Bab 8 Rumpleworth
Bab 8 Rumpleworth
Sejauh mata memandang, hanya hamparan rumput dan semak-semak pendek. Matahari semakin menyurut cahayanya ketika Kandee dan Aro melintasi padang rumput setinggi lutut mereka.
Aro tak bersuara semenjak mereka meninggalkan hutang larangan. Dia juga tidak menunjukkan sikap yang aneh, hanya mengikuti langkah Kandee tanpa bersuara. Kandee jadi sedikit
was-was, apakah memang demikian bila manusia kehilangan orang yang membesarkannya? Dia bisa merasakan tangan Aro yang dingin dan gemetar ketika lingkaran Luna berakhir, dan dia menggamit lengannya untuk segera meninggalkan tepi hutan larangan.
Aro berada dalam ketakutan, Kandee bisa merasakan hal itu. Bukan ketakutan karena akan memasuki wilayah asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Tapi ketakutan karena merasa sendiri, tanpa ayah dan ibu yang membesarkannya. Dalam dada lelaki itu, Kandee seolah mendengar lolongan kesedihan yang sangat panjang dan memilukan.
Betapa, emosi manusia sangat melemahkan. Bukankah yang sudah jelas tak bernyawa tidak dapat lagi diharapkan? Namun Kandee tak berhak turut campur urusan itu. Dia ingat bagaimana dulu Biluros mendekap bayi Aro sangat erat ketika nyawanya sudah diujung leher. Biluros tidak ingin mati. Dia baru saja dilantik menjadi Raja Tertinggi Lunar, mengawini manusia dan punya seorang bayi tampan.
Kesalahannya hanya satu, yaitu dia menikahi seorang gadis yang tersesat hingga ke tepi Lunar. Tidak, Kandee masih ingat. Ibu kandung Aro--Frya, adalah seorang gadis yang ditemukannya di antara puing-puing burung besi yang jatuh di tengah hutan. Dia dalam kondisi terikat tangan dan kaki, dan mulutnya disumpal kain. Yang mengherankan adalah, hanya dia yang selamat di puing-puing besi itu, sementara dua lelaki lainnya tewas.
Biluros tidak mengindahkan saran dari sesepuh Lunar, untuk tidak menghiraukan gadis itu. Karena seorang peramal dari Lunar meramalkan bahwa Frya membawa kutukan untuknya. Benar saja, tak lama setelah kelahiran Aro, Lunar di serang oleh Klan serigala bergalur murni. Mereka tidak menghendaki dipimpin oleh werewolf yang mengawini manusia dan punya anak manusia.
Kandee sudah menceritakan semua itu pada Aro, menjelang pelantikannya menjadi Raja Tertinggi Lunar. Bahwa bila dia menjadi Raja, pasti akan ada yang menginginkan kursi yang didudukinya.
“Kau tahu Aro, sebenarnya kamu terlahir sebagai manusia biasa.”
Aro menghentikan langkah. Kandee juga menghentikan langkah. Langit sudah mulai menggelap, dan Kandee tak hendak membalikkan badan.
“Ayahmu yang meletakkan kutukan itu padamu. Di Rumpleworth.”
“Kenapa?” tanya Aro. Dia tidak pernah mengenal ayah kandungnya, dan rasanya tak perlu tahu kenapa Raja Tertinggi Lunar itu mengutuknya. Dengan kutukan yang membuatnya telah kehilangan kehidupannya sebagai manusia. Hal yang kini Aro tidak tahu, haruskah dia menyesalinya atau tidak.
“Karena dia tidak ingin kau mati seperti Frya, ibumu. Dia ingin kamu abadi. Hanya werewolf setengah manusia yang bisa hidup abadi. Ibumu, manusia. Dia tidak abadi. Demikian juga Biluros.”
“Jadi, semua kekonyolan yang aku alami, hanya karena aku akan hidup selamanya?” sergah Aro. Betapa konyolnya semua yang dialaminya sejak ulang tahunnya yang ketujuh belas.
Bukankah, sebagai manusia, keluarganya menerima dia apa adanya? Semua begitu sempurna saat Ansel dan Mary membesarkannya dengan limpahan cinta. Namun semua berubah ketika ada yang menginginkannya untuk menjadi manusia abadi.
“Sebaiknya kamu terbiasa untuk kehilangan. Karena kamu tidak akan mati.”
Aro mendengus. Semua ini pasti akan membuatnya bosan. Bila dia tidak mati, maka
orang-orang di sekelilingnya yang tetap akan mati. Dan seperti kata Kandee, dia akan selalu kehilangan. Tapi, entahlah. Mungkin dia akan menikmatinya suatu ketika.
“Bukankah kutukan itu akan hilang ketika aku berumur tujuh belas tahun, kau sendiri yang bilang tadi kan? Makanya aku harus pergi dari Rumpleworth.”
