Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Hasrat

Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya.

Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana.

Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya.

Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan.

Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming.

"Aaaahh!" Audriana semakin keras menjerit, ketika Jaxton tiba-tiba saja menggigit dua bulatan kecil di puncak dadanya itu secara berganti-gantian dengan ganas.

"Kau berani menjambak rambutku, hm? Aku akan membalasnya dengan menggigit benda kenyal yang menggemaskan ini setiap kali kau berusaha menyingkirkanku, kelinci kecil."

Gadis itu pun terisak kecil menahan sakit di dadanya, begitu pun juga yang ia rasakan di seluruh tubuhnya.

Ia benar-benar belum pulih sejak Jaxton menyetubuhinya sejak pagi tadi hingga menjelang siang hari, dan dirinya tidak akan sanggup jika lelaki itu kembali mengulanginya siang ini.

"Kamu... kenapa? Apa salahku? Kenapa kamu melakukan ini semua padaku?!" Jerit Audriana dengan suara yang sarat akan nada keputus-asaan.

Jaxton memandangi netra bening beriris hitam milik Audriana yang berkilau karena dipenuhi air mata. Entah kenapa, ia suka sekali melihat wajah cantik seperti boneka ini saat sedang menangis. Jaxton merasa kecantikan Audriana yang telah sempurna itu pun berkali-kali lipat semakin sempurna bagaikan bidadari di matanya.

Jaxton mencengkram dagu lancip Audriana hingga mau tak mau gadis itu terpaksa beradu pandang dengan netra hijau cemerlang bagai zamrud milik Jaxton.

"Tentu saja kau bersalah, kelinciku." Jaxton memiringkan wajah blasterannya seraya mengurai senyum. Lalu ia pun mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti dari wajah Audriana.

"Kau bersalah, karena telah membuatku tidak bisa melupakan betapa nikmatnya tubuhmu," bisiknya menggoda, di atas bibir alami semerah mawar milik gadis itu.

Jaxton pun langsung memagutnya seperti orang yang kelaparan, tak mempedulikan air mata Audriana yang mengucur turun semakin deras. Kedua tangannya terus bergerilya untuk meremas, mecubit serta menggoda bagian-bagian sensitif tubuh gadis itu yang membuatnya gemas.

Telapak tangan besar dan hangat Jaxton menyapu kulit kuning langsat yang dingin dan lembut, sebuah paduan yang saling bertolak belakang namun sesungguhnya saling melengkapi.

Audriana ingin menjerit, namun semua suara keputus-asaan itu telah dibungkam oleh buaian bibir Jaxton yang masih tak lepas mencumbu bibirnya dengan liar.

Oksigen yang semakin menipis membuat Audriana pusing dan lemah, namun Jaxton sama sekali masih belum terlihat ingin melepasnya. Pukulan Audriana pada bahu keras penuh bongkahan otot Jaxton pun tak jua membuat lelaki itu berbaik hati untuk menghentikan perbuatannya.

Kunang-kunang mulai beterbangan di dalam pandangan Audriana. Ia bagaikan tenggelam ke dalam dasar laut, dan mulai memejamkan matanya dengan pasrah karena tenaganya yang belum pulih tak akan sanggup melawan kekuatan Jaxton.

Namun tiba-tiba saja lelaki itu melepas tautan bibirnya di bibir Audriana, membuat gadis yang tergeletak lemas itu mengembang-kempiskan dadanya yang bulat sintal untuk meraup oksigen dengan rakus.

Ia tak sadar jika Jaxton telah membuka bath rope beludru hitam yang dikenakan lelaki itu dan melemparnya ke sembarang arah, lalu mencengkram kuat paha Audriana.

"Tuan, aku mohon jangan lakukan itu lagi..." rintih Audriana yang masih lemas tak berdaya ketika Jaxton melebarkan pahanya dan mulai menusuk-nusukkan jari telunjuknya ke dalam celah sempit yang masih kering.

"Tenang saja, kelinci kecil. Aku akan segera membuatnya basah," guman serak Jaxton dengan napas berat memburu karena gairah. Ia pun mengganti jemarinya dengan lidah, lalu mulai mencicipi lembah Audriana yang merekah indah bagai kelopak mawar indah. Jaxton menjilatnya, lalu terkesiap dengan rasanya yang ternyata begitu manis.

Selama ini ia tidak pernah merasakan milik seorang wanita mana pun dengan lidahnya, karena sang wanita itulah yang selalu mengulum miliknya. Jaxton tak sudi memuaskan, karena ia ingin selalu menjadi yang dipuaskan.

Namun bersama Audriana, ia ingin melakukan itu semua. Kepuasan luar biasa yang ia dapatkan dari gadis secantik boneka dengan tubuh luar biasa ini membuat Jaxton ingin memberikan hal yang sama untuk Audriana.

Perasaan yang cukup aneh serta asing bagi Jaxton Quinn yang terkenal arogan dan egois, namun kali ini ia tak lagi berusaha menahannya.

Rasanya terlalu nikmat. Audriana terlalu nikmat.

Semakin detik berlalu, semakin rakus Jaxton melahap taman surgawi Audriana. Ia menghisap dan menjilat dengan penuh semangat di antara kedua paha kuning langsat Audriana yang terbuka lebar,

Tanpa sadar gadis itu pun melenguh. Kedua tangann mencengkram pinggiran meja dengan kuat, seakan ingin menyalurkan rasa frustasinya yang membenci Jaxton serta perbuatan tak senonohnya, namun di sisi lain juga ikut membenci diri sendiri karena tak mampu menolak gairah yang disulut oleh lelaki itu dan lidah mahirnya.

"Uuuuhh..."

Audriana pun tak kuasa untuk melengkungkan tubuhnya saat, lidah Jaxton semakin dalam terbenam dalam lubang sempitnya. Gelora yang mengalir ke dalam tubuhnya bagai sengatan aliran listrik ringan yang membuatnya tersentak-sentak kecil.

Ia tidak pernah merasakan sentuhan lelaki seintim ini sebelum bertemu dengan Jaxton Quinn. Selama berpacaran dengan Bagas pun, Audriana hanya berciuman dan berpelukan layaknya pasangan normal. Terkadang Bagas memang merayu Audriana untuk tinggal bersama di apartemen lelaki itu, namun Audriana selalu menolaknya.

"Sshh... aahh!"

Jaxton menyunggingkan devil's smirk-nya ketika mendengar suara seksi Audriana yang mendesis dan memekik kecil saat gairahnya telah memuncak, hingga menyemburkan aliran sungai kecil.

Tanpa ragu, lelaki itu pun menghirup cairan cinta itu hingga habis tak bersisa.

"Manis...," ucapnya sembari menyapu bibirnya yang basah dengan punggung tangan, dan menatap sekujur tubuh Audriana dengan penuh nafsu.

Audriana yang masih larut dalam terpaan euforia orgasme dahsyat, berjuang mengatur napasnya yang memburu tak beraturan.

Gadis itu memejamkan mata dengan bibir merah alaminya yang sedikit terbuka, menampakkan barisan gigi seputih mutiara yang berkilau indah.

"Fuck! Kamu hot sekali, kelinci kecilku!" Desah Jaxton sembari memijat juniornya yang sudah mengeras maksimal. Ia kembali menjilat sekilas dan menggigit gemas taman surgawi Audriana, sebelum memposisikan miliknya di depan milik Audriana.

Jeritan keras penuh kesakitan seorang wanita yang berpadu dengan erangan panjang penuh kenikmatan seorang pria terdengar memenuhi ruang makan mewah itu.

Jaxton pun mulai bergerak, memacu dengan gerakan cepat tanpa jeda, menghujam dalam-dalam ke lembah hangat Audriana yang membuatnya gila.

"Sssh... sial! Kau benar-benar nikmat! Aaaahhh... Audriana!!" Racauan yang mulai keluar dari bibir pink pucat Jaxton semakin keras dan erotis, menenggelamkan jeritan kesakitan Audriana yang memilukan.

Meskipun foreplay yang diberikan Jaxton telah membuatnya oragasme, namun benda super besar milik Jaxton tetap memberikan rasa nyeri yang tak tertahankan untuk Audriana.

Lecet di daerah selangkangannya belum juga sembuh karena disetubuhi Jaxton sebelumnya, kini mungkin semakin parah.

"Audriana... aaakh!!" Jaxton semakin mempercepat tempo gerakan pinggulnya, menyodok lubang kenikmatan yang membuatnya terbang semakin tinggi di awang-awang. Jaxton mengangkat kedua kaki Audriana hingga tersangga di bahunya, lalu kembali menghujam dengan ganas.

Tangisan lirih Audriana semakin mengobarkan hasratnya yang semakin tinggi. Audriana kembali menjerit ketika Jaxton menjambak rambut panjangnya dengan keras.

"Menangislah, kelinciku! Air matamu membuatku semakin bernafsu untuk memakanmu!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel