Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab.5. Vampire's Twin Sibling

Malam itu setelah mengantar Delorah ke Royal Heritage, Joshua membaca artikel di internet tentang vampire. Mungkin tidak semuanya valid, tapi setidaknya dia bisa sedikit mengerti tentang dunia vampire dan asal-usul makhluk immortal itu.

Beberapa hal membuatnya tercengang, sebenarnya menjadi vampire tidak terlalu buruk karena banyak kekuatan supranatural yang membuat vampire seperti superhero di film-film Marvel dan komik-komik yang dia sukai ketika masih kecil dulu.

Seperti artikel yang menyebutkan bahwa vampire memiliki tubuh yang bisa bergerak cepat, teleportasi (berpindah ke tempat lain yang jauh), dan memiliki kekuatan tubuh berpuluh kali lipat dibanding manusia normal.

Joshua pun mencoba mengambil sendok di dapur lalu memelintir gagang sendok itu dengan tangannya. Wow! Betapa lunaknya batang stainless steel itu di jemarinya. Gagang sendok itu terpilin-pilin spiral karena dibengkokkan oleh jemari Joshua. Dia tertawa sekaligus tercengang seolah tak percaya lalu mengembalikan bentuk sendok itu ke posisi normalnya.

Dia kembali ke kamar dan bersandar di kepala ranjangnya melanjutkan artikel yang dia baca tadi.

Telepathy, kemampuan untuk berbicara dalam pikiran orang yang diinginkan untuk diajak berbicara.

"Well, tidak ada salahnya dicoba ...," ucap Joshua pada dirinya sendiri.

Dia berkonsentrasi lalu mencoba berbicara pada Jacob, saudara kembar non identiknya.

"Jake, do you hear my voice? This is Josh," ujar Joshua dalam pikirannya, dia memejamkan matanya untuk fokus dan mengosongkan pikirannya.

Jacob yang sedang bekerja lembur di kamar mayat pun terlonjak di kursinya. Dia sudah sering diajak berbicara oleh arwah mayat yang dia autopsi dan makhluk-makhluk astral lain yang kini berteman dengannya. Kini, saudara kembarnya yang mengajaknya bicara, dia pun menjadi kuatir, jangan-jangan Joshua sudah meninggal dunia.

"Yes, I can hear you clearly, Josh. Kau sudah mati?!" balas Jacob dengan polos.

Joshua tertawa dengan perasaan kesal. "Sembarangan kau, Jake! Ini namanya telepati, kau tahu?! Kita berbicara dalam pikiran satu sama lain."

"Oohh baiklah, maaf, kupikir kau sudah mati. Banyak yang ingin kuceritakan padamu, Josh ...," balas suara Jacob.

"Hmmm ... sama, aku pun punya banyak hal untuk kuceritakan padamu. Kau dimana?" ucap Joshua dalam pikirannya. Dia mulai terbiasa dan bisa membuka matanya dengan santai.

"Aku lembur di rumah sakit, ada kiriman mayat kasus perkelahian geng dari IGD satu jam yang lalu," jawab Jacob lagi.

"Well, kurasa aku akan ke sana sekarang. Tunggu ya ...," ucap Joshua dalam pikirannya.

Dia pun memakai jaket bombernya yang berwarna maroon dan kacamata hitamnya. Kemudian membuka jendela kamarnya yang berada di lantai 8. Dia pun terbang melayang turun ke jalan. 'Wow!' batinnya.

"Oke, kita akan coba kemampuan supranatural yang baru, supersonic velocity," ujarnya pada dirinya sendiri.

Joshua berlari ke arah Rumah Sakit Sarjito, tempat kerja Jacob. Ternyata kecepatan tubuhnya memang seperti yang disebutkan di artikel yang tadi dia baca. Luar biasa cepat! Bahkan, tidak sampai satu menit, dia sudah sampai di depan kamar mayat RS. Sarjito.

"Jacob, hello ...," serunya dari pintu kamar mayat.

Saudara kembarnya terperangah melihatnya lalu menghampirinya. "Cepat sekali sampainya? Kau darimana, Josh?" tanya Jacob dengan penasaran.

"Aku dari rumah Papa Rey. Ini yang ingin aku ceritakan, Jake. Kau harus dengarkan aku dulu, oke?" ucap Josh seraya duduk di salah satu kursi di dekat meja autopsi yang terisi mayat lelaki dengan otak tercecer berwarna merah pucat yang membuatnya agak mual.

"Pekerjaanmu memuakkan, Jake! Heran kau betah sekali di bagian forensik!" seru Joshua memandangi Jacob.

"Oke, mulailah bercerita karena aku jadi kepo sekarang," balas Jacob tidak mempedulikan protes Joshua pada pekerjaannya.

Joshua pun mulai bercerita, "Aku sekarang menjadi vampire. Beberapa waktu yang lalu, ada makhluk aneh yang menyerangku di parkiran Gedung Pusat UGM. Sepertinya dia vampir yang menggigit leherku. Untungnya aku tidak mati, tapi tubuhku berubah menjadi seperti vampire. Aku merasa seperti menjadi superhero, Jake! Kemampuan vampire sungguh luar biasa, ini tidak seperti yang di film-film yang seperti mayat hidup. Itu hanya cerita isapan jempol!"

"Well ... apa saja kemampuanmu, Josh? Katakan padaku," balas Jacob masih penasaran dengan jati diri Joshua yang baru.

Joshua berdiri dari kursi lalu menghentakkan kakinya ke lantai kamar mayat, dia terbang melayang di udara. "See ... it feels so good!" Dia pun tertawa lalu turun kembali ke samping Jacob.