“Makanya kau kubawa ke sini, untuk membuktikannya. Apakah kutukan itu benar-benar akan hilang, atau malah menetap selamanya.”
Kandee mengangkat tangan, menyentuh udara. Sejurus kemudian, tiba-tiba pemandangan padang rumput di hadapan mereka berdua berubah terang benderang. Suasana pagi, dengan bunyi burung berkicau merdu, dan bunga-bunga bermekaran di perdu-perdu rendah di sekeliling mereka.
Aro memindai sekeliling, dan sangat yakin Kandee memainkan sihirnya lagi. “Ini bukan sihir, Lunaro. Ini Rumpleworth.”
Seketika langit yang tadi mulai menggelap menjadi benderang. Mereka telah berada di sebuah alam yang berbeda. Alam yang berada di tempat yang sama dengan bumi, tapi memiliki cahaya sendiri.
Aro memutar badannya. Sejauh mata memandang bukan lagi padang rumput dalam gelap. Tapi aneka pohon berwarna dan bunga-bunga bermekaran seolah menyanyikan nada lagu indah seiring dengan nyanyian burung.
Udaranya begitu sejuk, dan aroma bunga-bunga menguar lembut. Benar-benar menenangkan apalagi semilir angin memainkan anak rambut Aro.
Aro mengerjap mata, tak percaya. Rasanya baru kali ini dia berada di tempat yang begitu damai.
Seekor binatang bersayap sebesar jari telunjuk, tahu-tahu melayang dan berhenti di depan mukanya.
“Hai, tampan.”
Aro mendelik. Ternyata binatang bersayap itu bukan burung atau serangga. Dia manusia kecil dengan sayap halus mengepak layaknya lalat. Ari mengamati lebih tajam dan manusia kecil bersayap itu tersenyum manis.
***
Suara gemerincing itu benar-benar mengganggu. Jack mulai merasa pusing karena sama sekali tidak bisa terlelap. Rasanya setiap dia bergerak, terdengar suara gemerincing.
Jack membuka mata dan menatap Luna yang tidur di atas kursi kayu. Jack sendiri mendapat tempat beristirahat di atas karpet.
Ini sudah jauh lebih baik daripada di luar ruangan. Berselimut langit malam, kedinginan.
Jack bersyukur Dom mau menampung mereka. Tentu saja dia tidak akan menolak. Sejak awal dia sangat ingin bersama Luna, membersamainya mempersiapkan diri menjadi penyihir sejati. Dan tentu saja mengajari Luna bagaimana menyelamatkan diri dari kejaran kerajaan.
"Luna, apa kami sudah tidur?"
Luna bergeming. Jack tahu gadis itu belum terlelap karena Jack sesekali masih mendengar isak tangisnya.
"Menurutmu apa kita pindah keluar dari Britania? Tinggal lima kilometer dan kita sudah di luar perbatasan."
"Tidak."
"Lalu?"
"Aku mau kembali ke Mayfair."
Jack nyaris mengumpat mengatakan anaknya sudah gila. Kembali ke sana sama dengan menghantar nyawa. Jack nyaris dijadikan tawanan oleh Queen's Guard dengan tuduhan selama ini telah melindungi penyihir.
Memang tuduhan itu benar. Namun Jack terpaksa menyangkalnya. Dia tidak mau Luna berakhir di tiang pembakaran. dibakar hidup-hidup disaksikan oleh seluruh rakyat Inggris.
Atau yang lebih memilukan, dimasukkan Incenerator dan dipanggang seperti ayam. "Kenapa?" tanya Jack kemudian.
"Aku harus menyelamatkan Amber. Pangeran Luis sudah pasti akan menyiksanya." Jack terdiam. "Lalu Aro?"
"Sudah ada Kandee. Dia pasti akan melindungi Aro melebihi aku."
Jack bangkit dari rebahannya. "Apa kau tidak terpikir untuk mengalahkan Pangeran Luis? Kurasa bila dia tidak lagi berkuasa, semuanya akan aman."
Luna perlahan duduk, dan memeluk lututnya. "Apa yang ayah rencanakan?"
Jack menarik napas panjang. "Putra ke lima, sebaiknya kita menyebutnya demikian mulai
sekarang. Semua orang sudah tahu ambisinya menjadi Raja negeri ini. Tapi hitungan waktu, dari putra pertama hingga keempat, tidak akan sampai padanya. Kecuali…"
"Keempat putra itu mati," sahut Luna. "Ada yang lebih dari itu."
Luna mendesah panjang. "Dia hidup abadi?"
Jack mengangguk. "Aku yakin dia akan mengambil jalan kedua. Immortal. Lab 17 adalah salah satu proyeknya untuk mendukung keabadiannya. Dan selama ambisi itu masih berkobar di dadanya, hidupmu dan Aro, tidak akan pernah tenang."