Bab 1 Pernyataan yang Tak Diduga
Bab 1 Pernyataan yang Tak Diduga
Menyukai seseorang adalah hal wajar, bukan? Ah, pastinya. Apalagi menyukai seseorang yang sering sekali kita temui, sama seperti Bert. Marini adalah tambatan hatinya, sekretaris yang sudah tiga tahun menemani.
Siang ini rapat selesai, Marini membereskan semua berkas yang sudah dipakai untuk presentasi.
"Mar kita makan siang dulu," ujar Bert yang duduk sambil fokus kepada telepon genggamnya.
"Baik Pak."
Mereka berlalu menuju salah satu restaurant terdekat. Selama dalam perjalanan mereka hanya berbincang sedikit, Marini menjawab saat diberi pertanyaan oleh Bert. Bert memang tidak menunjukan rasa ketertarikannya kepada Marini, alhasil dia hanya memendam.
Sampailah mereka di restaurant bernuansa Jepang, Bert sengaja membawa Marini ke sini. Restaurant yang sering Bert kunjungi dan menjadi salah satu tempat favoritnya.
"Pesan saja."
"Sekalian pesankan untuk saya," lanjut Bert sambil menatap Marini yang juga menatapnya. Bert sangat senang menatap mata indah Marini.
Begitulah Bert, jika setelah rapat di mana pun itu. Ia akan membawa Marini makan di restaurant favoritnya. Terkadang mereka pergi juga ke restaurant yang bernuansa menu Perancis.
"Em sushi 2, shashimi 2, orange juice dan es teh," ucap Marini kepada pelayan yang mendatangi meja mereka.
Setelah mencatat pesanan, pelayan itu pergi meninggalkan meja Bert dan Marini. Mereka terdiam, akhirnya Bert membuka pembicaraan.
"Bagaimana dengan rencana selanjutnya?" tanya Bert yang menegakkan punggungnya.
"Mungkin tidak akan jauh berbeda dengan yang sekarang Pak."
Marini sangat lembut berbicaranya, memanglah begitu gaya bicara di depan Bert.
"Yah kalo begitu tidak terlalu sulit," ujar Bert lagi.
Marini tersenyum, lalu mengiyakan perkataan Bert tadi dengan anggukan. Bert langsung duduk dengan tegak dan gagah sambil memainkan ponsel miliknya.
Bert sosok yang pendiam dan sedikit dingin, dia juga tegas terhadap bawahannya. Bert sudah lama memendam perasaan kepada Marini, namun apa dayanya yang hanya bisa memendam belum bisa mengungkapkan.
Bert merasa panas, ya mungkin siang hari ini matahari sangatlah menyengat. Bert memutuskan untuk membuka kancing jas dan juga dua kancing atas kemejanya.
Aksi dari Bert diperhatikan orang-orang sekitarnya, terutama kaum hawa. Perilaku Bert juga tak lepas dari pandangan gadis-gadis remaja. Mungkin itu adalah salah satu hal menggoda, apalagi bagi gadis remaja seusia anak SMA.
Bagi anak remaja, mungkin Bert sudah disebut sebagai Suggar Daddy. Sungguh mata-mata wanita semua tertuju kepada Bert yang sedang bersandar sambil merentangkan tangan.
Sayup-sayup Bert mendengar ucapan mereka.
"Wah parah, Omnya hot banget."
"Beh Sugar Daddy depan mata bos."
"Mau dong jadi little angel-nya."
Masih banyak yang lain, Bert hanya diam tanpa ingin menanggapi. Sedangkan Marini merasa risih dengan ucapan-ucapan dari para anak kecil itu.
Bert yang menyadari bahwa Marini tidak nyaman dengan ucapan-ucapan orang sekitar langsung memberitahu.
"Jangan hiraukan mereka," kata Bert dengan kemeja yang terbuka.
Sekali lagi, Marini hanya tersenyum untuk menanggapinya. Itulah kenapa Bert mempertahankan Marini sebagai sekretarisnya. Selain cekatan dalam bertugas, Marini tidak banyak tingkah.
Mereka terdiam kembali, walau bisikan-bisikan disekitarnya masih terdengar. Marini mencoba untuk mengabaikan seperti yang diminta oleh Bert. Tak lama pelayan datang dan menyajikan makanan yang Marini pesan untuk mereka.
Bert dan Marini memakan makanannya. Bert sadar jika disekitarnya masih banyak yang memandang kearahnya. Saat ia mengangkat kepalanya, Bert memandang kearah salah satu wanita.
Disana ada wanita yang menggunakan pakaian serba mini. Wanita itu juga memandang Bert sedari tadi, saat mata mereka saling bertabrakan. Wanita itu mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Bert.
Namun sayangnya Bert tidak membalas, bahkan segaris senyuman pun tidak. Menurutnya wanita itu biasa saja, tanpa memiliki ketertarikan. Ia pun hanya membalas dengan tatapan dingin dan tentu datar pula.
Tiba-tiba ada lelaki tinggi menghampiri meja Bert juga Marini. Dia berdiri dengan angkuhnya didekat Bert. Bert menyadari ada yang berdiri disampingnya, langsung menengadah untuk melihat siapa sosok itu.
Setelah melihatnya Bert menatap kedepan dengan tatapan malas. Erwin Indatu, rival Bert dalam dunia perbisnisan selama ini. Bert tidak pernah menyukai Erwin, bahkan sangat-sangat tidak menyukainya.
