Bab 15 Bertemu Mantan Suami
Bab 15 Bertemu Mantan Suami
Setelah Cantika pergi dari studio Cipta Raga dengan perasaan kesal, ia lalu mengajak Enggar untuk pulang ke rumah mereka. Ia dan Enggar turun ke lantai 1 lalu keluar menuju parkiran, memasuki mobil mereka yang ada depan halaman studio tersebut
Sepanjang perjalanan, Cantika banyak bertanya tentang apa yang Enggar dan Bara lakukan seharian ini. Dengan detail si anak berumur tujuh tahun itu menceritakan semuanya, mulai dari bermain lompat tali hingga insiden kelupaan dompet milik Bara waktu mereka di Mini market tadi.
“Jadi gimana cara Om Bara bayarnya?” tanya Cantika
“Tadi Om Bara bilang akan bayar setelah ambil dompet, terus Enggar dan Om Bara pulang. Mungkin Om Bara bayarnya setelah pulang nanti Ma!”
“Oh ... Gitu ya!”
Enggar mengangguk. “Om Bara itu baik ya, Ma! Enggar suka main sama Om Bara!” ujar anak itu dengan polos.
“Baik?”
“Iya! Tadi Om Bara sekali pun tidak pernah marah sama Enggar, terus kasih Enggar jajan yang banyak. Tapi kan Enggar takut Mama sedih jadi tadi ambil jajannya cuma sedikit ...”
Enggar menoleh ke Mamanya, ia melihat wanita itu sedang fokus menyetir. “Om Bara juga ganteng, Ma!”
Cantika menaikkan sebelah alisnya mendengar Enggar yang memuji Bara, “Tapi Enggar jangan mudah terlalu percaya sama orangya, Nak! Kan Enggar belum kenal Om Bara itu orang yang seperti apa” Cantika berbicara pelan dan lembut kepada anaknya itu.
“Iya, Ma. Tapi boleh kan Enggar nanti punya badan kayak Om Bara, Ma?” Enggar masih membela Bara.
“Iya, kalau nanti Enggar sudah besar ya, sayang!” Cantika mengelus kepala anaknya itu dengan lembut. “Emmh ... Enggar mau makan apa, Nak, sekalian mumpung kita masih di luar, sayang”
“Enggar mau ...” ia tampak berpikir sambil mengerucutkan mulutnya. “Mau pizza, Ma!” jawabnya cepat setelah berpikir tadi.
“Boleh, nanti kita mampir ya ...” ujar Cantika sambil tersenyum dan masih pada posisi menyetirnya.
Mereka lalu berbelok ke gerai Pizza yang terkenal tak pernah sepi itu, Cantika kemudian memarkirkan mobilnya dan melepaskan seatbelt miliknya serta milik Enggar.
Ibu dan anak itu kemudian turun dari mobil dan memasuki gerai tersebut. Enggar langsung saja duduk dan melihat-lihat buku menu yabg ada d atas meja.
“Enggar mau yang mana, Nak? Tuna apa sosis?”
“Tuna mau, yang pinggirannya ada sosis juga ya, Ma!” ucap bocah itu dengan polosnya. “Enggar juga boleh pesan es krim, tidak?”
Cantika mengangguk, “Boleh sayang! Enggar mau pesan apa pun boleh, yang penting di makan, ya ...” Cantika mengelus pipi gembul anaknya itu.
Sang pelayan datang, lalu mencatat pesanan mereka, kemudian Cantika dan Enggar duduk santai sembari menunggu.
Cantika melihat ke sekeliling, suasana memang tak terlalu ramai sore ini. Samar-samar matanya kemudian menangkap sosok lain di sudut tempat itu. Cantik mengenali siapa orang itu, laki-laki blasteran duduk dengan seorang gadis yang kelihatannya masih muda, mungkin masih berstatus mahasiswi.
Ya, itu adalah Frank. Sedang mengencani mahasiswi yang dia ceritakan pada Bara tadi.
Cantika sedang memandangi mereka dari mejanya saat ini. Walau ia mengenali Frank, tapi Cantika tak begitu kenal dekat. Hanya sebatas kenal karna berada di gedung yang sama saja.
Lalu tiba-tiba pandangan mereka kemudian bertubrukan, tanpa di sangka Frank ternyata juga melihat ke arah Cantika.
Cantika langsung berpaling bersamaan dengan datangnya sang pelayan yang membawakan pesanan mereka.
“Thanks, mbak!” ucap Cantika singkat.
Enggar lalu berdiri dari kursinya, dan berlari ke arah mesin aneka topping untuk es krim yang tersedia di sana.
“Enggar awas jatuh, Nak! Jangan lari ...” Cantikaikutberjalan ke arah mesin itu yang kebetulan sekali berdekatan dengan meja Frank.
Cantika hanya diam, tak menyapa Frank. Ia hanya menoleh sebentar lalu membantu Enggar untuk memencet mesing topping tersebut. “Sudah?” tanya Cantika sembari merapikan topping di mangkuk es krim Enggar.
“Sudah, Ma! Cukup ...” ujar Enggar sambil mengambil mangkok es krim dari tangan Cantika. Kemudian keduanya kembali lagi ke meja mereka.
Ibu dan anak itu menikmati pizza yang mereka pesan tadi. Dengan lahap, Enggar memakan sepotong pizza itu dengan cepat. Sesekali bocah itu berceloteh menanyakan banyak hal lalu menyendokkan es krim-;nya lagi ke dalam mulytnya.
Bagi single parent seperti Cantika, menghabiskan waktu bersama sang anak adalah bentuk perasaan yang menyedihkan juga sekaligus membahagiakan. Cantika terkadang merasa sangat prihatin karena seharusnya Enggar mendapatkan waktu dan kasih sayang yang lengkap dari kedua orang tua nya walau hanya sekedar menghabiskan waktu untuk duduk makan seperti ini.
Namun, meskipun hanya tinggal dan pergi ke mana-mana berdua saja, Cantika harus tetap membuat Enggar tak kehilangan dan kekurangan kasih sayang sedikit pun. Ia benar-benar memberikan seluruh waktu dan limpahan cintanya untuk anak semata wayangnya itu.
“Sudah belum, sayang?” ia membersihkan mulut Enggaryan;;g tampak kotor dengan bekas es krim di sekitarnya. “Kita pulang ya, sudah hampir senja ini, sayang!”
Iya, Ma ...”
Selesai membayar, Cantika dan Enggar pun keluar dari gerai pizza tersebut. Sekilas ia menoleh ke arah meja Frank dan masih mendapati laki-laki itu di sana bersama gadis tadi. Selepas maka, membayar dan menuju rumah.
***
“Ma, itu kayaknya mobil Papa!” ucap Enggar begitu mereka sampai di halaman rumah. Ia sangat mengenali mobil berwarna putih milik Papanya itu. Dengan cepat Enggar lalu turun dan segera berlari masuk ke dalam rumah.
“Papa ...” teriak bocah itu yang langsung menghambur ke pelukan Bram.
Ya, Bram!
Selingkuhan Siska itu merupakan mantan suami dari Cantika.
“Halo anak Papa sayang ... Dari mana, Nak?” Bram memeluk dan mengusap lembut rambut anaknya itu.
“Dari ikut Mama, terus makan pizza, Pa!”
“Oh ya ... Mama mana?”
“Ada – Nah, itu Mama, Pa!” tunjuk Enggar pada Cantika saat ia masuk ke dalam rumah.
Bram menoleh, melihat Cantika yang cantik dengan celana ketatnya dan jaket yang hanya ia kancing sebatas dada dan menampilkan tonjolan dadanya yang padat.
Cantika hanya tersenyum, lalu mendekati Bram dan Enggar, “Sudah lama, Mas?”
“Barusan saja!”
“Sayang, mandi dulu ya sama Bik Minah. Nanti baru main lagi sama Papa!” suruh Cantika.
Enggar pun menurut, lalu ikut Bik Minah berjalan ke atas untuk ke kamarnya. Tinggallah Cantika dan Bram yang masih berada di sofa ruang tamu.
“Kau dari mana?” tanya Bram sembari duduk di sofa yang berhadapan dengan Cantika.
“Dari kelas yoga!” Jawabnya singkat.
Canggung, mereka sangat merasa kikuk bicara berdua saja seperti ini. Baik Bram atau pun Cantika memang tak pernah bisa menghangatkan suasana walau hanya sekedar mengobrol seperti ini.
“Emmh, Aku boleh tanya sesuatu?” Bram bersuara lagi.
“Apa?” Cantika mengernyitkan dahinya.
“Apa masih ada kesempatan untuk kita kembali lagi?”
“Maksudmu, Mas?” bingung dengan arah tujuan pembicaraan Bram.
“I mean, emhh ... Bisakah kita rujuk kembali? Mengulang semuanya dari awal dan belajar saling mencintai lagi?!”