Chapter 7 - Kegilaan Reinata
Sore itu Rain mendatangi rumah sakit yang berada di pelosok kota. Satu bulan sekali CEO muda itu selalu datang ke sana untuk menemui seorang pasien.
Rumah Sakit Jiwa Bugenvile, berada di pelosok dan cukup bersembunyi dari keramaian kota. Hanya ada sekitar 50 orang pasien yang berada di rumah sakit tersebut.
Mereka dirawat dengan baik. Dan hanya pasien VIP yang berasal dari keluarga kaya raya yang dirawat di rumah sakit jiwa tersebut.
Langkah sepasang pantofel hitam mengkilat itu terayun gagah.
Orang-orang waras di sana menatap kagum saat CEO muda itu melintas.
Rain bukan hanya tampan dan kaya raya, bahkan pria 27 tahun itu sangat mempesona mata para wanita yang melihatnya. Tak heran jika di rumah sakit jiwa itu Rain menjadi pusat perhatian.
Setibanya di sebuah kamar, Rain menghentikan langkahnya. Kemudian dia menoleh pada Alex. Pria tinggi berwajah datar itu segera mengangguk.
Dengan sigap Alex membukakan pintu kamar itu untuk Rain. CEO muda kaya raya tersebut segera melangkah masuk.
Seorang wanita paruh baya tapi memiliki paras yang teramat cantik terlihat sedang duduk di tengah sebuah ranjang pasien.
Dua orang perawat khusus sedang menyisir rambutnya yang tampak kusut dan sudah memutih sebagian.
Wanita itu hanya menatap hampa ke depan. Sudah pasti dia mengalami gangguan jiwa yang kronis. Oleh karena itu ia berada di rumah sakit ini.
Namun, ada urusan apa Rain datang ke sana?
Ada hubungan apa CEO muda itu dengan pasien wanita tersebut?
"Mom, bagaimana keadaanmu? Aku datang untuk melihatmu."
Rain menghampiri wanita berseragam pasien warna putih di sana.
Tatapan sendu dan senyum pahit terlihat di wajah pria muda itu. Juga kesedihan yang memenuhi sepasang bola matanya.
"Tuan Muda, Nyonya Karina sudah tak mau makan sejak Anda berkunjung dua pekan yang lalu. Kondisinya menjadi lemah," tukas seorang perawat sambil berdiri menyambut kedatangan Rain di kamar itu.
Rain sangat sedih mendengarnya. Diayunkan langkah sepasang pantofel hitam itu menuju pasien wanita bernama Karina tersebut.
Rain duduk pada tepi ranjang. Tangannya terangkat perlahan hendak menyentuh jemari Karina.
"Di mana Reyhan? Kembalikan anakku! Reyhan!"
Alex dan dua orang perawat dibuat terkejut melihat Karina mengamuk.
Wanita itu memukul-mukul hingga mencakar wajah Rain dengan brutal. Rain tidak melawan, dia berusaha membuat Karina tenang.
Namun usahanya sia-sia. Wanita tidak waras itu hanya bisa tenang setelah dokter menyuntikan obat penenang.
"CEO, apa Anda baik-baik saja?"
Alex buru-buru menghampiri Rain yang setelah Karina dibaringkan.
Rain hanya menggeleng sambil mengangkat satu tangannya, melarang Alex untuk banyak bicara.
Sang asisten mengangguk mengerti. Dia segera mundur ke belakang. Sementara Rain masih berdiri di samping ranjang memperhatikan Karina yang sudah terlelap.
....................................................
Di tepi pantai dengan matahari yang hampir terbenam.
Terlihat crew fotografer yang sedang sibuk memotret model cantik yang sedang berpose dengan gaun besar warna merah.
Kayla tersenyum manis ke arah kamera yang sedang mengambil gambaranya.
Sore ini dia sedang melakukan pemotretan di tepi pantai. Jadwalnya bulan ini cukup padat. Bahkan Kayla tak sempat mengantar Joshua ke bandara pagi tadi.
Suaminya sedang tugas kantor di luar kota. Katanya Joshua hanya akan pulang minggu depan.
Pengantin baru yang buruk. Bahkan mereka belum melakukan honeymoon ke Eropa seperti yang Kayla inginkan.
Joshua sepertinya tidak begitu tertarik dengan rencana honeymoon itu. Bahkan, pria itu malah pergi ke Batam meninggalkan Kayla di Jakarta.
"Oke! Good job, Kay!" seru seorang fotografer bernama Rio.
Pria berkemeja hitam itu melambaikan tangan pada semua crew bertanda pemotretan sudah selesai.
Kayla menghela napas lega. Dua orang make up artis segera menghampiri, membantu Kayla berjalan menuju tenda yang berada di tepi pantai.
Gaun besar itu membuatnya agak kesulitan berjalan. Mereka membantu sang model dengan hati-hati.
Rain yang baru tiba di lokasi pemotretan hanya tersenyum melihat Kayla yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
Dia tahu jika Joshua sedang tak berada di Jakarta. Oleh karena itu dirinya datang untuk menemui Kayla.
"Sepertinya kamu sangat kelelahan," tukas Rain sambil bersandar pinggang pada meja rias di mana Kayla sedang membersihkan tebalnya make up di wajah.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Aku pikir kamu sudah kembali ke New York," balas Kayla acuh.
Kedatangan Rain tak membuatnya terkejut. Pria itu memang sering datang ke lokasi pemotretan ketibang suaminya, Joshua.
"Hm, masih banyak yang harus aku kerjakan di sini. Jadi, aku belum bisa kembali ke New York."
Rain tersenyum tipis sambil mencondongkan wajahnya pada Kayla. Wanita itu dibuat terkejut karena berpikir Rain mau mencium bibirnya.
"Jangan dekat-dekat, sana!" Kayla sontak mendorong Rain agar menjauh darinya.
Dia takut ada yang melihat kedekatan mereka.
Sebagai seorang publik figur Kayla memiliki citra yang baik selama ini. Apalagi kini dirinya telah menikah.
Paparazi berada di mana saja dan bisa membuat gosip sembarangan tentang dirinya.
Rain tersenyum tipis melihat sikap Kayla padanya.
"Kamu sekarang berubah, Kay. Mentang-mentang sudah menikah kamu tak membutuhkan diriku lagi," ucapnya merajuk.
Kayla menghela napas mendengar ucapan teman kecilnya itu. Dia segera menoleh pada Rain.
"Tak ada yang berubah, tapi kini aku sudah bersuami. Mengertilah," ucapnya lalu bangkit sambil meraih tas branded yang bertengger di atas meja.
"Mau ke mana?" tanya Rain sambil mencekal lengan Kayla.
"Pulang," balas Kayla dengan acuh.
"Aku antar, ya?"
Rain segera menggiring model cantik itu menuju mobilnya.
Kayla memutar manik cokelat hazelnya bosan saat Rain membukakan pintu mobil sport miliknya.
Pria itu sangat keras kepala, dia tak bisa menolak keinginan Rain untuk mengantarnya pulang.
Dengan wajah agak kesal, Kayla segera masuk ke mobil. Rain tersenyum puas lalu menutup pintu mobil itu.
Sementara itu di Kota Batam.
Joshua yang sedang duduk sendiri di ruang kerjanya dikejutkan oleh kemunculan Reinata di kantor cabang Group Metro.
Wanita itu berjalan anggun seraya melempar senyum binal padanya.
Joshua menelan ludah kasar saat Reinata berdiri di depan mejanya lalu mencondongkan wajah dengan tatapan penuh gairah.
"Rei, kamu sedang apa di sini? Kenapa kamu berada di sini? Bagaimana jika Papa melihatnya?" Dengan agak gugup Joshua bertanya.
Reinata menyeringai tipis. "Aku datang karena merindukanmu, Joshua. Mas Beni sedang berada jauh di Jakarta. Dia nggak tahu aku berada di sini, jadi santai saja. Kayla juga tak berada di sini," desisnya ke wajah Joshua.
Pria yang tengah duduk pada bangku kerjanya itu dibuat tercengang saat Reinata naik ke pangkuannya.
Wanita itu menatapnya penuh nafsu dan membuat tubuhnya panas dingin tiba-tiba. Joshua tak berdaya. Reinata mulai merayunya.
"Kamu ingat saat kamu menolongku di Hotel Cemara? Aku selalu merasa menyesal. Kamu di penjara karena diriku. Kini, aku ingin membalas budi padamu," bisik Reinata sambil menelusuri wajah Joshua dengan telunjuknya. Bibirnya tersenyum binal saat mata pria itu menatap.
"Rei, hentikan! Jangan lakukan ini. Aku kecewa karena kamu menikahi pria lain, tapi kini aku pun sudah menikah. Lupakan semuanya, Rei--"
Hanya mulutnya yang mengoceh seperti itu, menolak. Sedang, dia tak menolaknya saat Reinata membuka simpul dasi dan kancing kemeja putih yang dia kenakan.
"Diamlah, Sayang. Jangan membuatku semakin menginginkan dirimu. Semakin kamu menolakku maka semakin aku gila dibuatnya."
Reinata mengunci pandangan Joshua. Dia tersenyum puas mendengar deru napas pria itu yang memburu panas. Joshua tidak akan bisa lolos darinya kali ini.
"Rei--"
"Aku mencintaimu, Joshua. Aku milikku malam ini."
Reinata membuka seluruh kancing kemeja Joshua. Tangannya meraih kepala pria itu lalu menyambar rakus bibirnya.
Joshua yang sudah terbakar gairah tak kuasa menolak. Mereka berciuman begitu liar dengan posisi Reinata yang berada di pangkuan Joshua.