"Congrats Bert, kau pemenang tender kali ini. Wah bahkan ini adalah tender yang sangat besar."
Erwin berbasa-basi kepada Bert, Bert menanggapinya dengan malas.
"Thanks," singkat Bert tanpa ingin menatap Erwin.
Disebelah Bert ada Marini, di sana ia duduk dengan gelisah. Marini terus bergerak ditempat, ia tidak berani untuk menatap Bert.
"Kau hebat Bert, bisa memenangkan tender dengan semudah itu," puji Erwin sambil tersenyum menatap Marini yang masih gelisah.
"Sudah biasa, saya selalu menenangkannya dan sebaliknya dengan kau," Bert menyombongkan dari sambil merendahkan Erwin.
Erwin hanya tersenyum miring, itulah yang ia dapatkan jika mengucapkan selamat pada Bert. Bukannya ucapan terima kasih dengan baik, malah dengan kata-kata yang tidak mengenakan telinga.
Erwin sudah memandang mereka sejak tadi, memang bukanlah hal kesengajaan mereka bertemu.
"Beruntung kamu mendapatkan Marini Bert," ucap Erwin mengedipkan sebelah matanya kepada Marini yang ada disebrangnya.
Bert menatap kearah Marini, ia melihat bila wajah Marini sangatlah tegang dan gelisah.
Ada apa? Batin Bert.
"Okey baby, aku akan menunggu di apartemenku malam ini. Jangan sampai kamu tidak datang," ujar Erwin, setelah itu Erwin pergi meninggalkan meja Marini dan Bert.
Bert kebingungan dan menatap kearah Marini, apa yang dimaksud Erwin tadi. Kenapa Erwin menunggu Marini di apartemen? Apa hubungan mereka berdua? Pertanyaan-pertanyaan itu terdapat dikepalanya sekarang.
"Ada hubungan apa kamu dan dia?" tanya Bert dengan nada dan tatapan dingin.
Marini semakin gelisah, selama ini ia menutup rapat hubungan ia dan Erwin kepada siapa pun. Dengan bodohnya Erwin malah ngucapkan begitu di depan Bert.
Karena Marini tidak kunjung menjawab Bert bertanya sekali lagi, "Apa hubunganmu dan dia?" semakin dingin.
"Em... Itu... Dia... Dia tunangan saya Pak," jawab Marini menundukkan kepalanya, ia tidak ingin menatap mata Bert.
Setelah mendengarnya Bert memejamkan matanya, ia tidak ingin terlihat seperti marah atau apa pun. Kaget? Sudah jelas, Bert pasti sangat kaget dengan penuturan Marini tadi.
Pikiran Bert semakin merajalela, apa ini salah satu taktik Erwin mengirim Marini? Tapi bagaimana bisa? Jika tiga tahun ini baik-baik saja. Bahkan Marini memberikannya yang terbaik saat menjadi sekretarisnya.
Erwin memang memperhatikan interaksi antara Bert dan juga Marini setelah ia melihat mereka. Menurut Erwin sikap mereka tidak berlebihan dan masih wajar, seperti sekretaris juga bos pada umumnya. Ia tidak merasa cemburu sedikitpun.
Marini merasakan semakin canggung sekarang, ia memilin-milin ujung bajunya. Jantung berdebar-debar, ia takut jika Bert menuduhnya yang tidak-tidak. Tapi sungguh dia tidak ada sangkut pautnya dengan masalah mereka berdua Bert juga Erwin.
Makanan masih ada, tapi Bert sudah tidak ada niat untuk memakannya. Ia hanya menyeruput orange juice hingga tandas.
"Waktunya sudah habis, lebih baik kita langsung kembali saja."
Bert berdiri dan berjalan lebih dulu mendahului Marini. Marini masih dalam keadaan takut, ia hanya mengekori dari belakang. Marini tidak berani berjalan disamping Bert seperti halnya mereka datang tadi.
Marini duduk disamping Kursi kemudi, tentunya di samping Bert. Ia hanya bisa menunduk dan menunduk, tidak berani mengangkat kepala apalagi angkat bicara.
Bert melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup cepat, ia tidak mementingkan Marini yang jelas ada rasa marah didalam hatinya. Ia juga melihat dengan ekor matanya, bahwa Marini sedikit ketakutan sampai memejamkan matanya.
Tapi apa peduli Bert, ia tidak menyangka saja jika Marini adalah tunangan dari rival terberatnya. Bahkan Bert tidak pernah mengetahui sama sekali jika mereka memiliki ikatan sampai sejauh ini.
Marini memang menutup hubungannya kepada orang sekitar, bahkan hanya keluarga dan teman terdekat yang mengetahuinya.
Jam kerja masih cukup lama, dengan begitu mereka kembali ke ruangan masing-masing. Bert bahkan enggan untuk berbicara dengan Marini dulu. Di dalam ruangannya ia fokus terhadap laptop untuk melupakan kejadian tadi.
Bahkan jam pulang ia tidak menyadarinya, Bert melihat jam tangan bertengger di tangannya. Merenggangkan sedikit lehernya yang agak nyeri, ia berniat untuk menyudahi pekerjaannya.
Berdiri dan merapikan berkas-berkas yang ada dimeja, ia pastikan sebagian karyawan sudah pulang termasuk Marini. Ia berharap tidak membenci Marini dan bagaimana sikapnya untuk besok? Mungkin berbeda atau mungkin saja lebih kejam dari biasanya.