Jacob memandanginya sembari tersenyum. "Wow, kau membuatku iri, Josh!" Kemudian dia berkata lagi, "Jangan memameriku hal yang bagus-bagus, pasti ada tidak enaknya 'kan menjadi vampire?!"

Sambil berjalan mondar-mandir Joshua pun berkata, "Ada banyak juga hal yang tidak enak menjadi vampire. Aku harus minum darah seumur hidupku dan tidak dapat menikmati sinar matahari yang hangat. Dan satu hal yang sangat membuatku sedih, sepertinya aku tidak bisa bercermin. Pantulan bayanganku di cermin semakin memudar. Malam ini ketika aku bercermin di kamar mandi, aku sudah tak mampu melihat tubuhku." Joshua merasa sedih ketika membicarakan tubuh jasmaninya yang terampas kefanaannya.

Jacob pun memeluk saudara kembar non idetiknya itu. Dia menepuk-nepuk punggung Joshua. "Aku turut bersedih untukmu, Josh. Lalu apa orang tua kita sudah mengetahui keadaanmu sekarang?"

Pria itu menghapus air matanya yang berupa darah, Joshua pun agak terkejut ketika mengetahui dia berairmata darah. "Aku bahkan harus berhenti menangis, Jake. Air mataku seperti darah." Dia terdiam sejenak lalu menjawab, "Mommy dan Papa Rey sudah tahu tentang hal ini, mereka menerima kondisiku yang berubah menjadi vampire. Daddy belum mengetahuinya, tapi kurasa Mommy akan memberitahunya."

"Hmmm ... kurasa Daddy pasti akan menerima kondisimu dengan sama baiknya dengan Mom dan Papa Rey," ujar Jacob seraya merangkul bahu Joshua.

"Jake, kau harus membantuku mendapat kantong darah segar. Apa kau bisa memintanya dari rumah sakit?" pinta Joshua.

Jacob berpikir sejenak lalu berkata, "Tunggu di sini sebentar ya, aku akan ke bank darah. Akan kucoba mendapatkan kantong darah segar untukmu." Jacob pun segera berjalan keluar dari kamar mayat.

Tak lama kemudian, seorang wanita muda yang cantik masuk ke kamar mayat. "Dokter Jake ...," panggilnya.

Joshua pun segera berdiri dan menyapanya, "Hai, Dokter Jake sedang keluar sebentar. Apa ada yang bisa kubantu, Nona?"

Wanita itu tersenyum seraya berkata, "Aku hanya mencarinya, kupikir pekerjaannya sudah selesai ...."

"Ehmm Anda siapa ya?" tanya Joshua seraya mengerutkan alisnya karena penasaran.

'Apa wanita ini pacar baru Jacob? Pantas saja, Jacob jarang mengunjungi keluarganya, cantik sekali!' batin Joshua sambil menatap wanita itu, menilai dalam hatinya.

Wanita cantik itu mengulurkan tangannya pada Joshua. "Aku Jane."

"Halo, Jane. Aku Joshua, kembaran Jacob," sahut Joshua menggenggam tangan Jane dengan kuat sejenak.

Dalam hatinya, Joshua membatin, tidak tercium feromon perawan. Apa Jacob sudah meniduri wanita ini? Dasar berandalan!

Akhirnya Jacob pun tiba di kamar mayat sambil membawa sebuah tas kecil dengan pendingin.

"Oohh apa kalian sudah berkenalan?" ucap Jacob menatap Joshua dan Jane bergantian.

"Ya, kami sudah berkenalan. Jake, apa Jane ini pacar barumu?" tembak Joshua tanpa basi-basi.

Wajah Jacob dan Jane sontak merona dan saling menatap dengan malu-malu. Joshua pun berdehem.

"Iya, Jane ini pacarku, Josh," jawab Jacob dengan tenang sembari merangkul bahu Jane. "Ini yang ingin kuceritakan padamu tadi. Dia mati suri, jadi dia datang ke meja autopsiku dalam kondisi tak bernyawa. Kemudian terbangun di tengah malam ketika aku membereskan peralatan autopsiku. Sayang sekali ingatannya hilang, jadi dia tidak bisa kembali ke keluarganya. Dia tinggal bersamaku di apartment."

Joshua mendengarkan dengan seksama cerita Jacob. Nah ternyata benar, mereka tidur bersama! Apartment Jacob hanya memiliki satu kamar dengan satu ranjang.

"Ohhh baiklah. Beruntung sekali nasib Nona Jane! Selamat hidup kembali kalau begitu," komentar Joshua seraya tersenyum menatap sepasang kekasih itu.

"Josh, ini pesananmu tadi ...," ujar Jacob seraya menyerahkan kantong darah segar di dalam tas pendingin. "Kalau kau membutuhkannya lagi, katakan padaku saja, Josh."

Joshua pun merangkul Jacob seraya berpamitan. "Thanks, Jake. I appreciate that. Aku pamit dulu ya, Jane. Sampai jumpa." Dia pun berjalan ke arah pintu keluar lalu berbalik badan, "Jake, Mommy merindukanmu, carilah waktu untuk menemuinya. Jangan membuatnya sedih!"

"Ohh oke, aku akan ke kampus FKH UGM sebentar besok sebelum berangkat bekerja," balas Jacob.

Joshua mengangkat jempol tangan kanannya ke atas seraya berjalan keluar dari kamar mayat. Dia pun berlari pulang ke Jasmine Park sambil menenteng tas pendingin berisi kantong darah segar, makanan pokoknya saat ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel