mendengar, dia yang tak mendengar atau memang ada hal yang membuatnya tak dapat merasakan kekasihnya. Benar saja saat tepat Dimas berada dibelakang nya , Luna berhenti dan berteriak keras yang kemudian jatuh dalam dekapan Dimas.
" Arrggggggghhhh ..."
"Astafirullah." ucap Dimas spontan.
" bby bangun, bby maafin aku please bangun bby, kenapa kamu begini.?"
"demi Tuhan bby jangan tinggalin aku, aku takut.!" bersyukurlah Dimas bahwa Luna masih bernapas dan mendetakkan jantungnya.
Bersyukur Dimas cepat menangkapnya , kalau tidak bisa - bisa ia menghantam batu besar yang berada tepat dibawah pohon tersebut yang diperkirakan berusia ratusan tahun . Entahlah begitu banyak misteri berada dipedesaan ini, lebih tepatnya rumah ini. mereka masih dibawah pohon ini, melihat wajah Luna yang sangat pucat, entah apa yang membuatnya begitu ketakutan.
Dimas merasa sangat bodoh sekarang . ia tak bisa merasakan apa yang Luna rasakan. Dimas kemudian berdiri dengan pelan sedikit kesulitan untuk mengendong Luna. hembusan angin kencang menerpa wajah Dimas ah tidak mereka lebih tepatnya, angin sore yang begitu dingin . Hembusan angin itu tidak hanya menerpa mereka tapi susunan meja kursi serta kayu - kayu yang tak berguna lagi yang tersusun di samping sehingga menimbulkan suara krett dan meja serta kursi yang rapuh tak segan untuk runtuh, menyeramkan dan lagi berada dibelakang rumah ini sangat membuat tubuhnya menggigil. setelah berhasil membawa Luna dan hendak berbalik untuk masuk kedalam, Dimas dikejutkan dengan dubrakkan pintu yang keras dari arah pintu coklat lantai bawah membuat jantungnya lagi - lagi berdetak kencang.
BRAKKK....
Suara pintu yang didobrakk membuat Dimas menoleh dan "oh thanks God." gumam Dimas sesat setelah menyadari yang membuat kegaduhan itu adalah temen- temennya, Dimas melihat wajah panik diantara mereka. Dimas berharap mereka tidak menyembunyikan keanehan yang mereka hadapi kali ini. Semoga saja dengan bercerita dapat menuntaskan perkara yang ada. Semoga saja.
Tapi kenapa mereka bisa ada disini.? Saat Dimas sampai didepan mereka yang berlarian kearah dua sejoli itu, wajah pucat juga terpatri di raut muka mereka.
" Kalian kok bisa disini, tau banget gue dibelakang.?" tanya Dimas heran , kan bisa saja kalau mereka pulang tapi ga ke pintu belakang.
" Kita nyariin lo, lo ga ada saat kami pulang tadi, kira kita lo ngilang mangkanya kita kepintu belakang, siapa tau lo lagi meditasi!" ucap Aryo nyalang sambil mengatur napas nya yang terlihat tersengal - sengal Dimas mengernyitkan dahinya bingung.
" berhubung pintu belakang kekunci dan gak bisa dibuka jadi kita dobrak deh." Zidan menimpali yang juga mengatur napasnya.
" oh ya, ngapain lo dibelakang.?" kini Angga bertanya.
" lo pada kagak liat , ini Luna " sontak saja mereka terkejut sangking asyiknya berbicara mata mereka tak melihat tubuh Luna yang digendong Dimas sedari tadi .
" Luna, Luna kenapa Dim.?" Uchi anak yang paling penakut di antara sahabatnya, lihatlah dia bertanya tapi badannya masih bersembunyi dibalik badan tinggi Zidan.
"Luna pingsan, gue gak tau. Tiba - tiba dia ngilang dan pas gue nemuinnya dia udah ada disini dan pingsan dipelukan gue. " jawab Dimas setenang mungkin, menghilangkan rasa gugub dan cemas berlebih yang sering ia alamin disaat situasi yang membuat kerja jantung nya dua kali lipat dan Luna sukses akan itu.
Wanita yang mampu mematahkan benteng yang Dimas bangun , perempuan yang bisa mencairkan hati seorang Dimas yang beku. Dia wanita yang mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan saat memandangnya, wanita yang bisa membuat harinya sempurna hanya dengan mendengar suaranya dan melihat senyumnya dan yang pasti wanita yang berhasil membuat Dimas merasa setakut ini untuk merasakan kehilangan.
" oh syukurlah kalo gitu, yasudah kita bawa Luna kedalam. " ajak Thania yang kemudian berjalan mendahului sahabatnya. Ya si pendiam dan misterius adalah seorang yang pemberani.
" iya, semua siap- siap kita sholat magrib bersama dan ada hal yang perlu gue omongin .!" sahut Angga menatap satu persatu sahabatnya. Kemudian berjalan masuk kembali kerumah menyusul Thania yang telah meninggalkan mereka dibelakang rumah tersebut.
" iya bangunin tuh Luna pake minyak angin, ada dip3k deh kalo gak salah. pake minyak angin katanya si bisa untuk orang pingsan trus diciumin dihidungnya. " ucap aryo kemudian juga berlalu.
Dimas mengangguk dan mengantar Luna kekamarnya ralat kamar dua sahabat perempuannya, sudah Ia putuskan bahwa Luna akan tidur bertiga dengan sahabat perempuannya daripada Ia kecolongan lagi.
*********
tobe continue*