Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sebuah Foto bukti dari Bunga

POV AMIRA

''Sayang ... akhirnya sekarang kamu bisa berjalan kembali, Mama dan Papa sangat senang sekali. Bagas--suamimu pasti sangat senang jika tahu sekarang kamu bisa berjalan. Kami pun sebagai orang tua sangat senang melihat kamu bisa berjalan kembali dengan normal,'' lirih Mama tersenyum lebar melihat aku yang mampu berdiri dan berjalan, walaupun masih tertatih. Tapi aku sangat senang sekali, ternyata prediksi Dokter salah besar. Aku sudah diagnosa lumpuh seumur hidup dan tidak akan bisa berjalan kembali secara normal. Namun sekarang, aku sangat bahagia bisa merasakan lutut kerasku mampu digerakkan dan kedua kakiku bisa berjalan dengan normal.

''Iya Ma, Pa, aku juga sangat senang sekali. Terima kasih ya, berkat kalian berdua aku bisa berjalan kembali,'' kataku sembari tersenyum lebar mengucap terima kasih, lalu memeluk kedua orang tuaku dengan erat.

''Iya, Sayang, apa pun akan Mama dan Papa lakukan asalkan kamu bahagia. Melihat kamu bisa berjalan kembali kami sudah sangat senang,'' seru Mama lagi. 

Aku mengangguk. Saat ini, perasaanku sama sekali tidak mampu terungkapkan dengan kata-kata, aku sangat bahagia sekali kepada Tuhan karena sudah memperkenankan aku kembali berjalan. Hatiku merasa bersyukur, apalagi keinginan ini yang sangat aku dambakan ketika sesaat kecelakaan telah terjadi dan hampir nyawaku melayang sebab kecelakaan dua tahun lalu. Tak luput dari itu, aku merasa bahagia memiliki kedua orang tua yang sangat menyayangiku, mereka begitu baik membantuku hingga aku bisa berjalan normal kembali seperti orang-orang pada umumnya tanpa melakukan tindakan pembedahan operasi.

Dokter yang telah pernah mendiagnosaku pun begitu takjub melihat keajaiban yang terjadi pada diriku. Dia sama sekali tak menyangka ketika melihat aku bisa melangkah pelan tanpa menggunakan bantuan apapun. Tentunya, suamiku juga pasti akan senang ketika mengetahui bahwa keadaanku sudah sangat baik. Dia pasti akan senang melihat kondisi kedua kakiku yang sekarang sudah tidak lumpuh lagi. Aku berjanji, setelah Mas Bagas pulang dari luar kota, aku akan memberikan kejutan, ia pasti akan senang ketika melihat aku yang sudah tidak menggunakan kursi roda lagi.

Tiba-tiba, terdengar deringan nada pesan masuk ke dalam ponselku. Aku pun langsung meraih ponsel dan menatap layar, ternyata yang mengirim pesan adalah Bunga, sahabatku semasa kecilku. Dengan perlahan, aku membuka kotak pesan yang ia kirim melalui aplikasi Whatsap.

[Amira, ada sesuatu hal yang ingin aku ungkapkan terhadapmu. Maaf bila ungkapan aku akan membuat hatimu menjadi terluka. Namun, aku tak mau menyimpan karena tak mau melihatmu menderita hanya karena seorang laki-laki. Aku tahu kamu sangat mencintai Bagas, namun dirimu pasti tidak akan menyangka bahwa Bagas yang dibanggakan olehmu sudah tega berkhianat. Aku hanya kasihan melihat kamu dan aku sendiri tidak mau melihatmu menderita karena Bagas. Dia adalah laki-laki brengsek yang tidak tahu berterima kasih, padahal derajatnya sudah diangkat oleh kedua orang tuamu. Jika kamu ingin mengetahui kebenarannya, kebetulan aku mempunyai bukti perselingkuhan Bagas. Ini aku kirim fotonya bersama selingkuhannya.] Bunga mengirim pesan sembari mengirimkan bukti foto Mas Bagas bersama seorang wanita yang tengah asik bercumbu. Aku tak manyangka ternyata di belakangku, Mas Bagas telah bermain api. Padahal aku sudah terlalu baik dan membebaskannya. Tapi ternyata ....

Tiba-tiba, aku sama sekali tak mampu menahan diri, kepalaku terasa pusing dan hampir nyaris pingsan. Dadaku pun bergemuruh hebat setelah mengetahui bukti yang dikirim oleh Bunga.

''Amira, kamu kenapa?'' tanya Papa khawatir melihat keadaanku yang nyaris terjatuh.

Aku bergeming. Entah kenapa, aku merasa bingung dengan keadaan hatiku yang sedang tidak baik-baik saja. Di satu sisi, sekarang aku tengah merasakan kebahagiaan karena kedua kakiku sudah mampu kembali berjalan dengan normal. Namun, kenyataan pahit yang harus kuterima ketika mengetahui bahwa suamiku sendiri yang begitu aku sangat cintai tega berkhianat dengan seorang perempuan halang yang aku pun tidak tahu siapa dia.

''Amira, jawab! Apakah kedua kakimu masih terasa sakit?'' tanya Papa, wajahnya terlihat gusar mengkhawatirkan keadaanku.

''Bukan Pa, Amira sudah tidak merasa sakit lagi sekarang, hanya saja--'' Aku menghentikan ucapan. Jemari kedua tangan aku remas dan memandang kedua orang tuaku silih berganti.

Perlahan, aku menyerahkan ponsel kepada Papa dan Mama, mereka pun lantas membuka dan melihat bukti-bukti yang dikirim oleh Bunga ke aplikasi WhatsApp milikku. Terlihat, Papa dan Mama seketika langsung terkejut menahan penuh amarah ketika memandang sebuah foto mesra Mas Bagas bersama dengan wanita lain.

''Jadi Bagas selama ini sudah berselingkuh di belakang kamu, Amira. Tega sekali dia berselingkuh dengan enaknya sementaranya istrinya ada di sini. Papa akan menghabisinya jika nanti ia pulang,'' geram Papa emosi atas perlakukan Bagas kepada aku. Hati siapa juga yang tidak sakit hati melihat anak perempuan satu-satunya tega disakiti oleh laki-laki lain.

''Tapi Mama sama sekali tidak percaya bahwa itu adalah Bagas Pa, kelihatannya ada yang memanipulasi supaya hubungan rumah tangga anak kita jadi berantakan,'' ujar Mama tak percaya bukti yang dikirim oleh Bunga, sahabatku.

''Bunga tidak akan mungkin berbohong Ma, lagipula bukti yang ia kirim terpapang jelas. Papa sangat percaya betul terhadap Bunga.'' Papa berkata dengan nada tinggi kepada Mama.

''Lebih baik kita ketahui lebih dalam saja, Mama tidak mau menuduh apalagi Bagas adalah menantu kita. Selama ini yang kita lihat dia sangat baik memperlakukan Amira. Begitu pun sesaat baru datang di kehidupan keluarga kita, dia sangat alim. Mama berhadap kamu jangan terkecoh dengan sebuah bukti yang belum tentu benar keadaannya Amira,'' ujar Mama tetap tak percaya. Kemudian menatap aku dan meyakinkan agar tak mempercayai bukti yang belum benar-benar nyata.

Sesaat mendengar ucapan Mama, aku hanya menarik nafas gusar. Sungguh hatiku merasa bingung dengan kejadian yang sama sekali tak pernah kusangka akan terjadi. Apakah aku harus percaya pada sahabat atau Mamaku? Akan tetapi Mas Bagas sama sekali tidak pernah menampakan raut wajah pengkhianatan. 

''Sayang, dari pada kamu bimbang, lebih baik kamu cari bukti dengan tanganmu sendiri jangan lewat orang lain. Papa pun jika difikir mana mungkin Bagas mengkhianatimu setelah mamamu mengatakan hal itu, bukankah selama kamu menikah dengannya Bagas selalu bersikaf romantis dan hubungan kalian berdua sangatlah bahagia?'' ujar Papa yang setuju dengan ucapan Mama, padahal tadi Papa sangat marah setelah melihat foto yang dikirim oleh Bunga.

''Iya, Sayang, lebih baik kamu buktikan sendiri benar tidak ucapan sahabatnya. Kebanyakan sahabat itu selalu menjadi orang ketiga dari sebuah hubungan. Mama tidak mau sampai kamu merasa kecewa mengambil tindakan sesuatu yang belum tentu benar pada Bagas, nanti jika benar suamimu tidak bersalah bagaimana? Kamu pula yang sedih, sahabatmu tidak akan mungkin membantumu,'' timpal Mama lagi. Aku mengangguk setuju mendengar ucapan Mama.

''Begini saja Amira, lebih baik kamu tidak usah memberitahukan pada Bagas dahulu tentang kesembuhanmu bahwa kamu saat ini sudah bisa berjalan dengan normal. Cobalah membuat Bagas tidak curiga kalau kamu sekarang tengah mencurigainya supaya kamu bisa membuktikan sendiri tentang kesetiaan Bagas, suamimu,'' ujar Papa memberi saran.

Aku mencerna ucapan kedua orang tua. Ya, aku akan menuruti semua perkataan Mama dan Papa sebab ini yang terbaik. Aku tidak mau merasakan sakit hati karena pengkhianatan. Lebih baik bersandiwara agar bisa mengetahui jelas yang sebenarnya. Untuk kesembuhanku, lebih baik tidak usah memberitahu karena jika Mas Bagas tahu rencana sandiwara yang akan aku lakukan akan gagal. Hanya saja, entah kenapa rasa sedih menjalar hingga ke ubun ketika melihat bukti foto yang dikirim oleh Bunga. Sebetulnya aku sangat mempercayai perkataan Bunga, selama kami menjalin persahabatan, ia sama sekali tidak pernah berkata bohong dan mengecewakan aku. Tapi demi ucapan kedua orang tuaku, aku rela ingin mengetahui terlebih dahulu tentang kebenaran itu.

''Iya Ma, Pa, aku tidak akan memberitahukan kesembuhanku pada Mas Bagas sekarang. Aku akan bersandiwara untuk mengetahui  perselingkuhan Mas Bagas dengan mata kepalaku sendiri,'' ucapku bersungguh-sungguh akan menjalankan misi.

Terlihat, Mama dan Papa tersenyum, mereka menatapku penuh dengan kebahagiaan.

''Kalian sedang membicarakan apa?'' 

Tiba-tiba saja seseorang bertanya dan datang tanpa disadari. Kami bertiga yang melihat langsung terperanjat kaget.

Bersambung

Ada yang tahu suara siapa yang tiba-tiba datang sampai Amira, Hartawan dan Rinda kaget? Yuk langsung meluncur untuk membaca bab berikutnya❤️

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel