Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

LWL 01

"Tuan, pegawai butik tempat anda memesan pakaian datang kemari. Dia ada di bawah," lapor Andi, asisten kepercayaan Hasan.

"Hmm," dehem Hasan tanpa menoleh. Dia sedang menatap lurus ke depan. Melihat ke arah  luar ruang kerjanya melalui dinding kaca. Kedua tangannya berada di saku kanan kiri celananya.

Andi ke luar lalu kembali bersama dengan seorang gadis yang berpenampilan rapi dan sederhana.

"Siang, tuan. Saya Sarah utusan dari Soraya butik. Nona Soraya menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa datang menemui tuan secara langsung." ucap Rahma.

"Apa pesananku sudah selesai?" Tanya Hasan tanpa merubah posisinya.

"Sudah, tuan. Hanya saja ada beberapa bagian yang kami masih ragu untuk mengerjakannya," jawab Sarah.

Hasan berbalik lalu menatap tajam ke arah gadis di depannya.

"Sudah atau belum?" Tanya Hasan.

Sarah yang sudah tahu siapa Hasan pun mencoba untuk tidak takut. Dia berjalan mendekat lalu menyodorkan beberapa lembar kertas pada Hasan.

"Jelaskan!" Titah Hasan dan Sarah pun menjelaskan dengan detail apa yang ada di kertas tersebut.

"Kami akan menyelesaikannya secepat mungkin, bila perlu kami akan lembur." Tutur Sarah.

"Harus. Karena jika tidak, kalian akan tahu akibatnya." Kata Hasan.

Glek!

Sarah menelan Saliva kasarnya, namun tetap berusaha untuk tenang.

"Baik, Tuan. Karena tidak ada lagi yang perlu dibahas, saya pamit dulu." Pamit Sarah seraya membungkuk.

"Siapa namamu?" Tanya Hasan dan itu membuat Andi sedikit terkejut.

"Panggil saja saya Sarah, tuan." Jawab Sarah

"Hemm," dehem Hasan lalu kembali berbalik dan kembali seperti posisi semula. Menatap ke luar gedung melalui dinding kaca.

"Tuan," sebut Andi lirih.

"Ada yang ingin kamu katakan?" Tanya Hasan.

"Perusahaan Head Black sedang berada di ujung tanduk. Apa tuan tetap akan berinvestasi di sana?" Tanya Andi.

"Apa aku harus meninggalkannya?" Hasan balik bertanya.

"Head Black sudah lama berkolaborasi dengan kita. Ada pun sekarang dia hampir bangkrut, itu karena ulahnya sendiri. Sean sudah putus asa, bukan? Bukankah itu bagus?" Cecar Hasan.

"Sean dari Tirta grup? Kemarin dia mengadakan pertemuan dengan Angga dari keluarga Lukman." Tutur Andi.

"Biarkan saja mereka. Selagi mulut mereka tidak menyebut namaku, mereka aman." Tegas Hasan dan Andi pun pamit undur diri.

"Bocah kemarin sore hendak mengadu domba antara aku dan Head Black. Bahkan dia mencari partner yang dikira lebih tinggi dariku. Lakukan saja apa maumu, Sean. Aku menunggu!" Monolog Hasan lalu menyeringai.

Di Soraya butik,

"Apa kamu bertemu langsung dengan tuan Hasan, Sarah?" Tanya Soraya.

"Iya, Bu." Jawab Sarah.

"Wajahmu murung, aku sudah bisa menebaknya." Ucap Soraya lalu terdengar helaan nafas yang panjang.

"Maaf," ucap Sarah Lirih.

"Bukan salahmu," balas Soraya seraya mengusap lembut tangan Sarah.

"Ini sudah sering terjadi. Tuan Hasan bukan orang yang mudah ditaklukan," imbuh Soraya mencoba menghibur Sarah.

"Tapi, Tuan Hasan mau menunggu." Tutur Sarah seraya menatap wajah cantik Soraya.

"Apa kamu yakin?" Tanya Soraya. Wajahnya menggambarkan keterkejutan juga kebahagiaan.

"Ya, kita diberi waktu dua hari untuk menyelesaikannya," jawab Sarah.

"Ini kali pertama tuan Hasan memberi tenggang waktu pada orang lain. Tidak biasanya dia seperti ini," gumam Soraya.

Soraya menatap wajah Sarah dengan senyum yang sulit diartikan.

"Kenapa dengan senyum ibu? Aku takut melihatnya," ujar Sarah.

"Apa ada sesuatu yang terjadi dan kamu menyembunyikannya dariku?" Tanya Soraya.

"Sesuatu apa? Melihatnya saja aku sudah takut. Dia seperti singa melihat mangsa," ungkap Sarah.

"Baiklah. Mungkin tuan Hasan sedang berada di situasi yang baik hari ini. Ayo kita mulai pekerjaan kita. Jangan sampai singa itu benar-benar menerkam kita," kata Soraya lalu Sarah pun ke luar dari ruang kerja bosnya itu.

Rahma dan Ayu mendekati Sarah, sepertinya mereka penasaran. Mereka juga mengenal siapa klien mereka kali ini.

"Bagaimana? Apa tuan Hasan marah? Apa dia memutuskan kerja sama dengan kita? Oh, pasti tadi kamu dimaki habis-habisan olehnya, kan? Aku akan menghiburmu malam ini," cecar Ayu seraya mengusap bahu Sarah dengan lembut

"Tuan Hasan memberi kita waktu untuk menyelesaikan semuanya," ucap Sarah.

"Serius? Oh, akhirnya kecemasanku kabur terbawa angin." Ucap Rahma dan Ayu lega.

Sarah, Rahma, dan Ayu pun pergi ke ruang produksi. Sarah menjelaskan pada orang yang bertanggung jawab atas pesanan tuan Hasan.

"Waktu kita hanya dua hari. Hari ini dan besok. Lusa semua harus selesai dan sudah di antar ke Edelweis group." Tutur Sarah.

"What? Itu bukan dua hari, Sarah. Tapi, satu hari setengah." Bantah Joni, penanggung jawab ruang produksi.

"Aku hanya menyampaikan ulang apa yang disampaikan tuan Hasan. Jika kita tidak sanggup, datang dan temui dia." Kata Sarah.

"Itu sama saja bunuh diri, Sarah." Kata Joni frustasi.

Semua terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Kring!!

Dering ponsel milik Sarah mengejutkan mereka.

"Hampir saja jantungku copot!" Seru Joni.

Sarah menjawab panggilan di ponselnya. Lalu pergi dari ruang produksi.

"Aku harus menemui Soraya," gumam Joni lalu menuju ruang kerja pemilik butik tempatnya bekerja.

Soraya butik bukan hanya menjual, tapi mereka juga memproduksi pakaian yang dipesan oleh pelanggan. Soraya sendiri yang menjadi desainernya.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Soraya begitu melihat Joni masuk ke ruang kerjanya.

"Hasan sudah gila! Dia pikir bisa menyelesaikan baju miliknya hanya dua hari," keluh Joni.

"Sanggup kerjakan! Jika tidak, lepaskan!" Kata Soraya seraya menatap Joni.

"Apa kamu gila? Bisa-bisa Soraya butik hancur dan rata dengan tanah." Ujar Joni.

"Jadi? Bukankah kamu sudah tahu harus berbuat apa? Dari pada buang waktu untuk mengeluh, bukankah lebih baik jika kamu memulai untuk mengerjakannya. Sarah bisa membantumu," tutur Soraya dan Joni pun ke luar dari ruangan itu.

Sarah duduk di meja kasir, tugasnya di Soraya butik. Sebenarnya bukan tugas dia untuk datang bernegosiasi dengan pelanggan. Tapi, karena Soraya ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, akhirnya Sarah mewakilinya.

"Sarah, bantu aku!" Tiba-tiba Joni muncul.

"Kenapa aku? Aku bukan lulusan desainer atau pun tata busana," tolak Sarah halus.

"Ayolah, please! Bukankah kamu lebih tahu jas apa yang diinginkan oleh tuan Hasan? Sekali ini saja, ku mohon!" Joni menangkupkan kedua tangannya di depan dada dengan wajah memelas.

"Baiklah. Tapi, aku hanya menunjukkan apa yang diinginkan oleh tuan Hasan, tidak lebih." Pinta Sarah dan Joni menyetujuinya.

Sarah mengikuti Joni menuju ruang produksi. Dia menjelaskan kembali secara rinci apa yang diinginkan oleh Hasan.

Siang berganti malam, Joni bersama rekan-rekannya memutuskan untuk lembur malam ini. Dia tidak mau ada kesalahan sedikit pun. Mau tidak mau Sarah pun ikut lembur. Karena hanya dia yang tahu apa yang diinginkan oleh Hasan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel